14 | M O D E R A T

4.5K 568 10
                                    

Isi kepala kita boleh berbeda, tetapi itu bukan alasan untuk bersikap antipati dan intoleran terhadap sesama.

☕☕☕


MEDINA tidak pernah menyangka kalau pertemanannya dengan Nae, Drew dan Ghazi akan sedemikian majunya daripada kemarin-kemarin. Perkembangan komunikasinya dengan mereka cukup baik sejauh ini. Setidaknya dengan Nae dan Drew. Meski tak begitu baik dengan Ghazi. Bahkan ia tak menyangka kalau beberapa hari ini ia saling berkirim chat dengan Nae yang menanyakan hal-hal di luar project pertunjukan teater antara RK dan LDF.

"Medina jadi makin deket ya sama anak-anak RK?"

Baru saja Drew dan Nae menyapa Medina dengan ramah. Sampai melambai-lambaikan tangan segala saat mereka berpapasan di kafetaria Fakultas Hukum. Saat itu rombongan Ghazi seperti biasa duduk di meja yang biasa mereka tongkrongi. Meski keramahan anak-anak RK ke Medina minus Ghazi, tapi Medina tetap senang. Entah kenapa dia suka perkembangan ini.

"Iya. Tadi kita rapat juga nggak sampai ada yang pakai otot dan ngajak berantem gitu. Ini aneh. Ada apa sih, Mei? Kayaknya ada hal yang nggak kita tahu, ya?" Rhum penasaran. Benar kata Atik. Medina jadi seperti makin dekat dengan anak-anak RK. Tadi bahkan Nae sempat memperkenalkan anak-anak RK yang akan ikut main di teater persahabatan dengan Medina. Mungkin nggak ada yang salah. Tapi caranya memandang Medina seperti sudah kenal lama.

"Ya bagus dong. Kalian juga udah kenalan kan sama anak-anak RK yang lain? Itu akan memudahkan saat kita latihan bareng hari Sabtu nanti."

Medina tersenyum. Kerudung merah mudanya berkibar terkena angin sore di kafetaria. Satu jam lalu sebelum sholat ashar, RK dan LDF Sastra melakukan rapat kembali setelah Medina mengajukan revisi yang cukup banyak untuk naskah teaternya.

Di grup WhatsApp yang berisi anggota RK dan LDF yang akan terlibat dalam teater persahabatan sempat marah saat Medina meminta untuk diadakan rapat untuk perbaikan besar-besaran naskah teaternya, yang dalam hal ini Medina mencatut novel yang ditulis oleh Gaza. Meski tidak seratus persen.

Banyak dari anak-anak RK yang melayangkan protes atas gagasan yang diajukan oleh Medina tentang cerita One in Diversity. Mereka bilang ide Medina kampungan. Karena bercerita tentang dua orang sahabat yang berbeda keyakinan dan bisa hidup rukun.

Tetapi, tiba-tiba saja Drew menyela dan justru membela Medina.

Guys, ide Mei nggak norak atau kampungan kali. Itu justru ide yang keren paraaah. Sesuai dengan tema yang diangkat pada Ospek tahun ini, "dalam bingkai Kebhinekaan". Cocok! Gue sepakat. Fix ini sih 😎

Tak kalah, Nae pun ikut berkomentar.

Gue sepakat dg apa kata Drew. Gue suka konsepnya. Gue suka orang yg berpikiran terbuka kayak Medina.

Meski Ghazi justru kebalikannya.

Nggak usah main sepakat-sepakat aja deh. Jangan ribut di chat doang. Kalau mau kita beneran ketemu buat ngebahas masalah ini. Kita lihat, cerita siapa yang layak utk dijadikan naskah fix-nya. Gue tunggu di ruang diskusi samping dekanat jam 1.

"Iya sih. Tapi... sebelumnya mereka nggak sebegitu ngakrabin kita. Terus, Mei... tadi habis rapat kenapa Jang Geun--maksudku Drew, bilang kalau sepeda kamu udah bisa diambil. Emang diambil di mana?"

Medina memang belum cerita tentang kejadian malam minggu yang berakhir ia harus menginap di Panti Lentera pada Rhum dan Atik. Dua hari ini ia cukup sibuk bolak-balik rumah sakit untuk menjenguk tantenya. Lagipula, memang waktunya belum ada. Ditambah sampai hari ini jam kuliah mereka berbeda-beda. Jadi baru saat ini saja mereka bisa bertemu dan ngobrol banyak seperti sekarang.

La fadzWhere stories live. Discover now