Takdir

1.7K 115 13
                                    

"maaf harus selarut ini" ujar pria itu

"tak apa,aku mengerti" jawab Dara mengerti, ia harus tau dan sadar akan posisinya,membuatnya mau tak mau harus mengerti akan segalanya dan menekan perasaannya.

"baguslah,karena hanya pada waktu seperti inilah tak akan ada lagi orang yang menjenguk dan keluarganya sudah pulang" ujar Daesung membuat dara kini menatapnya

"apa tak ada keluarga yang menjaganya? istrinya?" tanya Dara yang penasaran, bagaimana bisa tak ada seseorangpun yang menjaga Jiyong disaat seperti ini?

Daesung menggeleng
"sepertinya terjadi sesuatu dan istrinya pergi sebelum kecelakaan itu. Beberapa keluarga datang namun tak lama,hanya ibu mertuanya yang menjaganya sepanjang hari meski tidak sampai malam karena perempuan seusia itu tak akan sanggup menjaga Jiyong seharian" jelas Daesung membuat Dara semakin penasaran,namun bukan karena keluarga Jiying yang hanya menjenguknya sebentar tapi karena istri Jiyong yang menghilang,

apa yang terjadi sebenarnya?

"istrinya menghilang?kenapa bisa?"

"entahlah,akupun tak tau " balas Daesung
"ayo berangkat"

****

Jiyong terbaring di atas brangkar,dengan tubuh yang dipenuhi luka yang telah terbungkus oleh perban dibeberapa bagian,beberapa selang terpasang ditubuh kurusnya. Langkah dara terhenti,lututnya terasa lemas bahkan tangannya kesana kemari seolah mencari pegangan untuknya bertahan

Daesung yang melihat itupun dengan sigap langsung mengulurkan tangannya untuk membantu Dara
" kuatkanlah dirimu, kau membawa sesuatu yang menjadi harapan besarnya. Bisa jadi karena anak yang dikandungmu bisa membuat Jiyong bertahan" ujar Daesung seraya menuntun Dara mendekati Jiyong,dotariknya sebuah kursi untuk diduduki Dara.

Jiyong terdiam,hanya dadanya yang bergerak samar menandakan detak jantung yang berdegup didalamnya. Dara meraih jemari Jiyong dan meletakannya pada perut buncitnya perlahan

"bertahanlah Ji, anak ini akan datang padamu sebulan lagi"  ujar Dara pelan penuh harapan

"jangan membiarkannya lahir sendirian" lanjutnya gemetar, dadanya tiba tiba bergemuruh bahkan air matanya mendesak untuk keluar

"berjanjilah, bukan untukku tapi untuk anak ini" ujar dara sendu. Ia tahu, seharusnya ia sadar,tak perlu terbawa perasaan dalam segala perlakuan Jiyong,tak perlu ia menyimpan perasaan yang memang seharusnya tak ada. Dara tahu dan sadar bahwa kehadirannya tak berarti untuk Jiyong,bahwa kehadirannya tak lebih dari seorang perantara untuk mendapatkan keinginannya. Ya! dara harus ingat itu,sebelum perasaannya lebih dalam pada laki laki yang kini terbaring lemah






_____________________________________

sudah 2 hari Lisa terdiam di ruangan appartemen ini, mengasingkan diri dari sebuah madalah yang menjeratnya, menenangkan hati dari goncangan hebat yang membuatnya hancur, mendinginkan fikiran dari segala masalah yang rumit di hidupnya. Lisa termenung, menatap  sendu ke arah Jendela yang hanya menampilkan pemandangan pinggiran kota Seoul yang menenangkan. Ia butuh ketenangan,untuk menjernihkan otaknya dari segala hiruk pikuk permasalahan yang menimpanya.

Apa yang harus ia lakukan sekarang?

jujur

Lisa merindukannya

merindukan Jiyong yang sangat ia cintai, namun rindu itu musnah ketika ia mengingat apa yang dilakukan Jiyong, membuatnya lagi dan lagi mengeluarkan Liquid bening yang seolah olah tak pernah mengering di matanya. Lisa kembali menangis ketika mengingat penghianatan yang dilakukan Jiyong

"Hiks ... Hikss.. mengapa kau lakukan ini padaku hiks? Oppa kau jahat hiks, kau berjanji akan selalu setia padaku namun pada akhirnya kau yang mengingkari janjimu hiks, apa yang harus kulakukan sekarang hiks? aku mencintaimu tapi aku tak bisa menerima semuanya hiks, aku kecewa padamu Oppa hiks ,mengapa kau lakukan semua ini padaku hiks..." 

Lisa menangis tersedu, bahkan keadaannya jauh dari kata baik baik saja sekarang,bahkan keadaan appartemen itu lebih dari kacau, semuanya berantakan, serpihan beling dari vas dan cermin bertebaran dimana mana membuat appartemen yang lumayan luas utu terliht mengerikan seperti trlah digoncangkan badai yang besar.

"Aku tak bisa harus seperti ini" ujarnya dingin seraya menghapus air matanya dengan kasar. Lisa bangkit dengan tatapan yang tak bisa di jelaskan. Ia lalu bersiap dan pergi ubtuk menyelesaikan masalahnya. Lisa tak bisa terus diam, Lisa tak bisa terus menghindar, Lisa tak bisa harus dirundung kesakitan. Lisa tak bisa, sungguh. Lisa fikir ia harus menyelesaikan masalahnya,meskipun ia ragu dengan keputusannya tapi kini ia sedang berusaha, meyakinkan hati dan fikirannya bahwa keputusan yang akan ia ambil sudah benar.

Lisa meng aktifkan ponsel yang 2 hari ini ia nonaktifkan, ia tak terkejut mendapati ratusan panggilan dan pesan dari Jiyong, namun perhatiannya teralihkan dengan nomor sang Eomma yang terus menelfonnya. Lisa buru buru menelfon sang Eomma dengan terburu buru, masa bodoh dengan panggilan Jiyong ia tak peduli,yang ia khawatirkan kenapa Eomma nya menelfon terus menerus rak seperti biasanya?

"Hall___"

"Syukurlah sayang kau akhirnya menelfonku" ujar Eomma disebrang sana dengan Lega membuat Lisa mengerutkan dahinya bingung

"Eomma ada ap___"

"datanglah ke Rumah Sakit Utama Seoul"

Deg

"eomma kenapa? apa kau terluka? Eomma apa yang terjadi?" ujar Lisa khawatir ketika sang Eomma menyuruhnya datang ke rumah sakit

"Eomma tak apa apa nak,haya saja..."

"hanya saja apa Eomma? astaga kau membuatku khawatir" ujar Lisa

"Jiyong kecelakaan"

Degg

Jiyong?

kecelakaan?

Dunia Lisa seketika beehenti,rasanya otak jeniusnya mendadak tak bisa berfungsi. Matanya menatap kosong kedepan dengan tangan yang masih memegang ponselnya di telinga

"Ji_jiyong ke_celakaan?" ujarnya terbata bata

"cepatlah kemari Lisaya, dia sudah menunggumu "ujar sang Eomma Lirih 

"ba_baiklah"

Tutttt sambungan terputus, Lisa sudah mengakhiri pembicaraan lewat ponsel tersebut. Badannya terasa lemas dan Brukkk

,Lisa merosot jatuh ke lantai,fikirannya kosong bahkan lidahnya kelu untuk berkata.

 Apa yang harus ia lakukan?

____________________________________
TBC

Life- LalisaWhere stories live. Discover now