Suara yang Tertukar

1.2K 295 9
                                    

TITIPKAN SUARA ANDA DI SINI!

Ttd.

Ny. Adamia

Kepala Perpustakaan Greekfield

Pengumuman itu dipasang di pintu depan. Semua pengunjung pasti melihatnya. Kalau tidak, ada Crucius yang akan menarik kerahmu dengan tongkat sihirnya. Ny. Adamia sudah bosan berbisik, "Ssst, jangan ribut di dalam perpus." Jadi, dia mengupah Crucius untuk mengambil suara pengunjung sebelum masuk.

Tapi sore itu, antrean di tempat penitipan panjang. Banyak anak sekolah hendak mengerjakan tugas. Banyak juga yang memburu seri terakhir Trilogi Runako. Semua orang ingin segera masuk. Repotnya, banyak pengunjung yang hendak pulang juga. Mereka mendesak Crucius mengembalikan suara lebih dulu.

Crucius kewalahan. Tongkatnya berayun ke sana kemari. Mengambil dan mengembalikan suara. Mengambil dan mengembalikan. Mengembilkan dan mengambalikan ....

Alisha meninggalkan perpus. Tugas sudah selesai. Malam ini, ia tinggal menikmati buku cerita. Tapi sampai di rumah, rencananya berantakan. Ketika menyapa ibunya, ia kaget sendiri, "Kenapa suaraku?"

Ibu lebih kaget lagi. "Kenapa suaramu?"

"Oh, tidak!" Suara anak laki-laki terdengar dari mulut Alisha. "Pasti tertukar di perpus!"

"Kenapa tidak dicek dulu sebelum pulang?" sesal Ibu.

"Aduh, bagaimana ini? Aku tidak mau sekolah dengan suara ini besok."

Ibu menahan tawa. Kasihan pada Alisha, tapi geli mendengar suara anak laki-laki merengek. "Ibu akan menelepon Ny. Adamia. Siapa tahu anak itu menghubunginya."

Alisha menunggu Ibu selesai menelepon. "Bagaimana, Bu?"

Ibu tak bisa lagi menahan gelaknya. "Lebih buruk dari dugaanku. Lima anak dan dua orang dewasa mengeluh tertukar suara. Sekarang, semuanya menuju perpus. Ayo kuantar, Ali."

Alisha tertawa karena panggilan itu. Ia mencoba bersenandung. Hei, merdu sekali suara si Ali. Hmm, seperti apa ya anaknya?

Ternyata Alisha bertukar suara dengan Alistair. Pantas saja suara anak laki-laki itu sangat merdu. Alistair adalah penyanyi terkenal Greekfield. Alisha senang bertemu dengannya. Alistair tidak seangkuh kata orang.

"Mungkin, karena aku tidak membalas surat-surat penggemar," kata Alistair. "Tapi aku sibuk tur. Main saja aku tak sempat. Sekolah juga sering izin."

"Banyak temanku ingin seperti kamu," kata Alisha. "Sukses, kaya, terkenal."

Alistair tertawa. "Aku malah ingin jadi anak biasa saja. Main, sekolah, baca buku, tanpa diburu-buru. Aku senang suaraku tapi kalau harus bernyanyi terus-terusan, capek kan?"

Alisha mengangguk dan berpamitan karena Ibu sudah menunggunya.

"Semoga kita bertemu lagi," kata Alistair. "Kebetulan suara kita tertukar. Kebetulan nama kita hampir sama. Kebetulan juga kita sebaya. Banyak kebetulan, ya?"

Terlalu banyak kebetulan itu berarti bukan kebetulan, pikir Alisha. Tapi ia tidak memikirkannya lebih jauh. Sekolah dan tugas-tugas membuatnya lupa pada Alistair. Lagipula teman-teman tidak percaya ia mengenalnya. Ya sudah.

Tapi hari ini, dua minggu setelah insiden di perpustakaan, Alistair ada di rumahnya. Menunggu dari pagi, kata Ibu.

Alisha tercengang. "Ada apa, Al?"

"Yuk, kita bertukar suara lagi. Kita cari Crucius untuk membantu kita."

"Hei, tenang dulu. Ada apa ini?"

Alistair mendesah. "Orangtuaku menyuruhku tur ke tujuh negara. Ampun, deh. Aku tak tahan lagi. Tur pasti dibatalkan kalau suaraku berganti. Mari bertukar suara, satu-dua bulan saja."

"Satu-dua bulan? Selama itu?" Alisha terbelalak. "Lagian kenapa aku? Masa aku harus bersuara laki-laki? Kenapa tidak temanmu yang laki-laki saja?"

"Karena temanku hanya kamu, Alisha."

Alisha terdiam. Bagaimana mungkin ada anak yang tidak punya teman? Sampai-sampai Alisha yang baru sekali dijumpai pun dianggap teman. Satu-satunya lagi.

"Kalau ada masalah, aku selalu berbicara dengan ayah-ibuku," kata Alisha. "Kamu sudah berbicara dengan ayah-ibumu?"

Alistair menggeleng.

"Kita bicarakan saja masalah ini dengan ibuku." Alisha memanggil Ibu. Alistair membiarkannya.

Ibu mendengarkan Alistair tanpa menyela. Lalu katanya, "Al, kamu harus berbicara dengan orangtuamu. Katakan saja apa yang kamu inginkan. Mungkin mereka menyangka kamu senang bernyanyi di mana-mana. Mungkin mereka pikir, ini kesempatanmu untuk bernyanyi sebelum suaramu berubah."

"Suaraku akan berubah?" Alistair bingung. "Kenapa?"

"Pada usia 13-14 tahun, anak laki-laki memasuki masa pubertas. Tenggorokan dan pita suaramu pun membesar. Suaramu jadi berubah. Mungkin akan terdengar pecah dan parau. Tapi lama-lama, suaramu mapan menjadi suara dewasa."

Alistair berpikir cukup lama, lalu memutuskan. "Aku mau coba bicara dengan Ayah Ibu dulu. Sampai ketemu lagi, Alisha."

Sepertinya pembicaraan mereka perlu waktu panjang, pikir Alisha, karena sebulan sudah berlalu, ia tidak mendengar kabar dari Alistair.

Malam itu, Alistair menelepon Alisha. "Aku sudah berbicara dengan ayah-ibuku. Ibumu benar, mereka mengerti. Tur tujuh negara dibatalkan. Aku masih menyanyi tapi hanya sekali-sekali. Sekolah kini diutamakan. Dan aku minta pindah ke sekolahmu. Mulai minggu depan, kita sekelas. Oh, aku senang sekali, Al!"

Alisha tertawa. Dia juga senang punya sahabat baru bersuara emas. Ya, sebelum suaranya berubah, Alistair masih boleh disebut begitu.[]

[]

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Treasure Box of SoulsWhere stories live. Discover now