Monster Gua

659 175 10
                                    


Sudah lama beredar sebuah cerita di desa. Di bukit sebelah utara, ada sebuah gua. Gua itu dihuni monster. Seekor burung raksasa berkepala banteng. Hidungnya mendenguskan api. Tanduknya tajam bahkan bisa menembus baja. Dan dia punya taring seperti singa. Monster itu tidak pernah meninggalkan guanya. Tapi orang yang berani masuk ke sana tidak pernah bisa keluar lagi. Mungkin dimakan si monster. Tak ada yang tahu.

Karena itu, tidak ada penduduk yang pergi ke bukit, apalagi masuk gua.

"Jadi, tidak ada orang yang pernah ke sana?" tanya Ren.

Tukang pos mengangguk. Senang telah memberitahu orang yang baru pindah ke daerah ini.

"Orang yang masuk gua tidak pernah keluar lagi?" tanya Ren lagi.

Tukang pos memandangnya heran. Mungkin anak ini kurang cerdas, pikirnya iba. "Nak, masih banyak surat yang harus kuantar. Sudah ya."

"Pak Pos, sebentar," kata Ren buru-buru. "Kalau tidak ada yang ke sana dan tidak ada yang kembali dari sana, dan monster itu selalu di sana, lalu bagaimana kita tahu rupa monster itu?"

Kini, tukang pos habis kesabaran. Dia mengayuh sepedanya pergi.

Ren masih terbengong-bengong di depan rumah barunya. Desa ini lucu, pikirnya. Sebelum tukang pos, tukang koran, tukang roti, dan para tetangga mengisahkan cerita yang sama. Ren pun mengajukan pertanyaan yang sama. Bagaimana mereka tahu rupa monster itu?

Pasti ada saksi. Semua menggeleng ketakutan. Kebanyakan orang hanya mendengar cerita tentang monster itu dari orangtua atau kakek mereka. Ren mungkin harus bertanya pada orang-orang lebih tua. Mungkin, salah satunya pernah melihat sendiri si monster. Atau bahkan selamat dari cengkeramannya!

Ren lalu mengubah pertanyaannya. "Siapa orang tertua di desa ini?"

Ternyata Pak Yagi. Usianya hampir seratus tahun. Dia adalah pendiri koran desa. Benar-benar orang yang tepat, pikir Ren. Hari minggu pagi, dia datang ke rumahnya. Wawancara untuk tugas sekolah, begitu alasan Ren, agar mendapatkan izin menemuinya. Pak Yagi dikatakan sedang tidak sehat.

"Kakekku mulai pikun," kata Pak Washi, direktur koran. "Sering mengoceh tentang monster gua. Katanya itu khayalan anak kecil. Ada-ada saja, ya."

Ren pergi ke taman. Pak Yagi duduk berjemur menghadap kolam. Sendirian. Dia menoleh. Wajahnya langsung cerah.

"Aku tahu akhirnya kau akan datang padaku, anak pintar!"

Ren tercengang. Tidak ada tanda-tanda Pak Yagi sudah pikun. Matanya berkilat jenaka.

"Akhir-akhir ini, aku sering mendengar tentangmu, Ren. Anak laki-laki melit. Banyak bertanya tentang monster gua. Membuat orang sedesa heboh ketakutan." Tawa Pak Yagi riang menggelegar. "Tapi mereka memang malas berpikir."

Ren meringis. Dia tidak perlu berpura-pura lagi. "Siapa yang pernah menyaksikan sendiri monster itu, Kek?"

"Tidak ada," sahut Pak Yagi, masih terkekeh.

"Lalu, dari mana masyarakat tahu bagaimana monster itu?" tanya Ren.

"Jawaban untukmu ada di dalam gua di bukit itu. Pergilah ke sana."

Ren terbelalak. "Ke gua monster?"

"Ya. Aku yakin kau berani." Pak Yagi menepuk bahunya.

Ren tersenyum. Pak Yagi pasti tidak sembarangan menantangnya ke gua, pikirnya. "Baik. Aku akan ke sana."

Ren tidak langsung pulang. Dia menuju bukit. Jalan setapak menuju ke sana sudah hilang ditumbuhi semak lebat. Ren berjalan memutar, melalui lereng berbatu. Dia sampai di depan gua. Ragu sejenak. Tapi sinar matahari tepat menerangi bagian dalam.

Ren masuk.

Gua itu hanya sebesar kamar Ren. Mungkin bukan gua ini yang dimaksud penduduk. Gua burung-raksasa-berkepala-banteng-bertaring-singa mestinya tinggi dan luas. Berisi sarang, sisa makanan, dan bulu monster, juga tulang-belulang manusia.

Ren hendak pergi mencari gua lain. Tapi matanya menangkap sesuatu di sudut. Sebuah peti kayu. Tidak terkunci. Di dalamnya ada ketapel, kelereng, dan buku. Ren membuka buku itu. Kertasnya menguning. Tulisannya sedikit pudar. Tampaknya tulisan tangan seorang anak.

Penasaran, Ren membacanya. Judulnya, Monster Gua. Tanpa sadar, dia sudah bersandar nyaman. Asyik menikmati cerita tentang monster. Cirinya persis seperti yang didengar Ren dari penduduk. Bedanya, monster ini hanyalah karangan seorang anak yang lemah. Untuk menakuti teman-teman yang suka menindasnya. Monster itu pun menghantui semua orang. Anak itu menjadi aman, bahkan punya tempat khusus untuk menyendiri dan menulis. Gua ini. Tamat. Penulis: Yagi.

Ren tergelak.[]

Treasure Box of SoulsWhere stories live. Discover now