CHAPTER 19. THE REASONS

1.3K 112 92
                                    

Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.

Apakah harus ada alasan untuk mencintai seseorang?

-Ellio

Aku mendarat di depan rumah Clara hampir menjelang malam. Dengan ragu, gadis itu melepaskan rangkulannya dari leherku. Aku tersenyum. Perlahan kuturunkan kanaya-ku hingga kakinya menjejak tanah.

Kami berdiri berhadapan dalam jarak yang sangat dekat. Bisa kurasakan harum napasnya yang mengembus dan menyentuh kulit wajahku saat ia mendongak menatapku dengan mata hijaunya.

Netraku menangkap gerakan di bibir kanaya-ku seperti ingin mengatakan sesuatu. Dalam diam aku menunggu. Tanganku terulur, menyelipkan rambutnya ke balik telinga.

"K-kau pasti melihat perubahan warna mataku sewaktu di danau, kan? A-aku ingin menjelaskan .... Aku ... sebenarnya memiliki ...."

Aku tahu apa yang akan Clara ucapkan. Mungkin sebaiknya aku tak memberinya beban untuk mengatakan tentang dirinya saat ini. "Apakah besok kau mau pergi denganku?"

"Eeh? Be-besok?"

Aku mengangguk. "Aku ingin mendengar apa yang ingin kau katakan waktu ... kau datang ke kastel. Bisakah kau memberi jawaban itu besok?"

Netra Clara mengerjap berulang kali dengan cepat. "Mmm ... i-iya ...."

Kukecup lembut kening gadis itu sebelum mengusap pelan pipinya dengan punggung tanganku.

Kanaya-ku tampak salah tingkah. Ia memandangiku malu-malu.

Kuturunkan tanganku seraya menatapnya lembut. "Masuklah. Aku akan menjemputmu besok setelah kau pulang dari Nubia."

Ia mengangguk patuh. Dia memandangiku lagi sejenak, lalu berbalik dan melangkah menuju pintu rumahnya. Aku menunggu hingga gadis itu masuk sebelum meraih T-Aleronn milikku dan menghubungi Raven.

"Hei, aku baru saja hendak mengontakmu. Aku ti-"

"Clara adalah benar putri tunggal Michael. Ia memiliki bakat alvern dan medealma. Pergilah ke danau Nubia sekarang. Kita akan bicara dengan Torrent."

Tanpa menunggu jawaban Raven, aku langsung memutuskan kontak, lalu menyelipkan alat komunikasiku ke dalam saku sebelum melesat secepatnya ke arah gedung Nubia utama.

***

Melihat danau di hadapanku, mengingatkanku pada kenangan masa kecil dulu. Udaranya yang sejuk. Pohon-pohon besar yang cukup rindang, ditambah dengan rumput hijau dan tanaman hias yang berjajar rapi.

Dahulu aku bisa menghabiskan waktu di sini selama seharian sambil menunggu Torrent dan Benjamin selesai latihan. Bahkan aku cukup terhibur tatkala menonton mereka bertengkar karena berebut giliran untuk berlatih pedang dengan Gregory. Tentu saja adikku kalah. Anak sekecil dia mana mungkin bisa mengalahkan putra Ardian yang bertubuh lebih besar darinya.

Aku mengalihkan pandangan ketika mendengar suara kepakan. Kulihat Raven sudah tiba dan berdiri tidak jauh dariku seraya memberikan anggukan.

Torrent menatap datar sejenak ke arah putra elvir sebelum kembali memandangi danau. Ia menautkan kedua tangannya ke belakang.

Diam-diam aku mengamati lelaki berjaket hitam bertudung itu intens sambil memasukkan kedua tanganku ke saku mantel.

"Apa kau masih ingat? Kita dulu sering berlatih di sini sebelum resmi masuk Nubia."

THE BLUE ALVERNS-Book 2 (completed)SUDAH DITERBITKANWhere stories live. Discover now