18 | E Q U A R T

4K 479 12
                                    

JUDE HIMAWAN, merupakan satu-satunya sahabat Ghazi yang selama ini berpengaruh banyak terhadap kehidupannya selama beberapa tahun belakangan.

Ia merupakan seorang kurator seni yang berasal dari Jogja. Aslinya, ia adalah turis asal London yang hampir separuh hidupnya dihabiskan untuk memburu berbagai karya seni dari Indonesia. Katanya, sejak datang ke Indonesia tahun 1997 lalu, ia sudah mengelilingi hampir 20 provinsi di Indonesia untuk menikmati karya seni Nusantara yang menurutnya sangat unik. Ia juga sempat tinggal di Bali dan Lombok beberapa tahun sebelum akhirnya ia jatuh cinta dengan gadis Jogja penggemar seni sekaligus kurator lukisan bernama Laras Pinandita.

Nama asli Jude sebenarnya Jude Barry. Himawan di belakang namanya diambil dari nama mertuanya--Ayah Laras Pinandita. Yang mana merupakan kurator seni legendaris yang mempertemukan Jude dengan Laras. Menurutnya, itu adalah hal paling indah dalam hidupnya. Oleh karena itu, ketika mertuanya meninggal dunia, ia berinisiatif mencatut namanya untuk digunakannya sebagai kenang-kenangan.

EquART merupakan salah satu galeri seni di Jakarta milik Jude dan Laras. Di sinilah, Ghazi mengenal segalanya tentang seni. Lukisan, teater, drama, dan juga fotografi. Jude-lah yang bisa dibilang sebab di balik Ghazi berbelok cita-cita dari tentara menjadi seorang seniman sejati.

Mungkin selama ini Ghazi salah menilai dirinya sendiri. Nyatanya, dalam darahnya memang mengalir jiwa-jiwa seni. Bagaimana pun, dulu ummi juga seorang seniman. Ummi adalah seorang pelukis. Meskipun banyak karyanya justru dinikmati sendiri. Ghazi pernah melihat satu lukisan ummi di gudang. Tersimpan rapi dalam sebuah kotak besar di pojokan. Ketika ia bertanya kenapa ummi justru menyimpannya, ummi bilang kalau lukisannya itu adalah hasil karyanya saat ia belum paham tentang batas-batas lukisan yang boleh digambar berdasarkan aturan Islam. Oleh karena itu, ummi memilih menyimpan dan tidak memasangnya di dinding manapun.

"Ghaz, lo mau nitip makan nggak?"

Ghazi menoleh dari lamunannya melihat sebuah lukisan di depannya begitu sebuah suara menginterupsi. Ia adalah Alia Himawan, putri Jude dan Laras. Gadis berusia 16 tahun itu adalah gadis yang sangat supel dan menyenangkan. Ghazi sudah menganggapnya seperti adik kandungnya sendiri.

"Emang tante Laras nggak masak apa-apa?" tanyanya.

Alia justru tertawa. "Lupa ya? Mama kan lagi nggak di sini. Dia kabur ke Bali buat belanja lukisan."

Ghazi tertawa. Ia lupa, dalam dua atau tiga kali dalam satu bulan, Laras memang sering ke luar kota untuk memburu lukisan atau mengadakan pameran. Dulu, Alia sering sekali rewel dan uring-uringan ketika ditinggal-tinggal oleh Laras ke luar kota. Tetapi, sejak SMP, Alia sudah tidak rewel dan menangis ketika ditinggal Laras atau Jude bahkan hingga berhari-hari. Ghazi mengerti rasanya kesepian bahkan saat merasa memiliki orangtua. Itulah kenapa, Alia adalah satu-satunya orang yang memahami bagaimana kesepiannya Ghazi saat ditinggal ummi.

"Nggak deh. Gue kenyang."

Alia mengangkat alisnya. "Seriusan? Gue mau beli ayam geprek, lho."

Ghazi tersenyum. Ayam geprek merupakan salah satu menu favoritnya. Biasanya ayam geprek di persimpangan ujung jalan langganannya dan Alia adalah makanan yang paling tidak bisa Ghazi tolak. Tetapi ia benar-benar sedang tidak selera makan.

"Oke. Kalau gitu gue pinjem vespa lo, ya?" kata Alia begitu melihat Ghazi geleng-geleng kepala.

"Pakai aja!"

Alia tersenyum lebar. Rambut pirangnya yang dikuncir satu sampai bergerak-gerak saat tubuhnya nyaris berlari antusias ke arah Ghazi untuk mengambil kunci.

Ia akan berangkat sebelum ia berkata pada Ghazi, "Lo tahu nggak Ghaz? Kata Papa, orang yang lebih dari satu jam memandangi lukisan ini dengan tatapan mata kosong artinya sedang memikirkan sesuatu yang sangat penting dalam hidupnya. Ia sedang dalam masalah besar. Ya seperti sedang bimbang dengan hatinya."

La fadzTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang