14. Terungkap

24 5 0
                                    

Nazka memasuki ruang pertemuannya, Fedward sudah ada di sana. Nazka duduk di kursinya yang tinggi sedangkan Fedward berdiri jauh di depannya. Nazka menatap Fedward yang memakai kain yang menutupi mata kiri.

"Apakah kemarin kamu bertemu lagi dengan istrimu di perbatasan?" tanya Nazka

"Iya, Yang Mulia."

Nazka menghela napas lelah. "Kamu seharusnya tidak bertemu lagi dengannya, karena dia Sorsam, ini akan membahayakan kalian. Selain membahayakan dirimu dan dirinya, hal ini juga membahayakan kerajaan Feecris. Kamu tahu, kan?"

"Maafkan hamba, Yang Mulia," kata Fedward sambil membungkukkan badannya.

"Sudah terlambat untuk minta maaf, karena kerajaan Sorsam sudah tahu kelakuanmu di masa lalu. Maka dari itu, kemarin Putri Sorsam, Siva datang ke sini untuk meminta mata beriris violet."

"Maafkan hamba, Yang Mulia."

"Pikirkan saja apa rencana Siva, sampai-sampai dia menginginkan mata beriris violet."

"Baik, Yang Mulia. Sesegera mungkin hamba akan pergi ke kerajaan Sine untuk menanyakan hal ini."

"Memastikan kerajaan Sine berada di pihak kita."

"Baik, Yang Mulia."

***

Cessia menatap Sanny dengan heran. Hari ini dia tidak datang terlambat seperti biasanya, Cessia merasa aneh. Namun, dia berusaha berpikir bahwa Sanny ingin berubah menjadi lebih baik.

Saat mulai jam pelajaran hingga saat ini, Cessia merasa Aldorf terus memperhatikannya. Saat Cessia menoleh ke arah Aldorf--tepat di sebelah kanannya, dia tidak mendapati Aldorf yang melihatnya. Bahkan saat Cessia memperhatikan penjelasan guru, guru itu memanggil nama Aldorf untuk menjelaskan ulang, Aldorf menjawab dengan betul. Apakah firasatnya sudah tidak kuat lagi karena di Hoins? Dia tidak tahu pasti jawabannya.

Bel istirahat berbunyi, Aldorf bersikukuh mengajaknya ke kantin bersama Fery. Padahal Cessia yakin, bahwa Aldorf tahu dirinya membawa bekal. Dia tidak paham dengan pikiran cowok itu. Sesampainya di kantin, Fery pergi memesan makanan untuk mereka, sedangkan Aldorf dan Cessia mencari tempat duduk. Mereka menemukan tempat kosong di tengah-tengah kantin, sebenarnya tempat itu kurang nyaman karena akan banyak siswa-siswi yang mondar-mandir, tetapi mau tidak mau mereka duduk di sana.

"Bukankah aku sudah melarang kamu untuk dekat-dekat dengan Sanny?" kata Aldorf setelah mereka duduk.

"Aku duduk sebangku sama dia, tentu saja aku akan dekat dengannya. Lagi pula, kamu tidak ada alasan yang jelas untuk melarangku, Dorf."

"Fery memperingatiku ...."

"Memperingatimu untuk memperhatikan orang yang terus melihatku kemarin? Memangnya salah apa Sanny terus memperhatikanku kemarin? Kami baru saja akrab kemarin."

"Tetap saja harus jaga-jaga. Bagaimana kalau dia punya niat jahat seperti dugaan Fery?"

"Itu hanya dugaan tanpa alasan. Lagi pula kemarin aku tidak mendapatkan firasat buruk saat dekat dengan Sanny."

"Bisa saja hari ini ...." Aldorf menghentikan kalimatnya saat melihat sosok Sanny memasuki kantin.

Sanny dan Sanly berjalan beriringan memasuki kantin, Sanly pergi membeli makanan sedangkan Sanny mencari tempat duduk. Pandangan Sanny tertuju pada Aldorf dan Cessia langsung melangkah mendekati mereka.

"Hai, aku boleh gabung?"

Aldorf baru saja akan mengeluarkan suara, kalah cepat dengan Cessia. "Gabung aja."

Sanny duduk di hadapan mereka dengan senyumannya. Aldorf menatap Cessia dengan tajam sedangkan Cessia dengan tatapan remehnya. Kedatangan Fery membuat keduanya memalingkan wajah. Fery kebingungan melihat tingkah mereka. Fery memulai pembicaraan, sembari menunggu kedatangan Sanly.

***

Fedward dengan kain penutup mata kirinya terbang menuju kamar Nazka. Ia memasuki kamar Nazka setelah mendapatkan izin.

"Yang Mulia, hamba rasa sudah menemukan rencana Siva."

Nazka yang berdiri di balkon membalikkan badannya. "Apa yang sudah kamu dapatkan?"

"Pertama, Siva datang ke sini hanya bersama pelayan pribadinya, padahal dia membawa nama perdamaian, seharusnya Raja Sorsam yang datang kemari. Itu tandanya Siva tidak serius ingin berdamai. Kedua, permintaan Siva itu jelas-jelas menunjukkan bahwa Siva ingin menjadi Feecris atau ingin mendapatkan sihir Feecris. Terakhir, Siva malah balik menyerang Laudilla waktu itu, padahal dia membawa perdamaian.

"Jadi, menurut hamba itu adalah sebuah perlawanan. Kemarin itu hanya alasan dia ingin mendapatkan kekuatan Feecris."

Nazka mengangguk beberapa kali, menyetujui yang dikatakan Fedward. "Tetapi kenapa dia menginginkan perlawanan?"

"Menurut hamba, ini ada kaitan dengan kematian Raja dan Ratu Sorsam 15 tahun yang lalu."

***

Cessia merasakan sangat mual pada jam istirahat kedua. Mungkin karena dia sudah sarapan dan masih memakan banyak tadi jam istirahat pertama. Dia memasuki salah satu bilik kamar kecil untuk memuntahkan isi perutnya. Namun, tidak ada yang keluar. Cessia terduduk sembari menyandar pada pintu bilik yang tertutup. Baru saja Cessia ingin keluar, sebuah suara menghentikannya.

"Kak Siva, sebenarnya siapa yang kamu incar?" Cessia kenali suara ini, suara Sanly.

Suara air keluar, ada yang membuka air wastafel bersamaan suara gadis yang ngomong, tetapi samar-samar. Cessia tidak bisa mendengar dengan jelas. Suara keran air dimatikan bersamaan dengan gadis yang sudah berhenti bicara.

"Aku penasaran, Kak. Cepat kasih tau aku."

"Aku rasa kamu cukup pintar untuk menebak pikiranku." Ini suara Sanny, Cessia mengenalinya.

Namun, Cessia mengerutkan dahinya. Kenapa Sanny dipanggil Siva? Atau memang hanya ada tiga gadis di luar?

"Kak Siv ... Kak Sanny, anak baru ya? Kelas mana?" Suara Sanly terdengar semakin kecil beriringan dengan suara kaki yang berjalan menjauh.

Cessia menekan tombol untuk menyiram closet walau tidak ada apa pun, lalu keluar dari bilik tersebut. Dia mendekati wastafel lalu membuka keran untuk mencuci tangannya. Setelah mematikan keran tersebut, dia memperhatikan bayangannya di cermin.

"Kenapa Sanny dipanggil Siva? Dan juga kenapa nama Siva terdengar tidak asing?"

***

Tbc.

Akhirnya tahu siapa itu Siva kan, hihi.

Lebis : DivorcioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang