3 | M E D I N A

7.3K 759 18
                                    

"KAK Gaza, bukan?"

Gaza kegerahan. Kening dan pelipisnya nyaris dibanjiri keringat yang terus menetes. Terpaksa ia seka berulang-ulang dengan lengannya. Ia tidak biasa naik bus umum menuju tempat kerja atau pun kampusnya. Bukannya tidak mau atau karena tidak ingin membantu pemerintah mengurangi jumlah kendaraan dan polusi ibu kota. Ia hanya ingin mengefisienkan waktu yang dia punya. Akibat mobil SUV silvernya mogok di daerah Kebun Jeruk, ia terpaksa menghentikan angkutan umum dan menaikinya.

Meski tak dapat tempat duduk, ia bersyukur karena bus tidak terlalu sesak. Sehingga ia tak perlu berdesak-desakan dan membuat ia tak sengaja menyenggol lengan orang lain. Apalagi kalau itu adalah perempuan.

Tadinya, Gaza ingin memesan taksi online saja. Namun mengingat waktu yang ia punya tak akan cukup, ia memutuskan untuk naik apa saja yang saat itu lewat di jalanan. Ia minta Riko, temannya yang pemilik bengkel agar mengirimkan karyawannya untuk mengurus mobilnya. Sementara ia harus berpikir bagaimana sampai ke kampus dengan cepat sebelum gilirannya presentasi dimulai.

Gaza menoleh ke sumber suara saat namanya disebut.

"Saya Medina, Kak. Salah satu panitia saat Grand Opening Mentoring LDK jum'at kemarin." Dengan senyuman lebarnya Medina menjelaskan begitu tahu kalau Gaza tidak mengingatnya. Laki-laki berpostur tinggi itu mengernyitkan keningnya saat melihat Medina.

"Oh!" kata Gaza akhirnya. "Kamu yang kemarin jadi tukang foto itu?"

Medina tertawa mendengar Gaza melabelinya dengan 'tukang foto'. Padahal ia hanya menjadi tukang foto pengganti saat ada penggemar Gaza meminta untuk foto bersama. Tapi ia tak merasa terganggu dengan perkataan Gaza. Ia justru senang.

Medina mengangguk, mengiyakan saja. Hatinya senang saat seseorang sehebat Gaza bisa mengingatnya dalam satu kali pertemuan. Meski awalnya memang sedikit kebingungan.

"Kamu sering naik angkot?" tanya Gaza. Mengira bahwa Medina memang sering naik angkot.

Medina menggeleng. "First and last! Cukup sekali ini dan nggak akan lagi," katanya sembari tertawa.

"Oh, memangnya kenapa?" tanyanya penasaran.

"Hm, nggak apa-apa sih. Cuma biasanya naik sepeda. Ini karena harus ke rumah Opung aja nganter kue buatan ummi."

Gaza manggut-manggut. Tersenyum.

"Kak Gaza sering naik angkot juga?"

Gaza menggeleng. "Qodarullah, kendaraan saya lagi mogok di daerah Kebun Jeruk tadi."

"Innalillah, kok bisa? Memangnya sebelum dipakai nggak dicek dulu gitu?" Medina ingat bahwa setiap kali akan memakai mobil, Abangnya selalu dengan cermat memeriksa mesin mobil. Mencegah agar tidak ada kerusakan atau tiba-tiba akinya kering dan menyebabkan kerusakan tak terduga untuk mobilnya.

Gaza menggeleng dengan senyuman yang lebar. Menegaskan bahwa ia bahkan tak tahu menahu tentang mesin mobil.

"Ohya, Kak. Denger-denger Kak Gaza punya library ya di sekitaran kampus?"

Gaza mengangguk. Seorang laki-laki menengadahkan tangannya kepadanya. Membuat ia kebingungan. Namun ketika Medina menyerahkan selembar uang lima ribuan, ia langsung mencegah dan merogoh kantungnya mengeluarkan uang lima puluh ribu.

"Boleh kan saya traktir?" tanyanya pada Medina yang direspon dengan cengiran lebar.

Gaza suka setiap kali Medina tersenyum seperti itu.

"Jazakallah."

"Waiyyaki."

Gaza lagi-lagi hanya bisa tersenyum.

La fadzWhere stories live. Discover now