6. Ruang Antara Kejora dan Alta

226 38 11
                                    

Waktu kelulusan mereka hanya tinggal beberapa bulan sehingga Rosa tetap bertahan di Cempaka. Perbuatannya telah ditangani oleh pihak sekolah, meskipun tetap ada tangan di belakang yang bekerja agar kejadian ini tidak terendus oleh murid sekolah. Itu tidak terlalu buruk, setidaknya Rosa berjanji tidak akan merisak Yesi lagi.

Kejora menunggu supirnya di gerbang belakang sekolah. Saat muncul sedan hitam yang dikenalinya, dia masuk ke dalam mobil itu. "Mama?"

"Mobil Mama mogok dan Mama mau ke tempat tante Rhesa karena ada pertemuan dengan dosen Mala."

Kejora hanya ber-oh-ria dan menatap keluar jendela.

"Kamu gak pergi bimbel hari ini?"

"Besok."

"Oh ... semoga anaknya kali ini gak kumat lagi."

Meskipun pelan, Kejora menangkap jelas ucapan Fiona. Kepalanya langsung tertoreh dan bertanya, "Alta kenapa?"

Awal Kejora mengenal Alta bukan karena mereka satu bimbel ataupun satu sekolah, melainkan karena cerita Fiona. Rhesa bercerita pada mamanya bahwa dia merasa begitu pilu melihat Alta yang belajar sampai tertekan. Rhesa mencoba membuat Alta berhenti mengutamakan nilainya. Terlebih, Rhesa ingin Alta terbuka padanya. Namun, semua hal itu tak kunjung terjadi.

"Itu ... kemarin kan Mama ajak teman Mama ke sana. Waktu kita lagi ngobrol dan ketawa bercanda, tiba-tiba aja ada suara keras banting pintu dari atas. Trus, kita juga dengar suara anaknya yang teriak 'DIAM'. Kita semua langsung shock gara-gara itu." Fiona menarik satu tarikan napas dalam lalu menormalkan kembali nada bicaranya yang sempat melonjak. "Memang dia gak bilang ke kita untuk diam, tapi tetap saja kalau ada pelanggan lain yang dengar, bisa saja salah paham, kan kasian Rhesanya. Mama bisa maklumi, mungkin anaknya terlalu stress karena belajar. Untung saja, Mala gak kayak gitu."

Selanjutnya, Fiona menyambung kalimatnya dengan hal-hal yang berkaitan dengan Mala. Suara Fiona masuk ke telinga Kejora bersamaan dengan suara penyiar radio yang terputar di mobilnya. Akan tetapi, suara-suara itu menolak masuk ke dalam pikirannya karena ada satu nama yang terbenam lekat di sana.

⭐⭐⭐

Tiba di rumah tante Rhesa, sang pemilik menyapa mereka dengan senyum lebar. Kejora selalu suka melihat senyum tante Rhesa. Baginya, senyum itu sangat menenangkan. Seandainya ibunya bisa tersenyum padanya seperti itu, bukan dibuat-buat ketika ingin membela anak kesayangannya.

"Gak terasa ya, bentar lagi kalian lulus," ucap Rhesa sambil menaburkan bedak di wajah Fiona.

"Tapi, aku bakalan ketemu Tante kok meski aku udah lulus," jawab Kejora melengkungkan bibirnya.

"Eh, kok ketemu Tante bukannya Alta?"

"Iya. Karena aku bakalan datang ke tempat Tante setiap kali aku mau merias wajah," balas Kejora dan ditanggapi Rhesa dengan kekehan.

"Oh ya, anak kamu gimana, Rhes?" Pertanyaan itu dilontarkan oleh Fiona dan langsung menarik perhatian Kejora menuju wajah Rhesa yang sebagian terpantul di depan cermin.

"Dia bilang ingin kuliah di Bandung dan aku bingung gimana nyanggupinya. Secara, rumah ini masih sewa. Belum lagi jurusan yang dia pilih itu lebih mahal."

"Em ... tapi anakmu pintar, mungkin dia bisa ngambil jalur beasiswa."

Selama beberapa saat, Kejora menyimak perbincangan kedua orang di depannya. Pikirannya berputar ke segala waktu dia mengingat Alta. Waktu dimana Alta melaung dan memukul meja untuk pertama kalinya, waktu dimana Alta memainkan piano, dan waktu dimana Alta melihat kedalam manik matanya.

Refleks, Kejora bertanya, "Tante, Alta ada di atas?"

"Ada. Biasa kalau lagi gak les, dia akan belajar sendiri atau merangkai robotnya."

Stardust (Debu Bintang)Where stories live. Discover now