Siska memakai baju putih panjang. Panjang baju itu hingga semata kakinya. Rambutnya tergerai dengan indah, namun pikirannya kosong, tak ada yang ia pikiran saat ini kecuali rasa takjub akan tempat ini.

Tiba-tiba ada seseorang yang menghampiri Siska. Tubuhnya dibalut dengan pakaian serba putih, persis dengan milik Siska. Rambutnya pun tergerai dengan indah. Wajahnya terlihat bercahaya, dan senyum manis tercipta di bibir merahnya.

Seseorang itu adalah Dita. Tanpa pikir panjang Siska segera berlari ke arah Dita. Menerjang tubuh itu, memeluk Dita dengan sangat erat.

"Dita, gue tau lo belum pergi," ucap Siska dengan bergetar.

Dita masih setia dengan senyumnya, melepaskan pelukan erat Siska dengan perlahan, namun pelukan erat Siska segera terlepas. "Gue udah pergi, Sis. Ikhlasin gue, lo harus nerima kalo gue udah pergi untuk selamnya."

"E-enggak. Lo pasti bercanda, kan?"

"Ini kenyataannya, Sis. Gue memang udah pergi, tapi gue selalu ada di sini." Dita menunjuk dada Siska seraya tersenyum hangat.

"Ma-maafin gue, Dit. Ini semua salah gue." Siska kembali memeluk Dita, ia menangis dalam pelukan Dita yang terasa sangat hangat.

"Shut.. Ini bukan salah lo. Ini bukan salah siapa-siapa, takdir hidup gue memang udah sampai sini.

"Ini juga bukan salah Raga. Jadi, lo gak harus marah sama dia atau nyalain dia tentang kepergian gue," jelas Dita.

"Tapi, Raga yang bunuh lo, kan?"

"Bukan. Ada orang lain yang memang sengaja bunuh gue. Stop mikirin siapa yang bunuh gue. Yang harus lo lakuin sekarang adalah ikhlasin gue dan terima kenyataan."

Siska semakin mengeratkan pelukannya di tubuh Dita, namun Dita kembali melepaskan pelukan itu. Dan lagi-lagi pelukan erat itu terlepas.

"Gue harus pergi sekarang."

"Enggak! Lo gak boleh pergi!" Siska berteriak kalang kabut. Ia tak akan melepaskan Dita lagi.

Dita hanya tersenyum lalu berjalan menjauh dari Siska.

Siska ingin mengejar Dita, namun rasanya tubuhnya seakan dipaku. Ia tak bisa berjalan hanya bisa berteriak memanggil Dita.

Semakin lama tubuh Dita semakin hilang oleh cahaya.

"DITAA!" Siska berteriak dengan kencang. Tubuhnya dibanjiri keringat dan napasnya terengah-engah.

Raka yang tidur di samping Siska terbangun karena teriakan Siska.

"Lo gak papa?" Raka bertanya dengan khawatir. Adiknya itu kini tengah tertunduk dengan baju lepek karena keringat membanjiri tubuhnya.

Siska menoleh ke arah Raka yang juga sama-sama sudah dalam posisi duduk sepertinya. Tanpa pikir panjang Siska segera memeluk tubuh Raka. Memeluk tubuh yang lebih besar darinya itu dengan sangat erat. Menyembunyikan wajahnya di dada bidang kakak laki-lakinya itu.

"Dita, Kak, hiks.. Gu-gueㅡ" ucapan Siska yang bergetar diiringi dengan isakan yang kian membesar dipotong oleh Raka.

"Shut.. Lo gak perlu cerita sekarang. Sekarang lo tenang, ok." Raka membalas pelukan Siska. Mengelus punggung adiknya itu agar merasa lebih tenang.

Siska tak kembali berucap namun isak dan tangisnya semakin mengeras, dan pelukannya di tubuh Raka semakin ia eratkan.

Butuh waktu sekitar lima belas menit hingga akhirnya Siska menghentikan tangisannya, sepertinya tubuhnya pun sudah lemas.

Raka melepaskan pelukan Siska lalu menidurkan tubuh adiknya yang tampak lemas itu. Bagaimana tidak lemas? Dari pagi hingga malam Siska berada di rumah mendiang Dita, dan ia yakin bahwa Siska sama sekali tidak makan di sana. Dan saat di rumah Siska pun tidak makan, ia hanya mandi lalu tidur di kamar Raka.

"Sekarang lo tidur. Kita omongin semua masalah ini besok," ucap Raka setelah itu ia mengecup kedua mata Siska, dan menghapus air mata adiknya yang sudah mulai mengering di pipinya.

Siska tak menjawab, ia hanya memejamkan matanya, kepalanya terasa sangat pening saat ini.

Tak lama Raka sudah menidurkan dirinya dan memeluk Siska dengan erat.

Raka mendekatkan bibirnya ke arah telinga Siska, lalu membisikan sesuatu. "Good night, My Angel."

TBC

A/N: Oye oye gue akhirnya update! Sebenarnya udah lama disimpen di draft tapi baru gue publish HAHAHAH. Eh gue mau curhat sedikit, kalian tau cerita gue yang baru itu, kan? Kalo yang belom tau, itu tuh cerita gue yang judulnya AZURA. Sebenarnya ada event kepenulisan gitu. Eventnya 100 hari nulis gitu loh, jadi kita bikin cerita baru yang harus tamat dengan jangka waktu 100 hari. Gue pengen ikut dengan cerita AZURA, makanya sekarang ceritanya gue unpub. Tapi, gue mikir mikir lagi, SPB aja yang dari bulan April gak tamat-tamat, malah baru sampe part segini, gimana kalo gue ikut event itu? Dan yang pasti cerita ini makin terbengkalai. Gue lumayan tertarik karena hadiah dari juara 1-3 ceritanya bakal diterbitin, tapi ya itu tadi kendalanya. Setelah gue pikir-pikir lagi, gue putuskan bahwa gue gak bakal ikut event itu, kalo ikut ya sama aja kayak bunuh diri. Sekian curhatan dari gue.

Btw, sorry ya, Dit. Hidup lo di cerita gue cukup sampai di sini aja HAHAHAHA ditaparamitaaaa

Gue ingetin lagi ya guys, kalo gue itu paling suka yang namanya di comment-in. Tapi please ya, jangan cuma minta update doang komennya.

Ok, keep vote and comment, see you next part guys!

Sweet Psychopath Boyfriend [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang