Qq

4.8K 526 26
                                    

"Miss Lova," panggilan itu membuat Lova menoleh.

Mem Cicih terlihat mendekatinya dengan wajah sedikit berkerut. "Bisa bantu saya?"

"Ada apa, mem? Saya siap bantu." Lova langsung menyatakan kesediaannya.

Perempuan paruh baya itu duduk di samping Lova yang sedang mengoreksi tugas murid-muridnya.

"Saya harus pergi 3 hari ke rumah orang tua saya. Ibu saya sakit, miss." Lova langsung mengerti arah pembicaraan ini. "Apa miss Lova bisa menggantikan saya selama 3 hari itu?"

Sesaat Lova menahan napasnya karna terkejut. 3 hari ngajar 10 kelas, sendirian?! Lova yakin bahwa dia akan keteteran.

Tapi menolak mem Cicih yang selalu baik dengannya juga tidak mungkin. Meminta pertolongan dengan empat guru lainnya lebih tidak masuk akal. Mereka pasti memilih untuk pura-pura tidak tau.

"Iya, mem." Lova berucap kemudian. "Saya bakal gantiin ngajar di kelas selama mem gak ada."

Senyuman tercipta dari mem Cicih. "Makasih banyak, miss. Maaf karena saya ngerepotin miss begini."

Ah, gak bakal bisa nolak kalo begini mah. Senyumnya buat inget sama ibu di kampung.

"Gak papa, mem. Cuma ini yang bisa saya bantu."

Toh selama ini, mem Cicih juga melakukannya sendiri sebelum Lova datang ke sekolah itu.

Lova pikir, dia pasti juga bisa melakukannya karena lebih muda dari mem Cicih.

Masa iya anak muda kek gue cepet ngeluh.

Dan terbilang hari ini, setelah mem Cicih pergi di pertengahan jam sekolah, Lova disibukkan dengan mengajar ke semua kelas sembilan.

Untung saja, jadwal mereka tidak bertumburan meskipun Lova tidak punya waktu istirahat.

Lova menghela napas lelah saat harus kembali masuk ke kelas. Kelas terakhir untuk Lova hari ini.

Kelas IX A. Gosipnya murid-murid di dalam kelas itu memiliki kepintaran lebih baik dari kelas-kelas lainnya. Tapi sikap mereka tidak jauh beda dengan kelas yang Lova datangi sebelumnya.

Lova hanya mampu menghendikkan bahunya. Lima kelas yang mem Cicih berikan untuknya memang kelas yang memiliki kelakuan luar biasa tidak baik.

Lova tebak, mem Cicih sengaja memberikannya lima kelas itu karena merasa dia masih muda dan mampu mengontrol anak-anak nakal seperti lima kelas yang di ajarnya.

Mem Cicih tidak salah, bahkan Lova memaklumi. Mem Cicih sudah cukup tua jika harus berhadapan dengan murid yang kelakuannya diluar batas.

Buktinya Lova bisa dengan cukup baik beradaptasi dengan anak-anak yang sering disebut bandel. Hanya cukup memberi mereka ruang untuk berbicara, dan Lova sebagai guru cukup menjadi seorang pendengar.

Anak-anak bahkan lebih leluasa mengutarakan apa yang mereka inginkan pada Lova. Meskipun baru satu bulan lebih mengajar mereka.

Lova mencepol rambutnya untuk bersiap. Menghembuskan napas kuat untuk menyemangati dirinya sendiri.

Lo milih baju cerah banget hari ini, Lov. Muka lo jangan malah sebaliknya. Semangat!

12 [Sudah Pindah Ke Ican Novel Dan Kubaca]Where stories live. Discover now