25 | T A H U N 1998

3.8K 483 41
                                    

"JADI, Kak Mei, gue boleh tahu nggak latar belakang kenapa lo sampai kepikiran buat naskah sebagus ini?" kata Alia. "Ini keren, tahu! Menggabungkan sejarah sekaligus cerita tentang indahnya perbedaan."

Menjelang pementasan teater persahabatan RK dan LDF Sastra yang akan diadakan dua minggu lagi, mereka sepakat untuk melakukan latihan setiap hari. Bahkan ketika tanggal merah ataupun hari libur sekalipun. Seperti hari ahad ini, mereka full melakukan latihan di auditorium lantai 5 sejak pagi.

Medina tersenyum. Alia bukan hanya gadis SMA biasa. Ia cerdas dan suka bertanya banyak hal. Bahkan kepada orang yang baru ditemuinya beberapa kali. Ia orang yang easy going dan mudah bergaul. Caranya berkomunikasi sangat menyenangkan. Tak heran kalau ia terlihat lebih istimewa dari gadis lain seusianya.

"Sebenarnya, Lia. Itu bukan sepenuhnya ideku. Aku mencatut sebuah novel karya anak LDK."

"Really? Anak LDK ada yang bisa nulis novel?" Alia tak percaya. "I mean, gue nggak nyangka kalau anak LDK ada yang berkecimpung dalam dunia penulisan fiksi. Gue pikir, semua anak Rohis atau LDK itu tidak akan membaca atau menulis fiksi. Ya... penilaian gue terlalu cetek sih karena gue hanya mengukurnya dengan anak-anak yang gue kenal di Rohis sekolah gue. Tapi, gue lega bisa kenal LDF Sastra."

Medina tersenyum. Memaklumi pemikiran Alia. Terkadang, orang lebih suka menilai apa yang tampak di luar, tanpa harus pusing memikirkan apa yang sebenarnya terjadi. Itu sangat wajar.

"Jadi penulisnya itu terinspirasi dari sejarah tahun 1998. Di mana saat itu terjadi kerusuhan besar di tiga kota besar di Indonesia atas etnis Tionghoa. Kalau kita mau membuka beberapa literasi sejarah, kita akan menemukan bahwa di bulan Mei 1998, etnis Tionghoa menjadi korban kerusuhan oleh beberapa kelompok tidak bertanggung jawab yang menyebabkan orang Tionghoa yang tinggal di Jakarta terpaksa kabur dan melakukan penyelamatan diri. Ini terjadi ketika krisis moneter yang terjadi di tahun Pak Soeharto memimpin. Kalian bisa baca di internet untuk mengetahui lebih detailnya."

Alia mengangguk. Sementara anggota LDF dan RK yang tertarik mulai ikut menyimak penjelasan Medina.

Mereka sedang istirahat di salah satu kafe yang ada di depan kampus. Duduk melingkar di meja besar yang ada di lantai dua. Hari ini Alia ulang tahun, ia memaksa mentraktir seluruh talent dan kru teater.

"Itu kisah cinta?"

Medina mengangguk, "Iya. Kisah cinta antara seorang gadis keturunan Tionghoa bernama Shuwan dan seorang pria pribumi keturunan kyai sebuah pesantren besar bernama Sulaiman. Tapi aku ubah untuk cerita di naskahnya, jadi lebih ke cerita persahabatan."

Alia menatap Ghazi yang duduk di sampingnya, terlihat tidak tertarik dengan apa yang Medina bicarakan. Padahal Alia tahu, di balik sikap cueknya pura-pura sibuk dengan ponselnya, Ghazi menyimak baik-baik percakapannya dengan Medina.

"Memang ceritanya kayak gimana, Kak? Gue jadi penasaran."

"Eum, plotnya bermula tahun 1997. Saat kali pertama Shuwan bertemu dengan Sulaiman di sebuah diskusi mahasiswa tentang kondisi pemerintahan saat itu. Saat aspirasi dibungkam, kondisi ekonomi Indonesia yang carut marut, dan keinginan para mahasiswa melakukan gebrakan untuk menyuarakan keresahannya terhadap kondisi Indonesia saat itu."

Alia mengangguk-angguk.

"Shuwan yang keturunan Tionghoa diam-diam jatuh cinta pada Sulaiman yang saat itu turut menyuarakan ide-idenya tentang pandangannya terhadap kondisi Indonesia. Saat itu, diskusi dilakukan oleh semua elemen mahasiswa. Baik dari aktivis keagamaan maupun aktivis lainnya. Nah, Sulaiman ini digambarkan sebagai aktivis Islam yang loyal menyampaikan ide-idenya tentang kondisi Indonesia yang mengalami kemerosotan pada saat itu. Shuwan yang mengetahui latar belakang Sulaiman pun urung untuk mengungkapkan perasaannya. Ia hanya bisa menjadi pemerhati Sulaiman dari kejauhan."

La fadzTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang