CHAPTER 20. ANGER AND FORGIVENESS

1.4K 96 179
                                    

Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.

Memiliki kebaikan bukanlah suatu kelemahan. Memaafkan adalah salah satu cara mencintai diri sendiri.

-Clarabelle

"Clarabelle! Kau dari mana saja?! Kenapa tidak memberi kabar jika kau tidak langsung pulang? Mama sangat cemas, kau tahu itu?!"

Suara keras mama menyambutku saat aku baru saja menutup pintu. Belum pernah kulihat ia semarah itu.

"Maaf, Mama. Aku tadi pergi ke danau bersama Torrent," sahutku pelan. Aku menatap mata wanita di hadapanku dengan rasa bersalah.

"Kau seharusnya memberitahu Mama jika kau akan pergi dengan siapa pun, Clarabelle! Mama tidak pernah melarangmu bermain dengan teman-temanmu! Tunggu dulu .... Torrent? Siapa dia?" Nada suara mama tiba-tiba berubah saat menyebut nama teman baruku.

"Torrent itu putra Czar Ardian, Mama."

"Ardian? Pemimpin Alvern Hitam?"

"Iya, Mama. Dia juga Wakil Czar Aleronn," sahutku sambil memberi senyuman pada mama.

Ekspresi mama kini berbeda. Wajahnya tampak tegang bercampur emosi. Netra cokelatnya membelalak. Apakah aku membuat kesalahan lagi?

"Kau tidak boleh bergaul dengan putra Ardian! Kau dengar itu, Clarabelle? Kau harus menjauh dari anak lelaki itu!" Napas wanita itu memburu dengan raut muka penuh kemarahan.

Aku bingung. Ada apa dengan mama?

"Memangnya Mama kenal dengannya? Torrent salah apa? Kenapa aku mesti menjauhinya? Ia baik. Dia teman-"

"Clarabelle! Kau tidak tahu siapa Ardian itu! Jika kau tahu ...."

"Memangnya ada apa, Mama? Kenapa dengan papanya Torrent?" cecarku sembari mengamatinya dengan heran.

Apa salah lelaki itu hingga mama bereaksi penuh amarah begitu?

"Mama tidak bisa menjelaskan sekarang. Demi kebaikanmu, menjauhlah dari Ardian dan putranya!"

Sehabis berkata itu, ia pergi menuju kamar, meninggalkanku yang mematung memandangi punggungnya.

***

Pagi ini Ruby dan Xienna menjemputku seperti biasa. Aku tidak berbicara banyak saat mereka bertanya kenapa dan ke mana aku pergi kemarin. Aku hanya mengucapkan terima kasih pada Ruby yang membawakan tasku. Untunglah dua sahabatku itu tidak mencecarku dengan pertanyaan-pertanyaan.

Saat makan siang, aku pun memberitahu Ruby, Xienna, dan Terra bahwa aku tidak ikut ke kantin. Meski menatapku sedikit bingung, tetapi mereka mengerti.

Kini, aku menatap penghuni perpustakaan yang sibuk mencari dan mengamati judul-judul bacaan tanpa bersuara. Beberapa dari mereka tampak sudah asyik menekuni buku masing-masing di meja baca.

Kuedarkan pandangan ke arah rak sastra. Bagian itu terlihat paling sepi seperti tak ada penggemarnya. Kakiku melangkah pasti menuju tempat lektur yang kuinginkan berada.

Aku berhenti melangkah tepat di depan salah satu barisan pustaka. Tanganku perlahan meraih sebuah buku bersampul hitam yang masih berada di tempat sama saat aku menaruhnya kemarin.

Keningku berkerut. Apakah hanya aku yang membaca puisi lelaki itu? Aku memegang dan membawanya ke salah satu meja baca terdekat.

Aku memposisikan diriku senyaman mungkin di kursi. Mataku mengamati judul dan nama yang terukir di sampul sebelum mulai membuka halaman kertas secara perlahan.

THE BLUE ALVERNS-Book 2 (completed)SUDAH DITERBITKANWhere stories live. Discover now