Whishing On

2.1K 264 44
                                    




Semua luluh lantak saat aku mengetahui apa yang terjadi sebenarnya, aku di temani Fajar langsung terbang menuju Indonesia. Saat transit di Jakarta dan langsung terbang ke Jogja sudah banyak sekali wartawan yang menunggu. Ada beberapa petugas bandara yang membantu kami untuk segera sampai di dalam mobil jemputan.

"Mas .." sapaku ke mas Rangga yang menjemput kami di bandara dengan suara sengau.

Mas Rangga memelukku dengan erat, mencoba menyalurkan semangat dengan menepuk punggungku. Aku kembali menangis sedih, bagaimana aku bisa mengetahui hal seburuk ini paling terakhir, itu yang ada di pikiranku.

"Gapapa .. adeknya mas kuat kok .. buktinya udah lewat masa kritis." Kata mas Rangga yang langsung menggiring kita buat masuk ke dalam mobil.

Aku melihat banyak sekali wartawan yang mengelilingi kami. Kita akhirnya masuk ke dalam mobil. Saat di mobil aku bisa melihat banyak sekali orang yang mengerubungi kami, termasuk para wartawan.

" Mas gimana Afrina sekarang?" Tanyaku ke mas Rangga.

"Alhamdulillah baru tadi pagi Yan ada perkembangan, udah ada seminggu ga ada perkembangan sama sekali.." jelas mas Rangga soal kondisi Afrina.

Aku mengigiti kuku jemariku karena gugup dan khawatir.

"Anak-anak gimana mas?" Tanyaku kemudian yang kepikiran Arifin dan Lani.

"Tenang anak-anak udah ada yang jagain, Arifin yang paling keguncangan paska tau apa yang terjadi sama ibunya, mulai susah makannya, dan beberapa hari ini jam tidurnya Arifin ke ganggu, dia juga jadi cepet marah .." jelas mas Rangga.

Rasa sesak di dada semakin menjadi ketika melihat gedung rumah sakit. Didepan rumah sakit juga terlihat sekali banyak wartawan yang bergerombol, bahkan beberapa ada yang sedang ngaso. Kita sendiri langsung parkir di lantai basement rumah sakit yang bahkan aku baru tahu ada lantai basement.

Aku berjalan masuk dengan mas Rangga dan juga Fajar yang masih sama setia menemani. Aku berjalan terburu-buru, aku ingin segera melihat wajahnya.

Saat sampai di depan ruang rawat inapnya, hatiku bergetar lsulit rasanya, bahkan aku tidak mempercayai itu semua. Aku malah menganggap itu semua bohong belaka. Aku bahkan berdoa semoga yang tidur dipembaringan rumah sakit itu bukan Afrina, bukan istriku, bukan ibu dari anak-anakku tapi orang lain. Aku berharap dia tetap sehat, tersenyum dan bermain dengan anak-anak seperti biasa.

Namun fakta tetaplah fakta, aku menekan handle pintu kebawah dan masuk ke dalam ruang inap VVIP milik istri, dan ...

BAAAAMMMMM!!!!!

Duniaku jatuh, semestaku menghilang. Aku jatuh bersimpuh di samping ranjang istri begitu melihat wajah pucat istri, kulitnya yang kuning Langsat terlihat begitu pucat. Aku menangis tersedu-sedu, aku tertatih menggapai tangan Afrina. Aku meraihnya dengan hati-hati, karena tangan kanan tertancap selang darah dan yang kiri tertancap selang infus. Ada selang oksigen di hidungnya.

Aku mengamatinya dengan hati-hati, wajahnya terlihat lelah, apa tidurnya nyenyak tanyaku dalam hati. Aku tidak bisa menahan Isak tangisku. Aku mengelus puncak kepalanya hati-hati, aku tahu kenapa dia tidak tertutupi Hijap karena ada luka kepala yang bisa aku lihat cukup serius.

"Afrina .. mas pulang .. kenapa gak bangun sih yang .." monologku ke Afrina.

"Afrina baru di pindahin ke ruangan ini tadi pagi dek .. dinyatakan koma sama dokter ..." Kata mas Rangga yang makin membuat langitku runtuh.

Aku menangis dengan keras menumpahkan segalanya. Persetan dengan lelaki kuat, lelaki hebat nyatanya di hadapkan dengan situasi ini semuanya luluh lantak. Habis tak bersisa.

"Mas Rangga .. boleh mintak tolong .." kataku ke mas Rangga terbata.

"Kenapa dek?" Tanya mas Rangga.

"Boleh mintak tolong mas hakim buat kesini?" Tanyaku ke mas Rangga.

"Okeh .. biar gua suruh mbak Dinda buat bawa si Arif sama Yusuf sekalian. Kita harus ngurus tuntutan hukum buat yang nyelakain Afrina .." sanggup mas Rangga yang gua angguki.

Kita bertiga hanya diam di dalam ruangan Afrina, tidak ada pembicaraan berarti.

"Dirumah lagi banyak orang dek, ada mamamu, bapak sama ibu, ayah sama bunda, ada kevin-nabilla, ada istrinya Fajar juga, mbak Dinda sama yang lain bakal dateng nanti sore .." kata mas Rangga aku tidak melihat mas Rangga tapi tetap melihat Afrina.

"Ayo dek pulang dulu .. biar di gantiin ayah sama bunda yang jagain Afrina .. kamu perlu ketemu sama anak-anak juga!" Ajak mas Rangga.

Aku hanya menggelengkan kepalaku.

"Gapapa .. Afrina aman, ada polisi yang jagain pintu ruangan Afrina." Ajak mas Rangga lagi.

"Yukk Jom .. itu Lani sama Arifin butuh bapaknya buat jagain .." ajak Fajar dengan menyebutkan nama anak-anak.

Benar anak-anak butuh bapaknya kalo ibunya sakit. Aku menyerah dan akhirnya memilih untuk pulang. Aku butuh istirahat dan menemani anak-anak sebentar sebelum kembali lagi ke rumah sakit untuk menjaga Afrina.

Ayah dan bunda sudah ada di luar kamar ketika aku keluar. Bunda langsung memelukku dan kami berakhir dengan menangis sesenggukan.

"Sabar ya .. anaknya bunda pasti sembuh .." kata bunda aku hanya mengangguk dan mengamini itu semua.

Begitupun dengan ayah yang menepuk pundakku berusaha menguatkan anak menantunya. Aku hanya mengangguk. Kita bertiga akhirya balik pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, aku justru merasa begitu asing. Rasanya seperti bukan rumahku, bukan rumah yang aku tinggali dengan keluargaku. Rasanya begitu kosong.

"Ayyyukkkk turun!" Ajak Fajar.

Aku hanya menuruti semuanya, sewaktu aku berjalan ke rumah, jadi sedikit teringat dengan beberapa kegiatan yang suka dilakukan Afrina termasuk menyiram tanaman.

"AAAYAAAHHHHHHH" panggil Arifin.

Aku merentangkan kedua tanganku dan meraih tubuh Arifin. Rasa sedih itu kembali menyergap tubuhku membekukan tubuh kami. Arifin menangis tersedu-sedu.

"Ayah .. hiks ... Kenapa pulangnya lama .. ibu sakit .. hiks .. ibu kenapa gak bangun-bangun .." tanya Arifin sesenggukan.

Aku sendiri tidak kuat menjawabnya.

"Arifin ... Biar ayah istirahat dulu ya .." nasehat Kevin.

"Huhuhu .. Arifin maunya sama ayah! Gak mau sama om Kevin!" Sentak Arifin.

Aku mengangguk dan menggandeng tangan Arifin untuk masuk ke dalam rumah. Melihat yang lain sedang berkumpul bersama di ruang keluarga. Kembali kami terbelanggu dengan rasa sedih.
















The Kind Of LoveWhere stories live. Discover now