BAB 79

206K 15.6K 2.4K
                                    

"Dia penjahat!"

Suasana kelas semakin ramai saat Abigal memberi tau jika Miss Janni hari ini sedang datang ke nikahan saudaranya dan secara otomatis tes hari ini batal. Tiga jam akan kosong, kiranya itu cukup untuk makan, main game sampai tidur selonjoran.

Berbeda dengan Athur, sejak semalam ia hanya diam memikirkan semua asumsi yang muncul. Ia tidak peduli dengan kebisingan di sekitar. Fajar dan lainnya pun sadar namun masih memberi ruang pada Athur untuk menemukan permasalahan masalahnya sendiri.

Karena sahabat bukan meminta tapi memberi, sahabat bukan membodohi tapi mengajari untuk bisa menghadapi segala hal.

"Lagi ritual apaan lu Thur? Diem-diem bae? Training jadi pawang ujan?" celetuk Daniel setelah kembali dari kantin dengan membawa sepiring siomay.

"Bener. Dari semalem lo kayak terserang penyakit sariawan semulut," tambah Reza.

Athur hanya melirik sekilas tidak berniat menanggapi.

"Masalah Milla? Dia bakal baik-baik aja. Dia cuma butuh waktu penyembuhan kakiknya." Kali ini Fajar yang bersuara.

"Iye bener noh. Mending lo makan dulu. Siomay ini enak bener dah sumpah kagak ngibul gue Thur. Markotob!" Daniel menyuapkan satu siomay di dekat mulut Athur sontak saja cowok itu mendapat tatapan sinis.

Daniel menciut seketika.

"Buset mata lo seremnnya pakek gratis gak dipotong pajak Thur."

"Makanya lo diem aja kadal!" tonyor Dimas geram.

"Iye-iye salah mulu hayati."

Suasana memang ramai oleh celetukan Daniel dan Reza namun rasanya tetap hambar jika salah satu dari mereka ada yang membisu menyimpan sesuatu.

"Eh Thur si Milla kan udah sembuh nih mending kita bikin syukuran apa gitu dan lagian si Milla kan ma-"

Ucapan Daniel berhenti di situ saja. Ia menelan kata-katanya. Athur beranjak dari kursi begitu saja mengambil tas dan melenggang keluar.

"Kampret!" umpat Daniel mencebik.

"Kemana lo Thur?" tanya Dimas sedikit berteriak.

"Pulang."

Mendengar jawaban singkat Athur membuat yang lain melongo. Segampang itukah? Sesimpel itukah?

"Lah dipikir sekolah kakek moyangnya," gerumal Dimas geleng-geleng kepala.

Di sisi lain Athur berjalan santai seolah tidak melakukan kesalahan apapun. Ia tidak peduli dengan tatapan-tatapan getir para guru yang melihatnya. Hari ini ia tidak ada mood untuk belajar dan jika dipaksakan pelajaran itu juga tidak akan masuk, begitulah pikir Athur.

"Athur!"

Kaki Athur memelan mendengar suara pak Wildan. Ia membalikkan tubuh matanya melihat pak Wildan berkacak pinggang dengan aura marah.

"Mau kemana kamu? Kenapa bawa tas segala?"

Bukan menjawab Athur melah menyodorkan tangannya, takzim. Pak Wildan heran namun ia menerima tangan Athur untuk menyalami tangannya.

"Ada apa? Mau bolos kamu?" interogasi pak Wildan lagi.

"Ayam jago saya mau lahiran pak. Nanti kalo anaknya sudah keluar saya kirim ke bapak buat bukti. Sekarang saya buru-buru. Assalamualaikum," pamitnya seraya mencium punggung tangan pak Wildan.

Athur semakin jauh sedangkan pak Wildan masih mencerna ucapan Athur.

"Sejak kapan ayam jago beranak?" gumam pak Wildan. Ia menoleh kanan kiri, anak didiknya sudah benar-benar tidak ada. Tangan pak Wildan menggenggam geram.

PERFECT BAD COUPLE (TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang