Part 25

594 73 6
                                    

Irene masih ingat saat itu adalah hari terakhir MOS SMA. Mereka baru pulang sekolah saat matahari sedang berjalan pulang menuju tempat peraduannya. Kiano mengayuh sepeda dengan santai dan Irene duduk diboncengan dengan melebarkan kedua tangannya menikmati semilir angin sore.

"Kenapa berhenti?" tanya Irene yang bingung saat Kiano menghentikan sepeda di pinggir jalan.

"Bunga mataharinya udah pada mekar...," tunjuk Kiano pada hamparan bunga matahari yang ada di taman kota. Kiano memarkir sepedanya lalu berjalan mendekati hamparan bunga matahari. Irene hanya diam memperhatikan tingkah cowok itu.

"Kiano kamu ngapain?!" tanya Irene tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Cowok itu baru saja mencabut tiga tangkai bunga matahari dari taman kota tersebut.

"Sssttt... jangan teriak Irene!" ucap Kiano yang sudah kembali berdiri di dekat Irene. Jemari cowok itu sibuk memilin bunga matahari tersebut membentuk sebuah mahkota sederhana. Lalu Kiano meletakkan mahkota tersebut diatas kepala Irene. "Cantik...," puji Kiano langsung.

"Kalau kita ditangkep gimana gara-gara ngerusak taman kota?" tanya Irene tak peduli dengan mahkota yang bertengger cantik di atas kepalanya.

"Nggak akan ditangkep...," jawab Kiano enteng. "Nggak tega orang nangkep cewek cantik kayak kamu...," Cowok itu kembali menaiki sepedanya dan mulai mengayuh kembali.

"Nakal banget sih ngerusak taman kota...," Irene meninju punggung Kiano pelan. Meski memprotes sikap Kiano tapi Irene tetap suka dengan mahkota sederhana yang menghiasi kepalanya saat ini. Irene kembali menikmati senja yang mulai muncul.

"Irene pegangan... kita mau ngelawan angin... balapan sama matahari... mana yang lebih dulu... matahari ke ufuk barat atau kita yang sampai rumah," titah Kiano. Tanpa banyak bicara, Irene langsung melingkarkan lengannya pada pinggang Kiano. Dan detik berikutnya suara teriakan keduanya saling bersautan beriringan dengan roda sepeda yang berputar cepat di jalanan.

***

Dari kecil Irene sudah memiliki minat terhadap dunia fashion. Dia memiliki daya imajinasi yang cukup tinggi dan sering minta tolong bunda membuatkan baju Barbie sendiri dari hasil gambarnya.

"Pasti gambar baju boneka lagi...," selidik Kiano yang duduk disamping Irene pada ayunan rotan yang ada di halaman depan rumah Irene.

"Kepo...," jawab Irene sambil berusaha menutupi buku sketsanya. Kiano hanya mendengus kecil. Cowok itu kemudian membuka buku sketsanya sendiri dan mulai menggoreskan pensil pada lembar kosong yang ada. "Gambar apa lagi hari ini?" tanya Irene. Cewek itu menjulurkan kepalanya untuk mengintip buku sketsa Kiano.

"Kepo...," ucap Kiano membalas Irene.

"Iseng banget sih...," Irene menyodok lengan Kiano dengan sikunya. Bukannya mengaduh kesakitan, Kiano justru tertawa lebar melihat wajah kesal Irene.

"Makanya... kalau aku penasaran jangan dijawab 'kepo'... dibales langsung ngambek gini," ledek Kiano. Cowok itu kemudian memperlihatkan buku sketsa ditangannya. Sebuah sketsa bangunan berupa rumah yang minimalis terpampang dihadapan Irene. "Bikin sketsa rumah buat mamih...,"

Irene tersenyum tipis. "Bagus...," puji Irene.

"Bukan cuma bagus... tapi juga nyaman dan aman untuk mamih sama Kara...,"

Irene menatap Kiano. Cowok itu tampak menatap sendu pada sketsa buatannya tersebut. Irene berdeham pelan mencairkan sedikit suasana yang mendadak sunyi. "Mau minum nggak? Aku ambilin minum sama cemilan...," tawar Irene yang sudah beranjak dari posisinya.

Azalea [COMPLETED]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu