Incompletion

2.5K 263 22
                                    








Kebodohan kenapa bisa ketemu sama Fadia disini. Aku harus bagaimana lagi mengatasi ini semua, aku tahu kalau Afrina bersikap berbeda tapi sangat biasa saja jika di depan mama dan juga anak - anak. Dia akan memperlakukan aku dengan mestinya seperti tidak ada masalah apapun yang terjadi diantara kami.

Kami melanjutkan berbelanja, tapi herannya Fadia mengikuti kami. Kenapa jadi rumit begini, pikirku. Aku dan Afrina berhenti di deretan stan makanan dan juga camilan untuk bayi.

"Mau cari bubur buat Lani Bu?" Tanyaku saat Afrina mulai memindai satu persatu merek bubur dan berbagai macamnya.

"Iya .. buburnya udah mau abis juga kan? Mau nyoba rasa baru, enaknya yang mana?" Tanya Afrina padaku sambil menunjukkan dua kardus bubur makanan bayi dengan rasa berbeda.

"Kenapa gak buat bubur sendiri?" Tanya Fadia.

"Bukannya gak mau bikin sendiri mbak, ini cuman bubur pendamping aja. Biasanya aku ngasih Lani bubur buatanku sendiri.." jawab Afrina yang hanya diangguki Fadia.

"Lo gak lanjut jalan belanja?" Tanyaku yang lebih tepatnya mengusir halus dia sih.

"OHH .. enggak kok santai aja .. lanjutin belanja aja .." jawab Fadia yang membuatku memutar bola mataku malas.

Aku dan Afrina sibuk dengan belanjaan kita untuk satu rumah, bahkan dia hafal apa camilan yang suka dimakan mama.

"Bu gak mau mampir buat mainannya sii mas?" Tanyaku ke Afrina.

"Sii mas? Jangan deh mas kesini udah bawa mainan banyak, ntar juga sii mpin sama Nabilla bakalan belanjaain mainan lagi buat mas .. aku udah pesen mainan ke mas Yusuf soalnya katanya dikirim ke rumah Billa .." jawab Afrina yang kuangguki.

Kita lanjut jalan ke peralatan bayi, Afrina mengambil popok bayi, bedak bayi yang wangi banget sering di pakek adek dan aku baru tahu kalau itu merek murah yang selalu ada di manapun. Minyak telon, dan barang - barang lainnya. Hingga trolly kami penuh, kamipun pergi ke kasir tanpa mengindahkan adanya Fadia disekitar kami.

Saat aku mengeluarkan semua barang yang ada di trolly yang penuh sekali. Afrina juga ikut membantu padahal aku sudah melarangnya.

"Totalnya Rp . 6.785.000,- rupiah ibu .." kata pramuniaga yang menjaga.

Saat aku akan memberikan atmku, Afrina sendiri yang sudah memberikannya lebih cepat. Aku hanya terdiam dan langsung memasukkan barang belanjaan. Setelah pembayaran beres, kami berjalan pulang menuju ke parkiran basemen yang tersedia.

"Bukannya gak mau nerima uang yang dikasih sama ayah masih ada kok .." jelas Afrina saat kami ada di mobil dan hendak menjalankan mobilnya terhalang oleh seseorang yang mencegat kami.

"Selesein dulu berdua .. aku tergganggu .." kata Afrina kemudian yang membuatku langsung turun dari mobil dan menghampiri Fadia.

"Maaf ada yang penting?" Tanyaku to the point pada masalah pokoknya.

"Aku mau ngomong sama kamu, kemana aja kamu hah? Tiap aku samperin ke asrama selalu gak ada.." tanya Fadia menggebu - gebu.

"Hebat siapa elo? Bini gua aja gak pernah mempermasalahkan gua di mana. Maaf ya gua udah ngomong baik - baik kemaren lewat chat dan juga pembicaraan secara langsung. Gua bantu sebagai seorang teman gak lebih, dan jangan berharap lebih. Maaf gua punya keluarga dan gua sayang istri dan anak - anak gua. Tolong banget jangan salah paham dan salah kaprah sama apa yang udah gua lakuin karena semata-mata gua membantu Lo atas nama teman. Jadi mulai sekarang Lo gak perlu pergi ke asrama gua." Kataku menjelaskan dan langsung pergi balik ke mobil.

Aku langsung menjalankan mobilku pergi dari supermarket. Aku melirik sebentar ke Afrina yang melihat terus ke jendela. Aku tidak tahu harus bagaimana, aku mengigiti bibir bawahku karena gugup, di tambah pikiran yang carut marut.

Secara tiba-tiba waktu lampu merah, Afrina mengarahkan tangannya agar aku menoleh ke arahnya, jemari lembutnya membuatku melepaskan gigitanku pada bibir bawahku. Tidak lama dia mengecup bibirku.

"Jangan di gigit ya ayah, nanti bibirnya luka terus sariawan .." nasehatnya yang membuatku bisa bernafas lega.

Aku menjalankan mobilku begitu lampu traffic light berubah menjadi hijau tanda harus berjalan. Aku membawa Afrina mempir ke restoran yang menyediakan banyak makanan seafood.

"Kok berhenti disini?" Tanya Afrina heran.

"Ibu belum makan dari pagi, jangan sibuk - sibuk ngurusin anak,mertua, suami terus gak ngurusin diri sendiri!" Jawabku yang langsung turun dari mobil di ikuti olehnya.

Aku dan Afrina memilih tempat duduk di bagian pojok yang tidak terlalu banyak orang yang melihat nantinya.

"Mau pesen apa?" Tanya salah satu waiters.

"Mau makan apa Bu?" Tanyaku sambil memberikan menu makanan.

"Saya mau pesan gurami bakar satu, tumis cumi satu, nasi .. mas mau?" Tanya Afrina di sela - sela memesan makanan dan aku hanya mengangguk.

"Nasinya dua, tolong sekalian ini buat di bawa pulang, udang asam manisnya dua, gurami bakar satu, tumis kerang,gurita,udang satu ya .." pesan Afrina yang di catat oleh waiters.

"Baik tunggu sebentar ya bapak - ibu pesanan akan segera diantar." Kata waitersnya aku hanya mengangguk mengerti begitupun Afrina.

"Udah gak marah?" Tanyaku pada Afrina.

"Ngapain marah? Siapa yang marah?" Tanya Afrina balik.

"Ya kamu lah siapa lagi?" Kataku singkat.

"Marah soal?" Tanya Afrina balik yang dengan gamblang merasa tidak ada masalah sama sekali.

"Gak usah pura - pura kayak gak ada masalah deh .." kataku malas.

"Apapun yang terjadi yang perlu kamu tahu, aku selalu berfikir aku adalah pilihan terakhirmu .." tutup Afrina menggenggam tanganku.

Aku begitu terharu dia mengatakan hal itu, entah kenapa itu membuatku begitu senang tak terkira. Padahal hanya sebuah kata sederhana tapi sarat akan makna.

Tidak lama makanan datang, kami berdua makan dengan nyaman sambil membicarakan perkembangan anak - anak.

"Oiya sebagai ayah dan juga kepala rumah tangga! Jadikan ayah nih yang cuman bisa ngambil keputusan?" Tanya Afrina yang membuatku heran.

"Apa?" Tanyaku penasaran.

"Acil butuh model anak - anak buat butiknya .. dan dia mau nawarin ke mas. Aku gak bisa jawab, aku bilang itu tergantung kamu ayahnya ngijinin apa enggak?" Jelas Afrina yang lagi membuatku terdiam.

"Gapapa ayah ngijinin kalo masnya mau .. ayah mah dukung - dukung aja kalok itu positif dan itu kalau anaknya mau .." kataku mengijinkan.

"Okee .." kata Afrina tersenyum.

Setelah beres makan, kita berdua memilih untuk langsung pulang kerumah kasian anak - anak apalagi Lani.









The Kind Of LoveWhere stories live. Discover now