BAB 83

230K 16.6K 3.6K
                                    

"Tatapmu lebih indah dari senja di musim hujan, percayalah."

Sudah setengah jam Athur hormat bendera. Bendera yang menjadi kebanggaan, bendera yang menjadi jati diri, bendera yang mempunyai banyak cerita dan perjuangan di dalamnya.

"Bos kuh sini aja nanti di situ nanas," celetuk Daniel dari depan kelas. Ya kelas mereka berhadapan langsung dengan lapangan.

"Tobat dia. Biarin aja biar bener dikit," sahut Dimas tertawa puas.

"Iya kali semua jawaban isinya si doi," tambah Reza tidak mau kehilangan kesempatan untuk meledek Athur.

Acuh, Athur tidak berniat membalas celotehan sahabatnya.

"Weh! Lurus terus kang! Kagak usah nengok-nengok!" kompak Reza dan Daniel membuat yang lain ikut tertasa melihat si ketua hanya diam.

Punya sahabat seperti mereka rasanya hidup Athur lebih berwarna, bukan hanya hitam dan putih. Mereka memberi banyak corak warna yang membuat setiap waktu memiliki cerita.

Nyatanya hari ini mentari tidak bersahabat pasalnya baru jam setengah sepuluh tapi rasanya sudah seperti jam dua belas. Athur membiarkan bulir keringat menghiasi wajah toh jika diusap juga bakal ada lagi.

Ia jadi ingat bagaimana dulu tempat ini membawanya bertemu sosok perempuan itu. Bagaimana cara perempuan itu menantang tatapannya dengan sinis. Bagaimana setiap kata-kata darinya membekas membangun ruang sendiri di pikiran Athur.

Perlahan senyum simpul mengukir saat semua hal kembali bervisualisasi.
"Mau minum? Tadi gue beliin."

Alunan suaranya lembut, tak seperti biasa. Athur menoleh pada sosok yang tengah menyodorkn air mineral gelasan.

"Sori cuma bisa beli ini yang empat ribu gue beliin siomay," tuturnya lagi tersenyum tipis.

"Buat gue?"

"Hm."

Athur tersenyum seraya mengambil minuman itu. Baginya air mineral gelasan ini jauh memiliki arti dibading air galon air apapun.

"Makanya kalo ujian mata lo dibersihin dulu pakek rinso biar bisa baca tulis," ucap datar Milla.

"Bukan jernih tapi buta bego!"

Milla menaikkan satu alisnya.

"Yang dihukum siapa yang bego siapa!" sindirnya memutar bola mata.

Sedangkan Athur kini juga menaikkan satu alisnya.

"Gue bego?"

"Iya!" jawab Milla mantap.

"Karena lo yang bikin gue bego!" jedanya mendekati wajah Milla.

"Bego udah jatuh hati sama cewek bloon kayak lo!" tandas Athur lagi tersenyum puas.

"Kampret lo babi!" tangan Milla memukul keras lengan Athur.

"Apa? Babe?" beo Athur pura-pura tidak dengar.

"Athur!" bentak Milla kesal.

Kini cowok itu malah manggut-manggut tidak jelas.

"Oh bukan babe tapi sayang? Hm oke."

Wajah Milla seketika kembali merah padam. Ia reflek memukul Athur dengan tongkatnya.

"Dasar gila!"

"Iya sayang."

"Mulut lo bisa diem gak? Gue gampar lo!"

"Dih calon emak judes!" goda Athur semakin membuat Milla kehabisan kesabaran.

Entahlah waktu memang tidak bisa mendiamkanmereka dalam masa di mana keduanya saling membisu. Selalu saja ada yangdipertengkarkan.

***

PERFECT BAD COUPLE (TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang