BAB 63

233K 14K 790
                                    

"Poison pecah, Tiger kembali."

WTS yang biasanya ramai dengan candaan mendadak hening. Sampai-sampai cak Jul enggan bertanya mengapa saat ekspresi wajah Athur sudah menjelaskan segalanya. Cowok bersorot mata elang itu tengah menatap tajam Dimas dan Reza secara bergantian. Tangan Athur mengepal kuat setelah menggebrak meja. Napasnya memburu.

"Apa-apaan lo berdua?" tanya Athur datar namun menusuk.

Reza dan Dimas masih sama-sama bungkam. Mereka saling melirik tetapi tidak berniat membuka suara. Di sisi lain Milla dan Fajar memperhatikan dari tempat di mana Athur, Dimas dan Reza tidak mengetahui.

"Jawab!" Suara Athur kembali terdengar.

"Dia nonjok gue duluan cuma dengan alasan gue ngerokok di rooftop," kata Reza akhirnya.

"Ngerokok?" beo Athur mengernyit. Ia tau saat Reza merokok hanya saat ia butuh pelampiasan. Kabar krisisnya perusahaan keluarga Aditama membuat Athur mengurungkan niat kembali memperjelas.

Mata Athur beralih menatap Dimas. Melihat sikap frontal sahabatnya membuat Athur merasa sahabatnya sedang mendapat masalah. Masalah yang cukup rumit. Pasalnya Dimas adalah sosok yang dewasa, jadi aneh saja jika mendadak ia membuat seluruh sekolah heboh.

"Masalah apa yang lo hadepin?"

Dimas menatap sejenak. Entah mengapa tatapan itu berubah menjadi sorotan bersalah. Apa karena pertanyaan Athur barusan?

"Kita sahabat lo. Kalau lo emang ada masalah kita siap bantu. Lo jangan kayak orang goblok yang mendem masalah sendiri. Lo anggap apa gue, Daniel, Reza sama Faj-" jedanya mendadak.

Terkadang Athur merindukan posisi kosong Fajar. Andai ada Fajar masalah ini akan menjadi mudah. Di tempat lain Fajar pun sempat mendengar Athur hampir menyebutkan namanya. Andai ia tidak menyembunyikan tentang Darpati mungkin persahabatan mereka masih tetap utuh. Fajar sendiri merindukan keonaran, kejahilan dan kerecehan bersama geng Birawa.

"Kita pasti bisa bantu lo Dim. Kita sahabat!" tegas Athur.

Tanpa ada yang tau mendengar ucapan Athur membuat jantung Dimas semakin sesak. Ia mengumpat dan berjanji pada diri sendiri untuk menghajar diri sendiri. Tangan Dimas mengepal meluapkan rasa sesak yang semakin mencekik. Athur adalah sahabat yang terlalu baik untuk orang seperti Dimas, begitulah isi pikiran cowok bermarga Halim itu.

"Biarin gue nyelesaiin masalah ini sendiri. Karena saat lo tau lo sendiri yang bakal nyesel," jawab Dimas penuh tanda tanya.

"Besok gue bakal ke rumah nenek gue. Dia sakit. Gue bakal di Palembang satu minggu."

Dimas beranjak berdiri.

"Gue berharap masalah gue akan cepet selesai. Dan semoga geng Birawa tetep aman. Lo orang baik seharusnya lo dapet sahabat yang baik," kata Dimas lantas berjalan pergi dan menyisakan tanya. Athur bergeming, ia yakin ada banyak hal dari ucapan Dimas.

"Maksud Dimas apaan?" ucap Reza ikut mengernyitkan dahi.

"Apa masalah Dimas yang bakal bikin gue nyesel?"- batin Athur.

"Gue bakal tanya dia!" putus Reza kembali berapi-api namun Athur lebih dulu menarik baju Reza.

"Gue paham lo masih kesel Dimas ngejahar lo. Tapi gue yakin dia punya alasan."

Reza berdecih. Ia masih tidak terima mengapa Dimas menyerang dengan alasan sepele. Toh Dimas tau ini kebiasaan Reza saat ada masalah.

"Gue gak terima! Dia udah bikin wajah Justin Bieber bonyok gini," sunggutnya.

PERFECT BAD COUPLE (TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang