Penjahit Keseratus

1.1K 279 33
                                    



Isela sibuk menggunting kain. Pekerjaan sebagai asisten penjahit ternyata lebih repot ketimbang penjahitnya sendiri. Nyonya Fausto, majikannya, malah bisa santai berjalan-jalan. "Aku pergi mencari pelanggan," katanya, selalu.

Padahal pelanggan tidak perlu dicari. Mereka datang sendiri, karena jahitan Nyonya Fausto terkenal nyaman dan rapi.

"Aku yang menjahit, dia yang terkenal," pikir Isela, kalau sedang merasa lelah dan kesal. Tapi biasanya, Isela tidak meributkannya. Dia bersyukur sudah mendapatkan pekerjaan yang disukainya.

Malam itu, Isela kedatangan tamu misterius. Sosoknya terbungkus kain usang dari ujung atas ke ujung bawah. Suaranya terdengar lelah dan putus asa. "Tolong, buatkan aku baju. Satu jam bisakah?"

Satu baju paling sederhana biasanya perlu dua jam. Isela mau mempertimbangkan hanya karena tamu itu memintanya dengan sopan. "Asalkan bukan baju yang rumit, mungkin bisa dikebut. Aku perlu mengukurmu dulu. Tolong buka selimutmu."

Tamu itu mundur. "Tidak. Aku malu."

"Tuan," kata Isela, "Anda mau dibuatkan baju atau tidak?"

Terdengar napas berat. "Apa boleh buat. Aku mengandalkanmu. Kamu penjahit keseratus yang kutemui. Sembilan puluh sembilan penjahit sebelumnya, hanya menertawakan aku, mengusir aku,  atau ketakutan melihatku. Intinya, mereka tidak sanggup menjahitkan aku baju."

Selimut itu dibuka. Berdiri di depan Isela, sesosok monster mengerikan. Sepasang tangan tumbuh di bahunya. Kakinya juga hanya dua. Ujung tangan kaki itu masing-masing bercabang lima.  Wajahnya .... Mengingatkan Isela pada kue jahe buatan Ibu. Dua mata, satu hidung, dan satu mulut. Ada rambut pula di kepalanya, membuat Isela diam-diam bergidik. Isela pernah membaca, makhluk seperti itu disebut manusia. Hidup jauh di dunia lain.

"Oh!" Isela berusaha tidak menjerit. "Maaf. Baru kali ini aku melihat manusia. Kupikir, mereka hanya ada dalam dongeng. Tapi Anda nyata. Yah ... akan kucoba membuatkan Anda baju. Tapi mungkin lebih dari satu jam. Karena aku harus membuat pola manusia dulu."

"Kalau lebih dari satu jam, aku mati. Masa hidupku di duniamu hanya seratus hari. Inilah saat-saat terakhir."

Isela iba. Tapi bagaimana membuat baju dalam waktu singkat tanpa pola? Mungkin kalau dia menggunakan baju-baju yang sudah jadi .... Ya, itu ide bagus!

Isela segera membongkar lemari penyimpanan baju-baju pelanggan yang sudah siap untuk dikirimkan besok.

Untuk dua tangan, tudung panjang telinga Pak Augusto dipotongnya. Untuk badan, dipakainya baju Nyonya Bella yang bertubuh kotak. Lalu untuk dua kaki, Isela menggunting selonsong tentakel Pak Petro.

"Aku berutang budi padamu," kata manusia itu. "Kamu bersusah payah membantuku. Merusak baju-baju itu, pasti merugikanmu."

Isela memandangnya. "Mereka bilang, manusia itu tidak pedulian. Ternyata, Anda peduli. Ya, aku pasti akan dipecat majikanku. Tapi penjahit mana yang tak kenal Isela? Mudah saja mendapatkan pekerjaan baru. Anda sendiri, bagaimana bisa sampai di sini?"

"Namaku Jupiter," sahut tamunya. "Aku seorang pangeran. Paling tampan ... eh, menurut ukuran manusia. Aku juga kaya dan berkuasa. Mungkin karena itu, aku sedikit ... eh, merendahkan orang lain. Di sebuah pesta, aku bertemu seseorang yang ... buruk rupa dan miskin. Dan aku ... menyebutnya monster."

"Ah, Anda kejam!" seru Isela.

"Aku menyesal." Jupiter meneteskan air mata.

"Hei, ada mata air di mukamu. Ajaib!"

"Mata air? Oh ya, ini air mata." Jupiter tertawa. "Aku menangis dan mengeluarkan air mata. Manusia menangis jika hatinya tersentuh. Di duniaku, aku tidak pernah menangis. Di duniamu, aku menangis setiap saat. Aku sendirian. Dianggap aneh. Disebut monster. Kukira, itulah sebabnya orang itu mengutukku. Agar aku merasakan nasibnya. Kutukan punah kalau ada penjahit baik hati membuatkan aku baju."

Isela mengangguk. "Bajumu sudah jadi, Pangeran. Cobalah."

Jupiter memandang Isela lekat-lekat. Sekembalinya ke dunia manusia, dia ingin mengenang penolongnya. Wajah Isela bagaikan pizza. Mata, mulut, dan hidung bertaburan seperti topingnya. Semua mata memandang ramah. Semua mulut tersenyum manis.

"Kamu cantik dan pintar, Isela," kata Jupiter. Lalu mengenakan bajunya. Dan puuff! Dia menghilang.

Isela masih tersipu ketika Nyonya Fausto datang. Ya ampun, ya ampun. [AN]

Treasure Box of SoulsWhere stories live. Discover now