Part 17

2.5K 311 1
                                    

9 November 2018, langit Seoul tampak tentram dengan pesona lembayungnya.

Sore itu, sama saja seperti hari-hari sebelumnya, tidak ada yang berbeda dari Distrik Yongsan. Orang-orang berlalu lalang memadati jalanan, sebagian keluar mencari makan, sementara yang lainnya baru pulang kerja.

Seorang polisi bertanya lewat walkie talkie pada rekannya yang ada di kantor pusat. “Apa yang terjadi sebenarnya?”

“Ya, kami baru menemukan informasi bahwa bangunan karaoke itu mempunyai ruang bawah tanah yang dibangun saat masa penjajahan Jepang di Korea. Tidak banyak yang mengetahuinya karena tempat itu salah satu tempat yang dirahasiakan Pemerintah Jepang. Coba cek apa yang ada di dalam sana, dan apakah benar sinyal yang kemarin kita dapat berasal dari sana atau tidak,” jelas laki-laki di seberang panggilan.

“Tugas diterima,” jawab polisi itu patuh. Setelahnya, ia hanya perlu menghitung mundur waktu sebelum menyergap tempat karaoke itu.

Di tengah kesibukan kota, raungan sirine dari tiga mobil polisi menenggelamkan semua bunyi yang dilewatinya. Ternyata, mobil pun bisa menceritakan ketegangan yang sedang menyelimuti kawasan itu.

Penyergapan kali ini agak berbeda dibanding sebelumnya, karena para polisi diizinkan untuk menodongkan pistol mereka jika ada pihak yang menolak bekerja sama.

Mereka mulai memasuki bangunan karaoke dan membuka ruangan penuh musik itu satu per satu, mengeluarkan apa saja yang dirasa perlu dikeluarkan.

Para pengunjung tentunya merasa ketakutan dengan penyergapan tiba-tiba itu, apalagi mereka tidak tahu menahu soal kasus penculikan.

"Ada apa ini?" tanya pegawai wanita yang bekerja pada Won Woo. Saat penyergapan pertama dilakukan, kebetulan ia sedang berhalangan kerja jadi ia tidak tahu apa-apa.

"Kami perlu menggeledah tempat ini," jawab polisi sembari menmperlihatkan tanda pengenalnya. "Mohon kerja samanya."

"Tapi... tapi..." Sebagai perwakilan dari Won Woo, pegawai wanita itu bingung harus bagaimana dalam menyikapi hal ini.

"Apa bosmu ada?" tanya polisi itu.

"Dia ada di ruangan pribadinya. Setahuku dia tidak keluar lagi sejak tadi siang," jawab pegawai itu dengan suara yang bergetar.

Seorang polisi menelusuri lorong sampai mengantarkannya ke depan sebuah pintu. Ia dan kedua temannya yang mengkuti dari belakang membuka pintu dengan sedikit hentakan, pistol di tangan mereka juga menjadi saksi kekosongan tempat itu.

Mereka masuk ke dalam, memeriksa kamar mandi dan mengecek hal apapun yang ada di sana, tapi hasilnya nihil.

Ketua polisi dan pegawai wanita baru saja sampai di ruangan. Mereka juga mendapati kalau ruangan itu kosong tanpa pemiliknya.

"Kau bilang bosmu ada di ruangannya?" tanya Ketua polisi meminta penjelasan.

Si pegawai wanita langsung kelabakan karena takut disangka berbohong, padahal ia sama sekali tidak bohong.

"Aku sangat yakin kalau dia belum keluar lagi sejak aku sampai jam dua tadi," kata pegawai wanita itu panik. "Aku tidak bohong," tambahnya.

Ketua polisi itu menciptakan keheningan sementara, tentunya ia sedang berusaha mencari kebenaran lewat mata pegawai wanita di depannya yang mulai memerah karena menahan tangis.

"Selama kau bekerja di sini, adakah hal yang kau anggap mencurigakan dari bosmu?" tanya Ketua polisi seperti sedang menginterogasi.

Pegawai wanita itu menggeleng kuat, matanya terus membelalak saking tegangnya.

"Aku bahkan tidak tahu kenapa kalian ada di sini." Pegawai wanita itu memberi tahu.

"Menurut laporan, di bawah bangunan ini ada sebuah ruangan bawah tanah. Dan kami mencurigai bosmu terlibat dalam kasus penculikan," jelas Ketua polisi itu.

Saat dihadapkan dengan cermin, para polisi yang memeriksa lokasi sama sekali tidak menaruh curiga pada benda itu. Mereka hanya merasa yakin ada suatu hal yang bisa mengantar mereka ke ruang bawah tanah. Tapi entah apa.

Mereka mengeceknya secara berulang, hingga pada akhirnya mereka menemukan lubang kunci di  bingkai kayu cermin.

"Ada di sini," teriak seorang polisi yang berhasil menemukan benda mencurigakan itu.

Mereka mencoba membukanya, agak bodoh tentunya karena sudah pasti terkunci.

Mereka pun mengeluarkan peralatan untuk mencungkil pintu, tanpa berniat menyakiti cermin di atasnya. Tapi jika nanti itu menjadi sebuah keharusan, maka mereka tidak akan berpikir dua kali untuk memecahkannya.

“Aku yakin ini pasti jalan menuju ruang bawah tanah itu,” ucap polisi lain serius sekali.

“Pastikan kalau kita masuk ke dalamnya,” pinta Ketua polisi dengan suaranya yang tandas.

“Ini tidak akan lama,” balas polisi lain yang sedang bermain dengan lubang kunci. Seiring kalimat itu berakhir, bunyi derak pintu menandakan kalau pintu itu berhasil ditaklukkan.

Mereka bisa merasakan embusan angin lewat celah pintu yang membisikkan adanya kehidupan di dalam sana. Jantung mereka bergemuruh takjub, berjalan mengikuti anak tangga sebelum memutuskan untuk berpencar karena bertemu dengan jalan bercabang.

Setelah berjalan beberapa langkah, sebuah rentangan tangan menghentikan langkah mereka. “Apa kalian mendengar sesuatu?” tanya si pemilik uluran tangan pada kedua teman polisinya.

Ketiganya membuat keheningan agar suara itu bisa lebih leluasa didengar oleh mereka, tapi tidak ada yang didapat oleh telinga mereka.

“Bagaimana jika tempat ini benar-benar dijadikan tempat penyekapan?” tanya polisi paling muda.

“Itu artinya, salah satu tugas kita telah selesai,” jawab yang lainnya.

Mereka pun melanjutkan perjalanan mereka yang menegangkan, sampai akhirnya mereka menemukan ada pintu lain di ujung lorong sana.

“Ada pintu!” Seseorang dari mereka memekik pelan.

“Aku tahu,” balas yang lain.

“Ayo!” ajak orang ketiga.

Mereka mengikis jarak yang terbentang menuju pintu.

Knop pintu sudah ada dalam genggaman tangan, tinggal mempersiapkan diri menyambut apapun yang ada dalam ruangan. Satu sama lain saling memberi aba-aba tanpa suara, kemudian knop pun diputar dan pintu didorong agak kuat.

Mereka menodongkan pistol di udara, mencari objek.

TBC

SYNDROME ||Jeon Won Woo|| ✔Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin