"Aku muda banget di foto itu, ya?" Alder menutup album dan melihat ke arah Lova yang sadar bahwa Alder sudah melihat foto apa yang ada di balik bingkai itu.

"Dan kamu masih terlalu rapi untuk menjadi Arlova yang sekarang." Pria berhidung bangir itu tersenyum lembut.

Alder meletakkan album di atas meja. Meraih tangan Lova yang menyembunyikan bingkai itu.

"Gak papa. Mungkin kamu pikir ini buat kenang-kenangan." Pria dengan wajah tegas itu meletakkan bingkai di atas meja bersama dengan album-album.

"Al. Kamu sebaiknya pulang." Suara Lova melembut.

"Maafin aku soal tujuh tahun yang lalu, ya." Lova merasakan sentuhan-sentuhan kecil di jari-jari mungilnya.

Alder bahkan hanya menundukkan kepalanya tanpa melihat ke arah Lova. Hanya tangannya yang terus memainkan jemari Lova.

"Jangan di bahas lagi, Al. Aku udah lupain semuanya."

"Jangan aku juga." Kini mereka saling menatap. "Jangan buat aku termasuk ke dalam semua hal yang kamu lupain."

Entah apa yang menjadi alasan Alder yang tiba-tiba datang dan melamarnya, tapi Lova menjadi sangat bimbang sekarang.

Getaran halus setiap berdekatan dengan Alder seperti memberikan isyarat bahwa Lova akan jatuh pada pria ini segera. Tapi sisi lain Lova menentang hal itu terjadi.

"Al-"

"Kamu maukan jadi istri aku?"

Lova bahkan belum sempat menyelesaikan ucapannya, tapi Alder dengan cepat memotong.

Pertanyaan itu lagi.

"Seenggaknya, kamu bisa coba jadi pacar aku dulu. Setelah kamu siap, aku bakal langsung nikahin kamu." Wajah Alder tampak berbinar.

Lova bergeming. Lidahnya bahkan tidak mampu bergerak untuk membalas ucapan Alder.

Apa semudah itu buat dia?

***

Weekend menyenangkan untuk bermalas-malasan dan gak mandi seharian. Tidak salah lagi, Lova adalah penganut mandi sekali sehari saat sedang weekend. Dia percaya bahwa kecantikannya akan bertambah dengan hanya mandi sekali sehari.

Yang lebih menyenangkan, Lova tidak harus kucing-kucingan pergi kemana-mana hanya untuk pergi ke toilet agar tidak bertemu dengan Alder.

Pria itu selalu mencari cara untuk bisa menemui Lova. Untungnya, Lova bisa menghindari Alder dengan baik. Kejadian di kontrakkan saat Alder berkunjung menjadi sebuah pikiran yang terus-terusan bersarang di kepala Lova.

Lagi-lagi pria itu melamarnya. Memintanya menjadi istri dan hidup selamanya bersama.

Heh! Gampang banget buat dia.

Lova membuka kulkas kecil yang ada di kontrakkannya. Meraih sebotol air mineral dan langsung menenggaknya.

Sofa di ruang tengah menjadi tujuan utamanya merebahkan tubuh. Segera Lova meraih handphonenya yang berbunyi.

"Apa?" Lova menjawab malas-malasan.

"Ini gue, Evelyn."

"Wuah Evelyn. Gue gak tahu kalo ini elo!" suara Lova terdengar dibuat-buat.

"Lebay." Jika Evelyn berada di depannya, Lova mungkin sudah melemparinya dengan sesuatu yang bisa membuat sahabatnya itu berteriak kesakitan.

"Lo sendirian, kan?"

"Iya."

"Gue ke sana, ya? Nginep."

"Oho! Kalo lo cuma mau main aja boleh. Kalo nginep, maaf Fergusso aku butuh waktu untuk sendiri."

12 [Sudah Pindah Ke Ican Novel Dan Kubaca]Where stories live. Discover now