17. Ketemu

23 5 0
                                    

Deo bangkit dari posisi tidurnya. Dia melihat sekelilingnya yang tampak asing. Dia baru sadar, bahwa sekarang dia berada di Hoins.

Deo ingat bahwa sosok manusia berbeda dengan sosok peri. Oleh karena itu, dia membuat dirinya transparan, agar tidak ada manusia yang melihatnya.

***

Laudilla menbawa sarapan ke kamar Deo. Namun, tidak ada Deo di dalam kamarnya. Laudilla kembali menutup pintu kamarnya, mencari Deo di luar.

Laudilla terbang mendekati salah satu penjaga yang kebetulan berdiri di lorong itu. "Permisi. Apakah kamu melihat Pangeran keluar dari kamarnya?"

"Dari tengah malam saya jaga, saya tidak melihat Pangeran lewat."

"Terima kasih." Laudilla melempar senyumannya lalu terbang meninggalkan penjaga tadi.

Laudilla terbang ke lantai 1 menanyakan penjaga yang berjaga dari tengah malam, bahkan juga pelayan yang baru tadi pagi tadi. Jawaban mereka semua sama, tidak melihat Deo. Laudilla mencari ke ruang baca Deo, bahkan taman belakang, hasilnya sama, tidak ada.

"Sebenarnya kamu di mana, Deo?"

***

Aldorf mencari buku itu semalaman. Dia tetap tidak menemukan cover warna ungu itu. Hal ini yang menyebabkan dirinya tidak bicara dengan Fery. Fery yang merasa Aldorf tidak menghargai barang dari ibunya, sedangkan Aldorf tidak merasa bersalah.

Mau tidak mau, Cessia menjadi duduk di samping Aldorf. Selama pelajaran, entah kenapa Cessia terus ingin melihat ke arah Aldorf dan Fery. Dia bingung harus melakukan apa agar dua sejoli itu baikan.

Setelah bel istirahat pertama, Fery memilih main ponsel di kelas, sedangkan Aldorf pergi ke kantin bersama Cessia. Cessia memakan bareng Aldorf di kantin, tetapi seakan-akan Aldorf tidak ada di sini. Dari tadi Aldorf hanya mengaduk makanannya.

"Dorf."

Aldorf menatap Cessia. "Kenapa?"

"Kalau gak mau makan, gak usah mesen makanan."

"Aku mau makan kok." Aldorf langsung menyuapkan sesendok makanan ke mulutnya.

Cessia memakan makanannya sambil menatap Aldorf yang duduk di hadapannya. Tiba-tiba saja sebuah pertanyaan muncul di kepalanya.

"Dorf."

"Hm?"

"Gak ada yang ingat Sanly dan Sanny, ya?" bisik Cessia.

Aldorf mengangguk. "Karena mereka masuk pakai manipulasi pikiran. Nanti kalau kamu dan Fery keluar, juga gitu."

Cessia mengangguk, kembali memakan makanannya.

***

Laudilla menemui raja, setelah yakin bahwa Deo tidak ada di istana. Dia merasa bahwa hal ini harus diketahui raja.

"Benarkah Deo tidak ada di istana?"

"Benar, Yang Mulia."

"Apakah dia pergi ke kerajaan lain seperti yang pernah kamu lakukan?"

Laudilla menggeleng. "Kalau dia pergi ke kerajaan lain, seharusnya dia mengajak satu orang untuk menemaninya. Lagi pula, dia tidak mengenal akrab penerus-penerus kerajaan lain."

Nazka berpikir keras, ke mana anak keduanya pergi. Padahal sebelumnya Deo tidak pernah hilang mendadak dari istana seperti sekarang.

"Apa mungkin Deo pergi ke Hoins?"

"Hoins? Memangnya Pangeran buat apa ke sana?"

"Saat Fery melapor kalau Putri Sorsam hampir ambil mata Cessia, Deo tampak marah. Jadi mungkin ini alasannya."

"Bagaimana Pangeran tahu caranya pergi ke Hoins?"

"Dia melihat Fery melakukannya, mungkin?"

***

Cessia merasa tidak nyaman duduk di antara dua sejoli yang sedang berantem. Apa lagi dia tidak mengetahui masalah mereka.

"Sebenarnya kalian kenapa sih?"

Tidak ada satu pun dari mereka yang menjawab. Tidak ingin memberitahu Cessia atau tidak ingin mengingat masalah itu lagi? Cessia tidak tahu jawaban yang pasti.

"Kalian ribut kenapa sih?"

Aldorf menghela napasnya. "Sebenarnya kami mencerita sebuah buku, bercover ungu. Tapi gak ketemu, jadi ya gitu."

Cessia teringat buku yang pernah dia pinjam dengan Aldorf, bercover ungu. "Bentar." Cessia segera lari ke kamarnya, mengambil buku yang dia simpan di meja. Cessia menjulurkan buku itu di hadapan Aldorf. "Ini bukan?"

Aldorf membuka halaman belakangnya, terdapat gambar gembok hitam. "Fer."

Fery memasukkan sihirnya ke gambar gembok tersebut. Tiba-tiba, gembok itu menjadi nyata berubah warna menjadi ungu bersamaan dengan bertambah halamwn belakang buku. Fery membuka gembok tersebut dan membuka lembaran selanjutnya, lalu meletakkan cincin takhta di bagian tengah halaman yang dilubangkan. Setelah mengunci gembok tersebut lagi, halaman itu kembali menjadi halaman terakhir.

"Aku tidak tau Lebis punya buku sebagus ini," kata Cessia sambil menatap buku itu dngan kagum.

"Itu buku Ibuku yang membuatnya," ucap Fery.

Cessia mengangguk, seakan paham permasalahan mereka.

***

Deo terbang ke sana kemari dengan tubuh transparan untuk mencari sosok Cessia. Sampai sekarang matahari sudah muncul, dia masih tidak menemukannya.

Ada sebuah motor yang menarik perhatiannya. Deo bisa melihat bahwa pengendara itu menggunakan sihir memperlambat waktu.

Deo segera mengikuti motor itu yang berbelok ke arah sekolah. Setelah dia memperhatikan baik-baik orang yang mengendarai motor itu adalah Fedsel. Fedsel memarkirkan motornya di parkiran belakang langsung menuju kelasnya di lantai dua. Deo memilih untuk menunggu di dekat motor Fedsel. Siapa tahu dia bisa segera membawa Cessia pulang.

***

Setelah pemanasan, Cessia disuruh pak Indra untuk mengambil bola basket di gudang dekat parkiran belakang, ini karena seksi olahraganya tidak masuk hari ini. Cessia berlari kecil untuk segera sampai gudang. Cessia mengambil bola basket, saat berniat menutup pintu gudang ada sesuatu yang memukul punggungnya keras. Cessia menduga makhluk yang memukulnya adalah makhluk dari Lebis karena dia mengetahui kelemahan peri. Sebelum pingsan, Cessia sempat mendengar suara cowok yang berbisik, "Ketemu."

***

Tbc.

Oke, gantung sekali. Dan juga di bab ini panyak skipnya wkwkwk

Lebis : DivorcioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang