Ditambah dengan kejadian dua hari yang lalu di rumah yang Alder sebut 'rumah kita'.

Lova masuk dengan langkah ragu. Rumah itu terlalu besar bagi Lova yang sudah hampir sepuluh tahun hanya tinggal disebuah kontrakkan kecil.

Rumah dengan dominasi warna coklat di bagian luar, lalu warna putih menyambut Lova setiba di dalam. Rumah itu benar-benar indah.

 Rumah itu benar-benar indah

Deze afbeelding leeft onze inhoudsrichtlijnen niet na. Verwijder de afbeelding of upload een andere om verder te gaan met publiceren.

"Sayang, masuk. Liatin rumahnya, kalo kamu gak suka kita bisa renovasi ulang," ujar Alder kala itu. "Aku mandi dulu." Setelah tersenyum, Alder berlalu menuju tangga. Lova terka bahwa kamar Alder ada di lantai atas.

Lova tidak bisa berucap barang sepatah. Dia terlalu terkejut dengan apa yang saat ini dilihatnya. Rumah besar ini milik Alder, bersama dirinya?

Bukan, Lova tidak tergiur dengan segala kemewahan yang Alder tawarkan. Lova hanya tidak menyangka Alder sudah mempersiapkan banyak hal meski belum ada ucapan persetujuan darinya.

Berdiri perempuan manis itu di kaca besar yang memperlihatkan taman luas di samping rumah.

Taman dengan rumput hijau yang di tumbuhi banyak bunga dan pohon buah-buahan siap petik. Nampak bersih dan asri.

Lova tersenyum. Menikmati pemandangan yang jelas tergambar di depannya sekarang.

Sebuah lengan merangkum penuh tubuh mungilnya. Lova tersentak mendapati wangi apel menyeruak ke penciumannya.

"Al-," suara Lova tercekat, rangkulan itu mengerat. Lova bisa merasakan hembusan napas Alder di ujung kepalanya.

"Kamu suka rumahnya?" Lova menelan dengan susah payah salivanya. Lalu mengangguk pelan tanpa sadar. Alder tersenyum.

"Ki-kita, harus ke rumah sakit se-sekarang." Lova menutup matanya kesal. Entah kenapa dia harus tergagap di depan Alder sat ini.

"Jangan lama-lama ngasih jawaban ke aku ya, sayang. Rasanya aku makin rindu, tiap ngebayangin ada kamu di rumah ini."

Lova menahan napasnya. Tak lagi bisa menolong bagaimana jantungnya berdenyut terlalu kuat.

Mata perempuan itu tertutup rapat. Hanya kembali mengingat kejadian waktu itu bisa membuat tangan Lova basah karena gugup.

Lova terhenyak sesaat merasakan sebuah tangan menyentuh sisi wajahnya. Lova langsung menoleh, mendapati senyum dari pria yang sesekali fokus pada jalan.

"Tidur aja. Perjalanannya masih jauh. Arnav sama Evelyn udah tidur dari tadi tuh."

Benar. Lova baru menyadari mobil ini menjadi sunyi. Ditolehnya Evelyn dan Arnav sudah nyenyak dalam mimpi.

"Kamu?" Lova tidak peduli dengan ke-impulsifannya. Terserah apa yang Alder pikirkan, dia biarkan pertanyaan-pertanyaan tak terduga dari mulutnya keluar begitu saja.

"Aku gak papa. Bisa istirahat di villa."

Yang Lova tau mereka akan pergi ke puncak. Akan dimana mereka menginap, Lova tak ingin tau.

12 [Sudah Pindah Ke Ican Novel Dan Kubaca]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu