CHAPTER XXI

147 22 4
                                    

"Gue ... gak tahu," ucap Louis lirih.

Rey menghela napasnya pelan.

"Ya, udah. Terserah lo aja, tap---"

"Gue gak tahu harus gimana? Gue gak tahu apa gue ngelakuin hal yang bener atau gak, tapi kayaknya gue gak marah lagi sama dia. Gu-gue harus maafin dia karena dia ... emang gak salah, kan?"

Louis menatap kedua temannya seperti meminta persetujuan. Rey dan Albert tersenyum lalu menganggukkan kepalanya.

"Ya, dia emang gak salah," sahut Albert.

"Lo udah ngelakuin yang bener. Itu baru Louis yang gue kenal. Gue bangga sama lo. Nanti kita kasih tau si Alex juga soal si Max."

Louis dan Albert mengangguk mengiyakan. 

Sementara itu Max dan Devan ada di rumah sakit sekarang.

"Sekarang, lo tunggu di sini. Jangan ke mana-mana. Ok! Inget, jangan ke mana-mana!"  peringat Devan.

"Iya, Kak Devan. Kakak kembar gue yang mirip sama gue," balas Max sambil memutar bola matanya malas.

Devan terkekeh. Ia ingin mengacak-acak rambut Max, tapi tidak bisa karena rambut Max tertutupi beanie hitam.

"Dasar bocah," cibir Devan sambil mencubit pipi Max lalu segera pergi dari sana.

"Ishh! Apa-apaan, sih?! Sakit tau!" kesal Max.

Namun, sedetik kemudian raut wajahnya berubah sendu saat ia memperhatikan Devan yang mengambil nomor antrian lalu mengantri bersama orang-orang yang juga mengantri di sana untuk mengambil obat. Rasanya ia ingin pergi dari sini. Melihat pemandangan ini, ia jadi semakin merasa tidak berguna.

"Kenapa gue selalu bikin repot semua orang, sih?" batin Max.

"Jangan ngelamun. Gak baik," celetuk Samantha tiba-tiba membuat lamunan Max buyar.

Senyum Max merekah.

"Sam?!" pekik Max girang.

Samantha terkekeh melihatnya.

"Kok, lo di sini? Ngapain? Kakek lo sakit lagi ya, Sam?" tanya Max dengan tatapan polosnya.

Samantha jadi gemas sendiri. Ia tarik kedua pipi Max.

"Dasar anak bandel. Lo ngedoain Kakek gue sakit, ya?"

Max menggelengkan kepalanya.

"Ishh! Gaw gituw maksudnyaw. Lepasiw. Syakiw," ucap Max tak jelas.

"Hahaha iya-iya tahu. Maaf, abisnya lo lucu, sih."

Samantha mengusap-usap pipi Max yang kemerahan. Melihat Max seperti melihat balita menurutnya.

"Ish! Lo mah sama kayak Devan, demennya narik pipi gue," kesal Max dengan bibir yang mengerucut.

Samantha hanya membalasnya dengan tertawa.

"Itu berarti lo berdua tuh jodoh," lanjut Max.

Twin Love Dilemma (COMPLETED)✔Where stories live. Discover now