33. Hebat

348 32 7
                                    

Hai, ketemu lagi sama gue di Senin yang selalu malesin

Jangan lupa vote sama komentarnya guys

Happy reading!


"Lo manfaatin hati gue yang lagi patah buat masuk."

***

Sudah ada banyak siswa/I yang berkumpul di depan pintu toilet. Pak Imam tampak sedang berusaha menghentikan para siswa untuk tidak mengambil gambar atau merekamnya.

Riana berdiri sendirian di salah satu sudut. Kepalanya mendongak. Menatap lurus namun terlihat jelas bahwa tak ada titik fokus yang dia tatap. Kosong.

Suasana begitu kacau. Satu sekolah mendadak berpindah memenuhi lantai 2. Kejadian seperti ini tidak pernah terjadi di Bumi Nusantara sebelumnya. Kejadian seseorang mencoba bunuh diri di sekolah tidak pernah terjadi.

Fajar tampak keluar dari kerumunan dengan wajah kusut dan tatapan kosong. Langkah kakinya bahkan tak stabil. Dia sempat terjatuh hanya karena senggolan kecil siswa yang ingin melihat ke dalam toilet.

Theo menghampiri Fajar dan menepuk pundaknya. Tak lama Fajar menangis.

Melihat Fajar menangis, membuat Ameera merasa ragu dengan pengakuan Fajar bahwa dia menyukainya beberapa menit yang lalu. Melihat betapa hancurnya Fajar, membuat Ameera yakin.

Fajar memang masih punya perasaan untuk Dian.

Tak lama kemudian Pak Imam dibantu beberapa guru dan satpam menyuruh siswa/I yang berkumpul di depan pintu toilet untuk menyingkir memberi jalan pada dua laki-laki perawat gawat darurat ambulance yang menggotong blankar. Seketika saja kerumunan terbelah dua bagai disibak ke dua arah begitu petugas yang dikawal Pak Imam keluar dari toilet. Dian tampak berbaring dengan lemas di blankar. Matanya tertutup dengan pergelangan tangan diperban yang masih memperlihatkan darah yang merembes. Saat petugas yang membawa Dian melewati Ameera, ia bisa melihat bahwa Dian masih hidup. Dian masih bernafas, matanya juga sesekali terbuka, wajahnya pucat sekali, beberapa kali Pak Imam memanggil namanya dan Dian meresponnya dengan kedipan matanya yang lemah.

Dua petugas itu membawa Dian dengan sangat cepat membelah siswa/I yang berdiri di koridor dengan dikawal Pak Imam dan Pak Sani satpam sekolah. Tak lama menghilang dari balik tangga.

Seorang guru berpakaian olahraga lengkap dengan peluit dan stopwatch menggantung di lehernya tiba-tiba menginterupsi beberapa detik setelah bel tanda jam istirahat selesai berbunyi.

"Bubar bubar! Masuk kelas semuanya!"

***

Kejadian di jam istirahat pertama itu membuat suasana sekolah mendadak suram. Mendadak seperti sekolah-sekolah di film horror. Semua orang mendadak irit bicara.

Theo sudah menunggu di depan kelas begitu Ameera keluar kelas dengan langkah gontai. Tidak ada saling balas senyum layaknya biasanya saat mereka bertemu. Hanya menatap dengan tatapan lemah. Ameera tidak tiba-tiba amnesia dan melupakan tentang pertengkaran Theo dan Fajr di lorong itu. Ditambah dengan pikiran yang tertuju pada Dian, Ameera lemas sekali.

Duta keluar kelas bersama Ami dan Andini.

"Yo bawa mobil kan?" Tanya Duta tanpa basa-basi. Suara riangnya tak hilang, namun suara Duta terdengar lebih serius.

"Bawa."

"Kita ke rumah sakit yah. Katanya Dian udah sadar."

Theo mengangguk. "Gue juga baru mau ngajakin kalian."

"Fajar gak ikut?" Tanya Andini. Bukan karena apa-apa, hanya karena tadi ia melihat Fajar menangis di depan toilet.

"Dia udah duluan tadi."

Ra?    (Selesai)Where stories live. Discover now