13. Alasan

23 6 0
                                    

Setelah Deo membawa Laudilla keluarga dari ruangan pertemuan, mereka memutuskan untuk pergi ke ruang baca Deo. Deo ingin bertanya banyak hal kepada Laudilla.

"Sejak kapan kamu pergi ke kerajaan lain bersama Cessia?"

"Tidak lama dari berita meninggalnya Azka."

Deo merasa kesal, lagi-lagi tentang Azka dan dia semakin tidak tahu banyak tentang Cessia. Dia berusaha menahan kesalnya, agar Laudilla tidak mengetahui perasaannya. "Kalian pergi ke kerajaan mana saja?"

"Semua, kecuali Sorsam. Kalau aku dan Cessia ke Sorsam, sama aja kami mengantar nyawa kami."

Deo mengangguk paham. Kerajaan Sorsam dan Feecris bermusuhan sejak 15 tahun lalu, saat terbunuhnya ratu Feecris dan juga raja ratu Sorsam. Saat ini, yang menjadi raja Sorsam adalah orang kepercayaan Putri Sazkia, Putri Sazkia akan menjadi ratu Sorsam saat dirinya siap.

"Bahkan kamu ke kerajaan Anblo (setengah malaikat dan setengah iblis) dan Exger (alien)?"

"Memangnya kenapa kalau aku dan Cessia ke sana? Kami juga bisa penasaran bagaimana bentuk kerajaan itu sekarang, mengingat saat perang dulu kedua kerajaan itu mengalami kerusakan paling banyak."

"Aku hanya khawatir."

Laudilla menatap Deo dengan aneh. Entah kenapa dia merasa kalimat itu tertuju padanya. Atau, dirinya saja yang terlalu percaya diri.

"Ya, aku tau kamu mengkhawatirkan Cessia. Tapi bukankah sekarang dia baik-baik saja?"

"Sekarang dia bisa saja tidak baik-baik saja di Hoins. Sampai sekarang saja dia tidak menghubungi kita."

Laudilla mengerti Deo khawatir. Namun, bukankah itu sedikit berlebihan? Dia mengkhawatir gadis lain di hadapan pasangannya. Yang benar saja? Namun, bukan Laudilla kalau tidak bisa bersikap baik-baik saja. "Aku yakin dia akan baik-baik saja. Lagi pula, bukankah ada Fedsel yang melakukan sesuatu di Hoins?"

***

Sudah selesai menonton film. Selama itu juga, Aldorf selalu memperhatikan gerak gerik Sanny. Dia merasa ada yang tidak beres. Sebenarnya ini juga karena percakapan yang terjadi dengannya dan Fery di rumah tadi.

"Cessia menggunakan sihir pada bajunya," bisik Fery pada Aldorf.

Aldorf mengerutkan dahinya. "Tau dari mana kamu? Lagi pula aku tidak melihat apa pun di bajunya."

Fery memutar bola matanya. "Aku bisa melihatnya. Lagi pula, kamu sudah hampir tidak menggunakan sihirmu 6 bulan, tentu saja kamu tidak melihatnya. Kalung sihirmu juga kamu sembunyikan, aku heran kenapa kamu bisa hidup tanpa kalung sihirmu itu."

"Jangan bahas tentangku. Sekarang kita sedang bahas tentang Cessia."

"Ya-ya, baiklah. Aku hanya ingin mengatakan, kalau ada orang yang terus memperhatikan Cessia, bisa saja dia punya niat jahat. Aku punya firasat buruk hari ini."

Akibat percakapan singkat mereka juga, Aldorf tidak konsentrasi menonton film tadi, padahal film aksi adalah film kesukaannya. Kini pandangan tertuju pada Cessia yang tertawa bersama Sanly, di samping Sanly terdapat Sanny yang terus memperhatikan Cessia. Dia merasa, itu bukanlah Sanny, mengingat Sanny yang tinggi badannya setara dengan Sanly, tetapi hari ini Sanny lebih tinggi dengan flat shoes.

Seseorang menepuk bahunya, membuat Aldorf menoleh. "Kenapa ayahmu telepati?" bisik Aldorf.

"Siva datang ke kerajaan. Menyebabkan tembok ruang pertemuan hancur," bisik Fery.

Aldorf mengangguk paham. Tidak ingin membahas lebih banyak soal Lebis di tempat umum. Terlebih lagi, di sini ada juga yang datang dari Lebis. Cuman, mereka belum tahu dia berasal dari kerajaan mana. Bisa gawat kalau dari Sorsam.

Cessia mengalihkan pandangannya tertuju pada Aldorf dan Fery. "Sudah selesai dari toiletnya, Fer? Kalau gitu, kita pulang sekarang yuk."

Mereka yang masih ada di sana menjawab pertanyaan dengan anggukan dan juga jawaban setuju.

***

Siva melangkah memasuki rumahnya di Hoins lewat pintu belakang. Baru saja memasuki rumahnya, pandangannya langsung tertuju pada Sazkia yang sedang menonton televisi dengan makanan ringan di pangkuannya. Siva mendaratkan bokongnya di samping Sazkia.

"Kenapa larut sekali baru sampai? Bahkan Seri sudah tidur."

Pertanyaan Sazkia itu membuat Siva menatap jam dinding. Jam tersebut sudah menunjukkan pukul 11.55 sudah hampir tengah malam.

"Itu semua karena raja sialanmu itu."

Sazkia terkekeh. "Dia Raja Sorsam, artinya dia juga rajamu, Siva."

"Kau tahu? Dia sangat tidak cocok jadi raja. Setelah aku pulang dari kerajaan Feecris, dia malah mendatangi kamarku untuk menanyakan banyak hal tentangmu, padahal dia sedang banyak pekerjaan. Raja macam apa yang melalaikan pekerjaaannya. Lagi pula, bukankah kamu baru di sini sehari. Kamu juga bukan ratunya, kenapa dia harus kepo berlebihan seperti itu."

Lagi-lagi, Sazkia terkekeh. "Dia akan tetap menjadi raja, walau dia telah menyerahkan tahta padaku."

"Kamu serius mau menikahinya?" Sazkia mengangguk. "Aku harap kau tidak menyesali pernikahan kalian lalu berakhir bunuh diri."

"Tentu saja tidak akan terjadi." Sazkia kembali menatap televisi yang ada dihadapannya, sesekali memakan kudapannya. "Ah iya, aku sudah mendekatkan diri pada Cherol, gadis yang kamu cerita kemarin."

"Bagus. Apakah dia benar-benar dari kerajaan Feecris?"

"Tadi aku melihat sihir kilauan ungu di bajunya, sepertinya dia memang dari Feecris."

"Ah, kalau begitu aku akan bersantai sedikit beberapa hari ini."

"Sebenarnya apa rencanamu? Aku punya firasat buruk terhadap rencanamu ini."

"Sudah aku bilang, yang aku lakukan ini tidak akan memengaruhi kerajaan Sorsam, jadi Kakak tenang saja."

"Kamu harus hati-hati, kamu ini putri Sorsam. Kalau sampai kelakukanmu keterlaluan, kerajaan Sorsam harus membayar itu membayar kelakuanmu itu. Jadi aku sangat harap padamu, jangan keterlaluan."

"Aku paham. Kamu sedang melindungi rajamu itu bukan? Aku paham, kamu tenang saja. Kamu bisa pulang ke Lebis besok."

***

Seri yang sedang sarapan di meja makan tiba-tiba melotot mendapati sosok kakaknya yang sudah lengkap dengan seragam keluar dari kamar. "Kak Siva, tumben kamu awal? Enggak kerasukan, kan?"

Siva memutar bola matanya lalu duduk di hadapan Seri. "Emangnya salah kalau aku bangun awal?"

"Enggak sih, cuman ya kan biasanya Kak Siva gak bangun-bangun."

"Mulai sekarang aku akan terus bangun pagi, jadi terbiasa meligatku bangun awal."

"Ini bagian dari rencana Kakak?" Siva mengangguk. "Sebenarnya siapa yang Kakak incar? Teman sekelas? Seangkatan? Adik kelas? Atau kakak kelas?"

"Kamu akan tahu nanti, Seri."

***

Tbc.

29 Des 2018

Lebis : DivorcioWhere stories live. Discover now