Warisan

607 69 16
                                    


Pemakaman papa baru saja selesai. Aku masih menatap dengan sedih tanah basah berwarna merah. Kakek, nenek dan sepupu-sepupuku membujukku untuk segera masuk ke mobil. Aku di papah oleh bu Mia, pengasuh yang menemaniku sejak bayi. Aku hanya tahu bu Mia yang selalu ada di dekatku, pengasuh sekaligus kepala pelayan di rumah papa yang lebih tepat di sebut istana.

Kakek, nenek, serta om dan tante memanggilku ke ruang kerja papa. Mereka menjelaskan bahwa perusahan papa harus segera aku ambil alih,  mereka secepatnya memintaku mengurus kepindahanku dari Australia ke Indonesia. Dan surat wasiat papa akan dibacakan seminggu lagi. Ah aku berpikir,  apa yang akan dibacakan,  toh aku anak tunggal yang sampai saat ini, tidak pernah tahu keberadaan mama, selalu saja papa memberi jawaban yang sama akan ada saatnya kamu tahu, belum waktunya Cyndi.

Semua keluarga berkumpul di ruang kerja, dan pengacara meminta semua pembantu, serta tukang kebun dikumpulkan juga karena mereka akan mendapat haknya masing-masing. Papa memberiku 3 perusahaan, rumah yang aku tempati, dan beberapa mobil papa, sedangkan keponakan-keponakan papa mendapatkan saham perusahaan sesuai persentase yang papa tentukan,pembantu, tukang kebun dan pelayan pun mendapatkan beberapa tanah milik papa. Saat aku tanyakan limousin dan satu lagi perusahaan papa di Australia untuk siapa? Ternyata jawaban pengacara keluarga sungguh mengejutkan, untuk ibu Mia jawabnya tegas. Semua protes termasuk aku,  aku jadi emosi,  karena untuk seorang kepala pelayan papa sampai memberikan mobil kesayangan dan perusahaan yang dia rintis dengan susah payah di Australi. Ternyata jawaban pengacara papa sungguh mengejutkan,  dia adalah mama yang melahirkanmu nona Cyndi, hanya karena status sosial mereka tidak bisa bersatu. Aku terhenyak dan terduduk di kursi, termasuk kakek dan nenekku yang kaget setengah mati.

Bingkai Kehidupan (Antologi Cerpen)Where stories live. Discover now