Tips 5: Branding Diri Dengan Saingan (3)

810 128 5
                                    

Jika ada hal yang paling Shafiya sukai dari interior SMA Dharma Bakti, bisa dipastikan itu ruang kelas XI IPS dan XII IPS yang berada dalam satu koridor. Itu artinya---kelasnya dengan kelas Raldi berdekatan.

Hal tersebut menguntungkan bagi Shafiya, tentu saja. Ia bisa mencuri lihat Raldi dengan alasan pergi ke kamar mandi. Seperti sekarang.

Akan tetapi, kali ini ada yang berbeda. Ia tidak mendapati Raldi di bangkunya.
Di sana hanya ada seorang gadis berambut kecoklatan alami yang sedang mendengarkan musik melalui earphone.

Apakah Raldi tidak masuk sekolah?

Tetapi, Shafiya sangsi. Di bangkunya, tergeletak tas ransel pemuda tersebut.

Tidak suka dihantui rasa penasaran, Shafiya mengendap ke jendela kelas XII IPS 1. Melonggokan kepalanya ke dalam, lalu berbisik kepada gadis bermata hazel. "Hai pacarnya Kak Raldi."

Gadis itu seketika terkesiap. Kedua matanya terbeliak menyaksikan kehadiran Shafiya yang tiba-tiba. Earphone di telinganya ia lepas, sejurus kemudian, mengirim tatapan penasaran pada gadis berambut sebahu tersebut.

"Ada apa, Dek?" tanya Gistav seraya menggeser tubuhnya agar lebih dekat dengan jendela.

"Kak Raldi ke mana?" Shafiya mengedarkan tatapan ke sepenjuru kelas. Senyap. Saat ini telah memasuki waktu istirahat pertama. Biasanya, murid-murid lebih suka menghabiskan waktu istirahatnya di kantin.

"Ada perlu sama anak OSIS. Dia 'kan sibuk banget."

"Kakak sendiri?" Tiba-tiba, kejadian Raldi dengan Gistav yang berdua di ruang panitia berputar di kepala Shafita. "Waktu itu 'kan jadi panitia FKS."

Tanpa disangka, tawa Gistav mengudara. "Aku nggak jadi panitia, kok. Raldi cuma nyuruh aku susulin dia ke sana. Soalnya, takut aku sendirian di kelas dan nggak ada temen. Ditto, Alex, sama Marsha juga jadi panitia. Jadi, dia khawatirin aku kalo ada apa-apa."

Jadi, dia khawatirin aku kalo ada apa-apa.

Kalimat itu menohok hati Shafiya. Menorehkan goresan luka cukup dalam. Luka yang telah ditutupnya rapat-rapat, kini tersingkap karena suatu pendapat.

Dikhawatirkan?

Apa Raldi pernah mengkhawatirkannya?

Memang Shafiya siapa harus dikhawatirkan?

Memaksakan diri tersenyum, Shafiya terlihat tertarik. "Oh, ya? Kakak deket banget, dong?"

Gistav tersenyum simpul, lalu menepuk bangku kosong di sebelah kursinya. "Sini, Dek. Mumpung kelas Kakak sepi. Palingan anak-anak baru balik lima menit sebelum bel masuk."
Gistav melirik arloji silvernya, masih tersisa 20 menit.

"Pacarnya Kak Raldi namanya siapa?" tanya Shafiya sok tidak tahu.

"Gistavia. Panggil aja Gistav." Dia lalu mengeluarkan kotak bekal roti bakar selai coklat dari dalam tas. Mengulurkannya pada Shafiya dengan paksaan, lalu mencomotnya sisanya untuk diri sendiri.

Kalau posisinya Gistav bukan saingan Shafiya untuk mendapatkan hati Raldi, besar kemungkinan ia akan menyukai kakak kelasnya itu. Selain ramah, cara bicara Gistav yang ceria juga selalu menyenangkan.

Berhubung dia menerima ajakan Gistav bergabung ke kursinya, jadi Shafiya tidak akan menyia-nyiakan kesempatan emas ini untuk bertanya hubungan mereka lebih dekat atau sekadar branding diri.

"Jadi, Kakak deket banget sama Kak Raldi?"

"Bisa dibilang begitu. Kakak juga deket sama keluarganya. Deket sama Ibunya, sering bercanda bareng Bang Agam, mereka juga mengenal Kakak dengan baik." Gistav berhenti bicara, dilihatnya raut wajah Shafiya yang berubah. "Kalo kamu? Deket sama Raldi? Eh iya, Kakak lupa nanyain nama kamu. Nama kamu siapa?"

Panduan Mendekati GebetanWhere stories live. Discover now