Gg

5.7K 593 48
                                    

"Kenapa gak ngomong dulu sih kalo mau dateng? Kan acara saya sama Evelyn jadi terganggu."

Meski kesal, Lova tetap duduk di kursi penumpang karena paksaan dari Alder. Dengan ancaman pekerjaannya akan ditambah dan tidak akan ada bonus bulanan jika Lova tidak menuruti inginnya.

Bagi Lova, bonus bulanan adalah uang untuk merawat diri. Uang yang bisa digunakannya untuk sekedar membeli parfum dan deodoran. Sebab gaji bulanan dia berikan seluruhnya pada orang tuanya untuk biaya sekolah Arnav.

Lova sangat senang bisa membantu kedua orang tuanya dan bisa menyekolahkan Arnav sampai sekarang. Meski banyak orang yang menganggapnya gila kerja untuk mendapatkan bonus lebih besar, Lova tidak pernah merasa sakit hati. Toh memang itu yang terjadi.

Mereka tidak tahu apa yang Lova dan keluarganya hadapi untuk bisa bertahan hidup. Berkomentar adalah hal yang paling mudah dilakukan. Tapi untuk mengerti dan memahami, tidak semua orang ada di level setinggi itu.

Jika sekarang kehidupannya menjadi lebih baik, itu jelas karena usaha dan doa yang Lova dan keluarga lakukan.

"Evelyn bilang kalian gak ada acara."

"Karena bos dateng dia jadi ngomong gitu."

Alder menghendikkan bahu. "Lagian aku gak punya nomor handphone kamu."

Benar. Kabar baik bahwa Alder tidak memiliki nomor handphonenya. Sesaat Lova tersenyum karena merasa menang.

"Minta langsung dari kamu itu gak mungkin. Nanti aku minta ke mas Gustian aja. Sekalian ngasih tahu beliau kalo perempuan yang aku kejar selama ini kamu."

Lova langsung menoleh, mendapati senyuman pongah dari pria yang bahkan tidak melihatnya.

"Nanti saya kasih. Gak usah minta ke pak Gustian. Bakal ribet kalo dia tahu."

"Tahu apa? Tahu kalo kamu pacar aku?"

"Siapa bilang kita pacaran?!"

"Ya aku, kan? Baru aja aku bilang gitu." Lova menggigit bibir bawahnya menahan amarah.

"Jangan buat gosip yang gak-gak deh!"

"Kamu gak suka?"

"Gak!" Lova melihat ke arah Alder yang ternyata sudah melihatnya lebih dulu.

Telapak tangan Lova terkepal. Getaran itu kembali membuat napasnya tercekat di tenggorokan. Alder melihatnya lekat.

"Ah!" kembali pria itu melihat ke arah jalanan. "Aku tahu, perjuanganku bakal panjang buat dapetin jawaban 'iya' dari kamu."

Lova diam. Masih mengepal tangannya untuk menetralkan jantungnya yang seperti akan meloncat keluar dari tempat.

"Mau ke mana sih?"

"Ke mana aja. Asal kamu gak ngindar dari aku."

Kalimat sarkatik itu berhasil Lova tersedak salivanya sendiri. Sehebat apa pria di sampingnya ini Lova tidak ingin tahu. Tapi mengetahui bahwa beberapa hari ini Lova menghindarinya, Lova rasa Alder terlalu peka.

***

"Sayang, bangun. Kita udah sampe."

Usapan lembut di ujung kepalanya membuat Lova terbangun dan langsung memicing ke arah Alder yang hanya tersenyum.

"Sayang-sayang. Seenaknya banget manggil anak perawan orang." Kekehan terdengar sebagai balasan.

Lova tidak tahu seberapa lama dia tertidur. Tapi perjalanan mereka memang cukup jauh.

Taman safari. Tempat yang selama ini ingin sekali Lova kunjungi. Lova suka dengan hewan dan berinteraksi langsung. Tapi karena kesibukannya, Lova jadi tidak punya banyak waktu untuk memanjakan diri berjalan-jalan.

12 [Sudah Pindah Ke Ican Novel Dan Kubaca]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant