#23. "Her..."

2.1K 123 9
                                    


🎵guess i'm stuck with you, and that's that... -alan walker

***

Suasana kantin sekolah yang ramai di jam istirahat kedua, diikuti oleh kelima gadis IPS yang duduk di salah satu kursi yang memutari meja.

"Jadi, lo udah denger semua penjelasan Azka kemarin, Na?" tanya Roza.

Sena mengangguk mengiyakan, tanpa memperjelas.

Nara mengernyit. "Segampang itu?"

"Maksud lo?" Kali ini, Sena bertanya.

"Ya, kemarin-kemarin kita coba sekuat tenaga buat jelasin ke elo, tapi ternyata dia cuman datang sekali dan lo langsung menerima penjelasannya? Gak adil, Na!" Nara berseru dengan kesal.

"Masa sih?" Sena mengangkat satu alisnya. "Gue juga gak tau kenapa bucin gitu ke dia."

Alena menatap Sena dengan senyum penuh. "Oh, jadi ngaku bucin, nih?"

"Siapa bilang bucin?" Sena balas bertanya dengan kening berkerut.

"Tadi, lo bilang," balas Alena sengit.

"Gue bilang benci banget sama dia, bukan bucin!" Sena menjawab dengan nada penekanan.

Alena melengos, seraya menatap Sena kesal. "Masih sakit nih orang!"

Adriene berdeham pelan, membuat keempatnya menatap cewek itu serentak.
"Bentar lagi semester lima bakal selesai. Udah pada nyari universitas belum?"

Seketika Alena menjetikkan jarinya di depan wajahnya. "Gue udah mikirin ini semua, gue bisa ngeramal masa depan kita, guys. Gue bakal jadi Akuntan di UI, Adriene jadi sekolah jurnalis di luar negeri, Sena juga pasti bisa lanjut ke luar negeri dengan jurusan apapun dia kayanya mampu, terus Nara ke UGM jadi mahasiswi psikolog, dan Roza mau jadi penyiar berita berarti ambil Ilkom di UI sama gue. Keren banget, kan?!"

Keempatnya menatap Alena yang terlalu bersemangat merancang -imajinasi- masa depan mereka, dengan kening berkerut.

Roza menghela napasnya pasrah. "Gue sebenarnya sadar diri sih, ada universitas negeri yang mau nerima gue aja, udah syukur banget kok."

Nara ikut meluruhkan bahunya di sandaran kursi. "Gue juga. Ortu gue gak bakal bolehin anaknya tinggal jauh dari mereka, karena gue lemah."

"Lagian, gue gak yakin Harvard bakal nerima gue," balas Adriene masam.

Sena ikut menyangkal imajinasi rancangan Alena. "Ya ampun, mikirin jurusan aja belum tahu, apalagi universitas. Dan lo bilang sekolah luar negeri? Yang bener aja!"

Alena tercengang mendapati jawaban super pesimis dari teman-temannya. Perempuan itu menggebrak mejanya sedikit keras, menatap teman-temannya dengan kesal. "Ini tuh rencana masa depan. Seenggaknya gue bisa tahu kalau lo udah punya pilihan. Optimis dikit kenapa, sih?"

Keempatnya terdiam kembali. Malas mendebati Alena dan semangatnya.

"Aminin, dong. Kan gue udah ngerancang masa depan lo semua. Siapa tahu malaikat denger terus jadi mencatat kata-kata gue dan mengabulkan."

"Amiin..." Kempatnya menjawab perkataan Alena serempak.

Kelimanya terdiam, untuk membiarkan diri mereka menikmati santapan untuk mengisi perutnya di siang hari. Beberapa detik kemudian, suara ramai dan teriakan di sudut kantin membuat seisi kantin, menengok ke sumber suara. Begitu juga kelimanya.

"Bagus banget, lo udah numpahin minuman ke sepatu gue!" Seorang perempuan dengan aksesoris ramai, berteriak ke seseorang di depannya. Didampingi kedua dayangnya.

Girls Meet BoysWhere stories live. Discover now