EPILOGUE

1.9K 204 25
                                    

Na Boram
Musim panas, 2020

Saat itu, saat di mana aku menjadi seorang Na Boram yang hancur. Saat di mana orang akan beranjak pergi dan memalingkan wajahnya dari padaku jika aku membuka topeng indah ini dari wajahku dan menunjukkan betapa busuknya aku. Aku tersadar dari kegelapan dan realita yang membutakan itu.

Tersadar bahwa tak hanya orang-orang yang berpaling dan pergi. Namun aku sendiri, seluruh bagian dari diriku juga ikut berpaling—meninggalkan sejuta luka, nanah, dan tubuh ini sendiri dalam kegelapan itu. Seakan terpisah antara hati dan raga, enggan untuk kembali menyatu karena keadaan diriku yang semakin membusuk di dalam kelam sana. Tak ada yang ingin menarikku keluar dari ruang hampa yang terasa begitu nyaman bagi orang-orang terbuang sepertiku.

Aku menutup telinga dan mata dari diriku sendiri. Aku kehilangan diriku. Entah di dalam mana aku menenggelamkan jati sebegitu dalamnya. Aku terlalu banyak berubah, sehingga aku tak lagi tahu akan siapa diriku sebenarnya.

Dan pada saat itu, aku mulai untuk mendengar orang lain. Semua orang, kecuali diriku, Na Boram.

Telinga ini pernah sekali mendengar dari seseorang, bahwa setiap orang harus bertahan, karena semua manusia beserta segala kepedihannya akan hilang. Daripada mendengar bualan itu untuk meyakinkan diriku, atau kebohongan yang meyatakan bagaimana seharusnya hidup kita berjalan, kita hanya perlu berdoa agar semua ini berlalu, sama seperti angin.

Atau bagaimana telinga yang sama ini mendengar bahwa seperti pagi datang setelah malam yang panjang, seperti musim semi yang datang setelah badai salju, atau buah yang matang datang setelah bunga bermekaran, semua orang harus menderita terlebih dahulu sebelum bahagia.

Dan untuk pertama kalinya, seiring dengan rungu yang dipenuhi dengan perkataan itu, sebuah tangan kokoh mulai menggenggam lembut tanganku yang tengah bergetar di tengah kesunyian ruang hitam ini dan menarikku keluar. Pemilik tangan yang sama dengan pemilik suara yang suaranya tengah kudengar.

Kim Namjoon.

Pemuda itu menjadi yang pertama untuk mengambil satu langkah lebih jauh di dalam hidupku daripada hanya menambah banyak kata-kata mutiara tentang aku yang harus tetap semangat, atau harapan akan masa depan yang lebih baik saat aku sendiri tak kenal apa itu harapan.

Ia tak mengubah hidupku bak ibu peri yang mengubah Cinderella dari gadis biasa menjadi seorang putri hanya dengan tongkat tipis dengan gemerlapan di ujungnya, atau bak cerita-cerita magis lainnya.

Ia bisa saja jenius, namun ia adalah manusia biasa sepertiku, yang merasakan hidup beserta pahit manisnya. Ia bukan seorang ahli magis yang memiliki sejuta mantra, tidak.

Lantas bagaimana pemuda itu menggenggam tanganku dan menarikku keluar?

Jawabannya sederhana. Ia hanya mengubah caraku berpikir tentang masalah di dalam hidupku sebagai sesuatu yang berharga dan bukan sesuatu yang menghancurkanku. Karena seperti yang selalu disebutkan, setiap peristiwa dalam hidupmu, baik yang pahit atau manis, itu semua yang membentuk dirimu.

Aku bertahan hingga sekarang, karena ia adalah alasan terakhirku. Aku bertahan juga, karena aku adalah alasan terakhirnya.

Kedengaran seperti terlalu ketergantungan? Entahlah, tapi aku menyukainya.

Karena sederhananya, ia membuatku merasakan hidup kembali.

Banyak orang dan wajah yang kutemui dan kukenal selama aku hidup, namun aku sendiri tak pernah tahu apakah aku hidup, dan apa hidup itu.

Jika hidup adalah tentang diriku yang selalu mendapat pukulan dari Appa, atau selalu kehilangan, atau menghadapi kegagalan, aku jamin mungkin aku yang meminta untuk tak pernah dilahirkan dan mengambil jalan ini. Terlalu berat dan sakit.

Namun pria yang tengah berkutat dengan komputernya sekarang sembari membuat lagu di sampingku ini mengajarkanku bahwa hidup mempunyai arti jauh lebih besar dari itu.

Ia tak menjawabnya secara terus terang tentang apa itu hidup. Ia memberikanku kesempatan untuk mendefinisikan hal itu. Ia tak ingin mendoktrinasi seluruh duniaku dengan pemikirannya tentang hidup. Aku tetaplah aku dan Namjoon tetaplah Namjoon.

Jadi, jika pada awal aku mulai bercerita tentang kisahku ini, aku bertanya, apa itu hidup, maka kini aku yang akan menjawabnya dengan versiku.

Hidup adalah tentang merasakan. Merasakan bahagia, merasakan sedih, merasakan sehat, merasakan sakit, merasakan kesendirian, merasakan kasih sayang, merasakan kecewa, merasakan amarah, merasakan kehangatan, merasakan diberkati.

Hidup adalah tentang bagaimana kita merasakan itu semua. Tanpa kau merasakan apa itu bahagia, kau tengah kehilangan hidupmu. Tanpa kau merasakan kekecewaan, kau tengah kehilangan hidupmu juga. Di tengah kemati rasaanmu, kau tak hanya mati rasa, namun seluruh dirimu, semua mati.

Jadi, apa yang harus setidaknya aku lakukan untuk hidup adalah merasakan itu semua dan menerimanya sebagai bagian dalam hidupku yang berharga. Berusaha melihat segalanya dengan berbagai pertimbangan dan muncul dengan konklusi yang positif.

Jika kau merasa bahwa tak ada yang menghargai atau yang mencintai hidupmu, ingatlah bahwa ada aku yang pernah merasakannya sepertimu. Berada di lubang hitam tanpa jalan keluar itu tidak enak. Berada sendiri dan berbeda tidak pernah menjadi sesuatu hal yang mudah. Dan bergumul akan kepantasan eksistensimu untuk tetap hidup di dunia memang tak akan membawamu pada kebahagiaan. Aku merasakan semuanya. Kau tidak sendiri.

Dan cinta terlalu banyak bentuknya, sehingga terkadang kau tak sadar akan keberadaan cinta itu. Kau hanya terlalu fokus akan kebencian yang mendominasi hingga lupa ada setitik cinta di tengah semua itu. Pasti.

Kim Namjoon, di sana, juga ingin kau tahu bahwa ia mencintaimu juga. Kau yang membawa kebahagiaan dalam hidupnya, dengan teriakan namanya yang selalu kau lakukan setiap mereka mendapat penghargaan, dengan setiap hal-hal kecil yang kau lakukan untuk mendukung karirnya, itu adalah suatu kebahagiaan bagi Namjoon. Dan Namjoon juga ingin kau membahagiakan dirimu sendiri. Kau sendiri juga harus bahagia sebelum membagikannya pada orang lain.

Dan Kim Namjoon agaknya ingin kau tahu dan ingat akan hal ini seumur hidupmu.

Hari esok yang kita nantikan setengah mati akan berganti menjadi ‘kemarin’ seiring kita membuka mata kita. Esok berubah menjadi hari ini, hari ini berubah menjadi kemarin, dan esok akhirnya berubah menjadi kemarin yang selalu berdiri di belakangmu.

Life is not something you live along but something you live through. Something you live through and gets disappeared someday.

Jika kau merasa kau tak punya keberanian, maka setidaknya percayalah.

Semua ini akan berlalu.

Karena itu tetaplah hidup dan bertahan, karena kau juga menjadi alasan terakhir bagi seorang Kim Namjoon.

•••

Panacea
18.09.12 - 18.12.18

[The End]

•••

Panacea ✓Donde viven las historias. Descúbrelo ahora