Bab 8 - Nyaman

5.3K 230 1
                                    

Arka hanya berdiam tak bergeming, ada rasa kegugupan diantara keduanya. Bagaimana mungkin ia harus duduk bersama wanita yang baru saja tak sengaja ia cium beberapa jam yang lalu dan sekarang ia harus duduk di samping wanita itu, kenapa nomor tempat duduknya harus di samping kursi wanita itu, kenapa Tuhan selalu mempertemukan dirinya dengan wanita yang hampir setiap kali bertemu membuatnya darah tinggi.

"Maaf," hanya kata itu yang mampu Arka ucapkan.

Alena tidak merespon sama sekali ucapan Arka, apakah dia masih kesal. No! Alena hanya tak mendengar ucapan Arka karena telinganya tengah di sumpal dengan headset.

"Saya minta maaf atas kejadian di toilet tadi," ucap Arka masih setia menatap lurus ke depan tanpa melihat Alena sama sekali.

Arka mendengus kesal lagi-lagi ucapannya tak di respon ketika Arka menoleh ke arah samping, ia mengutuki dirinya sendiri! Ia merasa seperti pria bodoh yang tengah berbicara pada dirinya sendiri.

Alena yang sedari tadi tengah asyik dengan headsetnya, merasa di perhatikan seseorang ia pun menoleh ke arah samping tempat duduknya. Bertemulah kedua bola mata berwarna kecoklatan dengan bola berwarna hitam pekat.

Deg! Detak jantung Alena berdegup cepat, ia tak dapat mengontrol jantung yang bersarang di dalam tubuhnya begitupun juga dengan Arka.

"Ada apa?" ucap Alena masih dengan menatap mata Arka.m secara spontan Arka melepas headset yang sedari tadi menempel sempurna di telinga wanita yg di sampingnya.

Arka memajukan wajahnya ke arah telinga kiri Alena.

"Saya minta maaf atas kejadian saya di toilet tadi, saya tidak ada maksud apa-apa, saya minta maaf."
kata itulah yang Arka ucapkan tepat di telinga kiri Alena, hingga membuat sang empunya bergidik merinding.

"Bisa enggak Om ngomongnya enggak usah sedekat ini?"
"Oke" ucap Arka seraya duduk kembali dengan tegap, wajahnya menghadap lurus kedepan ke arah kursi penumapang lain.
"Om pengusaha?"
"Hanya pegawai,"
"Jabatan om apa?"
"Manajer,"
"Oh," jari telunjuknya kini tengah mengetuk-mengetuk dahinya.
"Aku maafin"
"Benarkah?"seraya menatap Alena
"Iya tapi ada syaratnya,"
"Apa katakan saja?"
"Om harus bantu aku biar bisa magang di tempat perusahaan Om bekerja, bagaimana?" Arka mengiyakan syarat yang diinginkan Alena.

Apakah pria ini bodoh, jabatannya manajer dan dia bilang hanya pegawai.

Alena mengukir senyum di bibir tipisnya, kenapa tidak dari dulu saja ia meminta kepada Arka. Tapi, ini saja Arka mau membantunya karena dia merasa bersalah.

***

Kereta telah berangkat 45 menit dan sekarang kereta sudah semakin jauh melewati pemandangan indah. Secangkir kopi hitam pekat dan segelas susu cokelat panas, kini sudah ada di hadapan keduanya. Arka sengaja memesankan nya bukan hanya untuk dirinya namun juga untuk Alena.

Bola mata cokelat gadis itu mulai sayu, ia juga sudah beberapa kali menguap menandakan bahwa ia benar-benar sudah mengantuk.

Alena sedari tadi tengah sibuk mencari posisi tidur paling ternyaman, ia menyederkan punggungnya ke kursi putih yg kini ia duduki namun ia masih saja belum bisa tidur tanpa ia sadari ia menyenderkan kepalanya ke bahu kanan Arka.

Arka yang tengah asyik menyesap kopi hitam miliknya, merasa bahu sebelah kanannya terasa berat. Seketika ia menoleh ke arah samping kanan ia mendapati seorang wanita cantik tengah tertidur pulas di bahunya. Bukannya marah, justru Arka lebih memilih untuk mengukir senyum manis di bibir tipisnya.

TBC.

My Boyfriend Is Duda (END)Where stories live. Discover now