5. Sekolah

49 11 8
                                    

Dari siang ke malam, matahari ke bulan, dan hari berganti hari. Bahkan ini sudah 8 hari dari kejadian di mall. Namun, kejadian kilauan merah di mata Aldorf tetap tidak bisa menghilang dari kepala Cessia. Sialnya, tiap kali bertemu dengan Aldorf, dia harus berusaha menutupi rasa groginya padahal dia sudah tidak melihat kilauan merah itu.

Kini gadis berambut putih itu berdiri di depan ruang baca Aldorf yang ada di lantai dua atas perintah Fery yang menyuruhnya mengajak Aldorf sarapan. Kalau kalian bertanya mengapa Cessia tahu, jawabannya karena ada gantungan bertulis ruang baca Aldorf di pintu biru itu. Cessia yang kedua kali naik ke lantai atas ini, mengetuk pintu di hadapannya.

"Masuk."

Cessia masuk sesuai perintah Aldorf. Matanya melihat rak-rak buku yang tinggi, di hadapannya ada sebuah jendela yang besar, di tengah ruangan ada sebuah sofa dan meja kecil. Ia yang pertama kali masuk ke ruangan ini melongo, ini benar-benar mirip dengan ruang baca Azka.

Cessia teringat pada sebuah prajurit yang memberi kabar bahwa Azka meninggal di dunia manusia, tanpa diketahui bagaimana meninggalnya. Saat itu dia yang kebetulan bersama raja, dia syok mendengar kabar itu. Selama sebulan dia tidak ingin bicara dengan siapapun. Atas bujukan Laudilla, dia perlahan kembali menjadi dirinya yang dulu. Sungguh sebuah ingatan yang pahit. Andai dia bisa meminta malaikat untuk menghapus ingatannya yang satu itu, dia akan melakukan apa pun untuk membalas kebaikan malaikat itu.

Lambaian tangan di depan matanya, membuat pikirannya buyar. Cessia mendadak merasa kikuk dipandang oleh Aldorf.

Cessia segera mundur, menjaga jarak dengan Aldorf. "Tadi Fery menyuruhku memanggilmu untuk sarapan."

Setelah mengucapkan itu, Cessia segera meninggalkan Aldorf.

Aldorf sebenarnya merasa heran dengan sikap Cessia akhir-akhir ini yang seperti menghindarinya, padahal saat di mall Cessia sudah mulai terbuka padanya. Namun, saat pulang .... Ah, dia baru sadar bahwa Cessia mulai aneh saat pulang. Apakah dirinya melakukan kesalahan?

***

Deo duduk di sofa dengan pakaian dari daun kuning, mengingat sekarang masih musim gugur. Dia menatap daun yang berjatuhan dari jendela ruang bacanya. Sejak kepergian Cessia, dia tidak lagi suka membaca di lapangan istana.

Telinganya menangkap suara ketukan pintu. Dua belas ketukan, membuatnya tahu bahwa yang mengetuk pintu adalah Laudilla. Kini dia rindu dengan tiga ketukan yang sering mengetuk pintunya 3 tahun lalu.

"Masuk," ucapnya sebelum semakin terhanyut dalam pikirannya.

Tanpa dia membuka pintu, Laudilla bisa membuka dengan sihirnya. Sampai saat ini dia bingung kenapa ayahnya mengatur kunci itu bisa dibuka dengan sihir Laudilla.

"Deo, kamu tidak mau makan siang?"

"Tidak."

Laudilla mendengus. "Kamu pikir kamu hebat bisa menahan lapar selama tiga hari ini. Hebat itu kalau kamu bisa menyaingi kekuatan Raja. Kalau kamu mati kelaparan aku tidak akan peduli!"

Laudilla meninggalkan Deo dengan kesal, sampai tidak menyadari bahwa dia menjatuhkan surat dari Cessia. Deo memungut kertas itu lalu menatap ke arah pintu yang sudah tertutup. "Sudahlah, mungkin bisa kembalikannya, nanti."

***

Cessia tersedak susu putihnya ketika melihat Aldorf di anak tangga.

Lebis : DivorcioOnde histórias criam vida. Descubra agora