Intuisi

3.4K 396 19
                                    


Pagi-pagi sekali Pak Yasser meminta karyawannya berkumpul untuk briefing. Fokus pembicaraan yaitu mengenai keikutsertaan HW Media dalam job fair yang diadakan di salah satu universitas negeri unggulan di Jakarta. Seperti yang sudah direncanakan dari jauh-jauh hari, karyawan divisi HRD Rekrutmen akan bergiliran menjaga stand yang diadakan dua hari berturut-turut itu. Dan yang mendapat tugas hari itu adalah Carla, Raka, beserta dua karyawan magang, Danu dan Anto.

Setelah briefing usai, Raka dan timnya bergegas merapikan barang-barang mereka dan berangkat menuju lokasi. Dengan kompak mengenakan seragam khas HW Media berwarna biru dongker, mereka bersama-sama menaiki mobil perusahaan. Sepanjang perjalanan hanya diisi oleh obrolan antara sang supir dan Raka yang kebetulan duduk di samping supir. Sesekali Danu atau Anto menimpali.

Carla hanya diam menatap jendela. Sambil diam-diam memperhatikan Raka dari belakang. Lelaki itu terlihat akrab berbincang dengan supir mereka yang sudah paruh baya.

Sepagian ini mereka belum berbicara sama sekali. Bukan Carla mau menghindar, hanya saja ia bingung harus melakukan apa bila bertatap muka dengan lelaki itu. Carla agak merasa bersalah karena kata-kata ketusnya pada Raka semalam. Apalagi ia masih sangat ingat dengan wajah sendu Raka saat meninggalkan kosannya. Dan entah kenapa membuatnya khawatir.

Carla merutuki sifatnya itu. Kenapa ia harus merasa seperti itu pada orang lain? Toh, apa yang Carla ucapkan semalam benar adanya. Raka memang bukan siapa-siapa dia, kan? Raka tidak berhak mengaturnya pulang-pergi dengan siapa. Dan apa pula urusannya dia punya hubungan apa dengan Leo?

Carla masa bodoh. Ya sudahlah tidak usah dipikirkan. Toh, sepertinya Raka baik-baik saja dengan itu. Raka juga seperti sudah lupa bahwa dia telah mengetahui fakta bahwa Carla dan Leo, manajer keuangan di perusahaan mereka, kenal dekat. Terbukti dengan ia tidak membahas kedekatan mereka lagi, dengan Carla sendiri atau dengan karyawan lainnya.

Dugaan Carla bahwa Raka baik-baik saja terbukti saat mereka menjaga stand milik HW Media di job fair. Dengan luwesnya lelaki itu berinteraksi dengan mahasiswi-mahasiswi dan para pencari kerja yang didominasi oleh wanita, menjelaskan seluk-beluk perusahaan. Sama sekali tidak terlihat raut sendu dan kekecewaan seperti malam itu.

Raka bahkan meminta Danu untuk membantu Carla saja dalam menyeleksi CV para pelamar, sementara dirinya berdiri di depan menjelaskan tentang perusahaan mereka, yang mana adalah tugas Danu sebelumnya.

Cih, apa-apaan! Dia pasti melakukan itu supaya bisa tebar pesona sama perempuan-perempuan. Setelah Carla menolaknya, lalu dia mencari mangsa lain. Lihat saja dirinya sekarang. Senyum-senyum tidak karuan sambil mulutnya tidak berhenti bicara. Lelaki itu sadar sekali kalau dirinya rupawan. Apalagi perempuan-perempuan yang mengelilinginya cantik-cantik. Carla menduga ada salah satu diantaranya yang sudah menarik perhatian Raka.

Carla menarik napas dalam lalu menghembuskannya kuat-kuat. CV-CV pelamar yang menurutnya tidak memenuhi syarat langsung ia coret dan dilempar ke arah tumpukan CV-CV lain yang ditolak.

“Waduh, banyakan yang ditolak kayaknya, Mbak,” ujar Danu yang duduk disebelahnya, melirik miris pada kertas-kertas pelamar yang tergeletak tak berdaya. Sehabis itu pasti mereka akan teronggok dalam bak sampah.

“Mereka nggak capable ya nggak bisa diterima,” jawab Carla enteng sambil masih serius dengan tumpukan kertas-kertas pelamar yang diberikan Anto.

“Terus kerjaan aku bener nggak nih?”

Carla melirik. “Dibikin gampang aja, Dan. Kalau tampilannya nggak menarik lewatin aja. Itu berarti dia nggak serius. Terus, nggak usah terlalu detail diliat satu-satu. Screening aja pengalaman kerja sama pengalaman organisasinya. Kalau nggak kayak gitu kerjaan kita numpuk, Dan. Soalnya yang masuk makin banyak.”

Roller CoasterWhere stories live. Discover now