2. THE KANAYA

2.6K 200 99
                                    

Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.

Bagiku, tidak penting seberapa cepat seseorang mendapatkan pasangan, tapi seberapa lama cinta akan bertahan.

--Ellio Alcander Custodio

Sekali lagi aku mencoba menghubungi si Kunyil Penebar Pesona itu. Tetapi, tetap tidak terjawab. Aku menyelipkan kembali alat komunikasi silver berbentuk lingkaran itu dengan gusar ke saku jeans-ku. Hari ini hari pertama aku mulai mengajar di kelas Impure White Wings, bersama Benjamin, Raven dan Lilian. Ilmu Seni Bertempur, mata pelajaran yang aku ajarkan, diperkenalkan di tahun ke dua. Berbeda dengan kelas Pure White Wings, yang sudah mulai mendapatkan pelajaran ini dari tahun pertama.

Benjamin sudah memulai Ilmu Pertahanan Alvern tadi pagi. Namun, entah di mana dia sekarang. Sehabis mengajar, aku pikir dia akan menemui aku dan Raven di ruang escolastico, tapi dia belum juga terlihat. Raven akan masuk pada sesi berikutnya setelah jam istirahat. Dia akan mengajar Ilmu Etika dan Tugas Alvern. Sementara, aku akan masuk di sesi terakhir.

"Hei! Aku mau ke kantin. Kalian mau ikut?" Lilian tiba-tiba muncul dari balik pintu kayu berwarna putih, menghampiri aku dan Raven yang memang sedang menunggu Lilian dan Benjamin sedari tadi. Mengawasi ruangan yang tidak terlalu besar dengan nuansa putih, sama dengan ruang escolastico yang berada tepat di sebelah kiri ruangan, netra biru gadis berkulit putih dan tubuh tinggi semampai itu mengedarkan pandangan mencari sesuatu.

"Di mana Benjamin? Apa dia belum selesai mengajar?" tanya escolastica Ilmu Kecantikan dan Etika Alvern Wanita itu lagi.

"Entahlah," sahut Raven, menghampiri Lilian dan memeluk kanaya-nya itu dengan mesra, "ia tidak terlihat dari tadi. Seharusnya ia sudah berada di sini. Hmm ... rambutmu harum sekali," lanjut lelaki bertubuh tinggi tegap dengan netra hijau keperakan itu, kali ini sambil menciumi rambut pirang berbentuk sanggul kecil milik Lilian.

Lilian tertawa kecil, balas memeluk Raven. Dua sejoli kasmaran itu mulai membuat adegan yang membuatku jengah. Setengah mendengkus aku bangkit, berjalan menuju pintu.

"Ellio, kau mau ke mana?" tanya Raven, melepas pelukannya pada Lilian.
"Kantin," jawabku singkat, sambil terus melangkah ke luar menuju kantin.
"Tunggu! Kami ikut!" teriak Raven.

****

Aku memutar bola mataku, ketika akhirnya dua kekasih itu berjalan mendahuluiku di lorong bernuansa putih dan hitam. Berbelok, lalu melewati ruang Impure Black Wings dengan pintu kayu hitamnya yang setengah terbuka. Beberapa Impure Black Wings terlihat masih di ruangan bernuansa hitam itu. Ruang kepala sekolah yang berada di depan ruang kelas itu tampak sepi. Pintu kayu besar berwarna hitam putih dengan motif ukiran sayap tampak tertutup rapat.

Raven dan Lilian melangkah persis di depanku, seakan-akan ingin memamerkan kemesraan mereka, mencoba memanasiku yang belum juga menemukan kanaya. Aku mendengkus. Bagiku, tidak penting seberapa cepat seseorang mendapatkan pasangan, tapi seberapa lama cinta akan bertahan.

Aku tidak mau menjadi seperti Benjamin yang sering mempermainkan wanita. Walaupun, mereka tidak keberatan diperlakukan seperti itu. Dan aku tidak bisa menyalahkan. Kekuatan sentuhan pesona si Kunyil itu memang sulit untuk dihindarkan.

Raven dan Lilian sebenarnya sudah memulai hubungan mereka dari sejak beberapa tahun yang lalu. Aku heran, kenapa mereka tidak langsung menikah saja? Karena, bila aku menemukan kanaya-ku, sudah pasti aku tidak akan menunggu lama untuk langsung melamarnya.

Aku menatap sebal dua sahabatku yang masih berjalan sambil berpegangan tangan dan sesekali saling memandang dengan senyum. Cih! Apa mereka tak puas menatap satu sama lain? Seperti waktu tak pernah cukup untuk mereka ber-romantis ria. Sangat menyebalkan!

THE BLUE ALVERNS-Book 2 (completed)SUDAH DITERBITKANWhere stories live. Discover now