9. Maafkan Saya, Vin!

6.8K 445 12
                                    

Saya mengiyakan permintaan Vin untuk bertemu di sebuah stasiun kereta. Sungguh saya ragu untuk bertemu dengannya. Selama enam bulan berpacaran, kami sekali pun belum pernah bertemu.

Saya berkata akan memakai jaket hitam, kaos putih (kado ulang tahun dari Vin), dan celana panjang hitam. Dia bilang dia mengenakan kerudung merah dengan kemeja merah dan rok panjang. Oh ya saya lupa, sebelum berpacaran dengan saya, Vin belum berhijab. Namun setelah berpacaran dengan saya, saya membujuk dia untuk berhijab demi perintah Allah, bukan demi saya. Senang sekali rasanya waktu dia mengatakan akan hijrah menjadi berhijab, mudah-mudahan bukan karena saya.

Saya datang ke stasiun itu lebih awal. Vin mengirim pesan, bahwa keretanya akan tiba beberapa menit lagi. Benar-benar jantung saya dibuat copot menunggu dia.

Dari peron paling ujung, saya melihat satu per satu gadis berkerudung merah yang saya nantikan. Ada satu orang yang keluar dari salah pintu gerbong mengenakan kerudung merah, saya hampiri tapi ternyata itu nenek-nenek.

Bosan menunggu lama, saya duduk di anak tangga dekat pintu keluar stasiun.

"Valar?"

Suara itu begitu lembut mengetuk gendang telinga saya.

"Eh, Vinix?"

Pandangan pertama kami diisi dengan detik-detik berlalunya kereta di sisi peron kami berdiri. Ada rasa canggung melingkupi kami berdua. Padahal kalau SMS-an sangat akrab.

"Ternyata kamu lebih jelek dari yang di foto, hahaha," kata Vin memecah keheningan, "Aku bercanda Val. Kamu itu tinggi ya, ternyata aku hanya sebahu kamu."

Dia tersenyum simpul. Lesung pipit di pipi menambah manis raut wajah gadis itu. Sedangkan saya tidak bisa berkata apa-apa. Pesona dan senyum itu membuat saya berdiri diam seperti patung.

"Vin, maafkan saya ya?" tanya saya.

"Sudah sudah jangan dibahas di sini, kita makan yuk?" ajak Vin.

Kami berdua berjalan beriringan menuju sebuah tempat makan. Mirisnya, kami melakukan ini untuk perpisahan. Usai makan dan obrolan ringan, kami menuju tempat wisata bersama.

Hari itu tersirat bahwa Vin sesungguhnya tidak mau putus dengan saya. Tapi di ujung pertemuan kami malam itu, di stasiun, sebelum pulang saya tetap teguh pada pendirian saya.

"Vin, kita putus. Kamu rela kan?"

Vin masih tidak menjawab setelah pintu kereta menutup. Ia masuk ke pintu gerbong tanpa berkata apa-apa. Dari luar jendela gerbong, saya lihat Vin menutupi matanya yang sembab.

Maafkan saya, Vin!

***

valarvinix-devamoyas
Draft Awal: 27 Agustus 2017
Update Terakhir: 27 Januari 2019

Antara Langit dan Bumi [TAMAT]Where stories live. Discover now