Part 2

1.8K 166 34
                                    

Hujan!

Irene menghembuskan napas pelan sembari memperhatikan gerimis yang tidak berhenti sejak pagi. Alunan lembut piano yang memainkan Moonlight Sonata oleh Beethoven, menemani Irene di balik meja kasir toko bunga tersebut. Karena hujan, hanya ada sedikit pengunjung yang mampir untuk membeli bunga sehingga Irene lebih banyak memiliki waktu yang ia gunakan untuk menggambar desain baju sambil sesekali menatap ke jalanan. Sudah ada 3 desain baju yang ia gambar pada buku sketsanya hingga akhirnya gadis itu merasa suntuk kehabisan ide. Kedua bola mata Irene tampak fokus menatap ke jalanan, memperhatikan kendaraan yang saling bersahutan membunyikan klakson, memperhatikan para pejalan kaki yang nampak terburu-buru mencari tempat berteduh untuk menghindari hujan. Lonceng yang berbunyi pertanda pintu toko terbuka berhasil menarik perhatian Irene.

"Oh... elo bukannya pelanggan The Coffreak yah?" tanya Irene langsung saat menyadari sosok familiar yang mengunjungi toko bunga.

"Iya," jawab cowok itu singkat.

"Ada yang bisa gue bantu...," Irene menggantung ucapannya saat menyadari bahwa ia tidak tahu siapa nama cowok yang sering mengunjungi kedai kopi Leon.

"Gue Mino," ucap Mino langsung saat mengetahui apa yang membuat Irene menggantung ucapannya. "Kita sering ketemu di The Coffreak, tapi nggak pernah punya kesempatan untuk saling kenalan. Meski gue tau nama elo dari name tag seragam lo,"

"Ah iya...," Irene tertawa pelan menanggapi Mino. "Jadi, apa yang bisa gue bantu buat elo? Butuh buket bunga spesial untuk orang kesayangan elo? Atau butuh tanaman hias buat nyokap elo?"

"Gue butuh buket bunga untuk ultah nyokap gue,"

"Nyokap elo hari ini ultah? Wah... selamat ulang tahun buat nyokap elo yah,"

"Nanti gue sampein,"

"So... buket bunga untuk ultah nyokap elo. Gimana kalau buket bunga yang terdiri dari bunga Lily, bunga anggrek dan bunga lilac?" tawar Irene.

"Gue nggak begitu paham perihal buket bunga jadi gue ikut saran elo aja," jujur Mino.

Irene tertawa pelan. "Oke.. gue siapin dulu pesanan elo. By the way, nyokap elo suka warna apa nih? pink? ungu? putih? merah? biru? atau apa?"

"Violet,"

"I see... a bluish-purple color. A good luck symbol for women,"

Mino memperhatikan gadis mungil itu yang kini sudah menyibukkan diri memilih bunga untuk buket pesanannya. Sesekali Mino menatap ke sekeliling toko bunga dan mencium bau bunga yang menarik perhatiannya.

"Omong-omong, elo part-time juga disini?" tanya Mino.

"Toko bunga ini punya tante gue. Gue cuma sekedar bantuin aja," jawab Irene. "Oh iya, elo kok bisa mampir ke toko bunga ini sih?"

"Iseng aja. Gue lagi keliling terus kepikiran kasih buket bunga buat kado nyokap. Alhasil gue mampir ke toko ini secara nggak sengaja yang ternyata lagi ditungguin sama elo," jawab Mino.

"Lucu yah... ternyata elo cuma iseng ke sini dan malah ketemu gue. Padahal gue sempet ge-er elo sengaja kesini nemuin gue," Irene tertawa pelan.

Mino memperhatikan Irene yang tertawa dengan polosnya. Sepercik rasa bersalah menyusup ke dalam hati Mino. Cowok itu baru saja mengucapkan kebohongan pada Irene. Datang ke toko bunga ini bukanlah sebuah keisengan atau ketidaksengajaan. Mino memang sengaja mendatangi toko bunga tersebut setelah selama tiga hari kemarin tidak menemukan Irene di kedai kopi. Terlebih lagi, hari ini bukanlah hari ulang tahun sang mama.

"Beberapa hari kemarin elo nggak kelihatan di kedai. Bukan jadwal part-time elo ya?" Mino iseng bertanya dengan harapan ia bisa mengetahui kemana Irene selama tiga hari kemarin.

Azalea [COMPLETED]Where stories live. Discover now