IKHLASKAN ATAU LUPAKAN

Mulai dari awal
                                    

Dari dalam mobil Firman melihat Fina berjalan pelan menuju ke arah mobil. Firman menatap Fina seakan menatap Hanifa yang dulu ia kenal.

"Anak ini kalau diperhatikan sebenarnya dia manis dan cantik. Mirip dengan Hanifa yang juga cerewet dan selalu ceria. Aku tahu jika hatinya masih bersedih tapi apalah dayaku, aku bukan siapa-siapa bagimu Fina." Ucap Firman yang tersenyum menatap Fina.

Fina tiba tepat di sebelah pintu. Entah Fina sadar atau tidak, masih sempat-sempatnya ia bercermin di kaca mobil seolah tak ada orang di dalam mobil.

"Tuh kan kubilang juga apa! Dia ini Hanifa banget! Sedikit ceroboh dan banyak gerak." Kata Firman dari dalam mobil yang memperhatikan Fina bercermin.

Sementara Fina bercermin, Firman menekan tombol untuk menurunkan kaca mobil. Fina yang bercermin tiba-tiba sadar dan terlihat sangat malu.

"Ehh... Kak Firman.. Hehehe." Sambil memegang jilbabnya, "Aku sudah boleh naik yah kak?"

"Kamu jalan kaki aja yah..." Jawab Firman yang tersenyum lucu.

"Yahh kak... Capek dong kalau harus jalan kaki." Jawab Fina sedikit menggombal.

"Ya udah... Buruan naik nanti aku berubah pikiran!" Teriak Firman bercanda.

Setelah Fina naik, Hanifa dan Raihan juga tiba dan segera masuk ke dalam mobil.

"Genit banget sih ini anak, seperti barusan lihat cowok aja!" Teriak Raihan yang duduk di belakang.

"Ciee kamu cemburu yah? Memang kamu bisa apa kalau kamu cemburu?" Gombal Hanifa.

"Iya juga sih kak... Tapi kalau kak Firman macam-macam kak Hanifa tidak tinggal diam kan? Kan kak Hanifa bisa menyentuh sesuatu!" Kata Raihan yang kesal.

"Tidak kau tanya juga pasti aku akan bertindak! Tapi aku percaya Firman kok! Bertahun-tahun kami pacaran tak sekalipun ia berbuat kurang ajar padaku." Yakin Hanifa.

"Raihan...." Panggil Hanifa seolah ingin meminta sesuatu.

"Iya kak?" Tanya Raihan.

"Kalau kamu berada di posisinya Firman, sebagai pria kamu ada pikiran untuk menikah lagi gak?" Tanya Hanifa yang menatap manja ke arah Raihan.

"Kalau aku sih jujur kak sebagai pria pasti ada rasa ingin menikah namun harus bisa melepas rasa yang terlanjur melekat di hati dan betul-betul harus bisa mendapat wanita yang sama seperti orang yang pernah mengisi hatiku itu." Jawab Raihan.

"Kalau misalnya Firman telah menemukan orang yang sama seperti yang dia inginkan dan wanita itu bisa membuatnya lepas dari perasaannya yang dulu apakah itu masih mungkin untuknya bisa menikah lagi?" Tanya Hanifa lagi.

"Tergantung wanitanya kak apakah ia mampu menggantikan posisi orang yang pernah melekat di hati si pria." Jawab Raihan.

"Seandainya wanita itu hanya bisa mendengar satu orang yaitu hanya kamu, apakah kamu bisa membuatnya menjadi pengganti rasa sedih menjadi bahagia di hati Firman?" Tanya Hanifa yang mulai serius.

"Maksud kak Hanifa? Jangan-jangan wanita yang dimaksud adalah Fina?" Raihan berbalik menatap wajah Hanifa yang saat itu mengangguk tersenyum manis menatap Raihan.

"Sepertinya aku kurang setuju kak! Aku tak semudah itu bisa melepaskan Fina dengan orang lain!" Raihan mulai sedikit meninggi.

Di tengah percakapan mereka, di depan terlihat Fina sering menatap Firman di saat Firman tidak menyadari tatapannya. Tampak dari mata Fina sebuah rasa, entah itu rasa suka atau hanya sekedar rasa penasaran.

"Apakah tatapan Fina ke Firman sudah bisa sedikit menjawab kerisauan hatimu Raihan? Apakah kamu bisa melihatnya dengan jelas? Sungguh tatapan yang manis." Ucap Hanifa yang merayu Raihan.

Raihan seolah marah mencoba tidak peduli. Namun Hanifa tetap selalu menggodanya dengan selalu memuji tatapan Fina.

"Ehh Fina..." Kata Firman yang tanpa sengaja berbalik ke arah Fina yang sedang menatapnya.

Pandangan mereka saling bertatap meskipun hanya beberapa detik. Dari belakang Hanifa begitu senang sambil berkata, "Huhhuii... Oppaa tatap akuu!"

Raihan yang mendengar teriakan heboh Hanifa hanya terdiam membalikkan pandangan ke arah kaca mobil di sampingnya.

"Heh... Iya kak?" Jawab Fina yang mengalihkan pandangan.

"Santai saja Fina tidak usah grogi begitu, aku cuma mau bilang kalau besok itu ulang tahunnya Nana." Firman berusaha tampak tenang namun di dalam hatinya merasa aneh dan malu.

"Oh... Eh... Nana ulang tahun kak? Ulang tahun yang ke berapa?" Tanya Fina yang nampak masih grogi.

"Ulang tahun yang ke tujuh. Oh iya kita singgah di cafe itu yuk sekalian aku ingin cerita dan minta saran atau mungkin bantuan kamu di acara ulang tahunnya Nana besok." Kata Firman.

Di kursi belakang, Hanifa berkata "Aku juga bilang apa, mereka hanya mau membicarakan ulang tahunnya Nana. Kamu jangan ngambek begitu ah, kamu itu cowok Raihan. Ayo kita ke sana aku ingin mengajarkan sesuatu padamu." Hanifa mengajak Raihan yang ngambek.

Raihan menurut begitu saja, mau apa lagi yang bisa ditemani hanya Hanifa. Raihan juga berharap bisa diajarkan untuk menyentuh benda.

Di tempat yang terpisah, di sebuah parkiran yang sepi Raihan dan Hanifa berdiri.

"Raihan coba kamu lihat batu ini." Hanifa menunjuk batu di dekat kakinya, "Batu ini aku sentuh dan bisa aku lempar." Lalu Hanifa melemparnya.

Raihan tampaknya tertarik dan melupakan kejadian di mobil tadi.

"Caranya bagaimana kak? Sedangkan tanganku hanya bisa menembusnya." Raihan mencoba menyentuhnya.

"Awalnya aku juga seperti itu, dulu aku sama seperti dirimu. Aku begitu posesif, aku begitu angkuh untuk mengikhlaskan perasaanku, aku tak bisa menerima keadaanku meskipun aku mengetahui batasan yang bisa kulakukan, aku mengetahui aku bukanlah makhluk bernyawa seperti dulu lagi tapi aku selalu ingin menempatkan diriku seperti mereka, aku ingin terlihat, aku ingin pengakuan bahkan aku ingin hidup lagi tapi aku sadar jika semua itu hanyalah harapan yang mustahil bisa ku rubah menjadi kenyataan. Hingga akhirnya aku mencoba melupakan rasaku kepada Firman, aku mencoba mengikhlaskan segala kenangan indah yang pernah kami lewati bersama, bagiku semua itu sulit namun kita hanya ada pilihan Ikhlaskan atau Lupakan, jika kamu tak bisa ikhlaskan maka lupakanlah jika kamu tak mampu melupakan maka ikhlaskan saja niscaya segala sesuatu yang menghalangi dirimu perlahan bisa hilang. Namun satu yang belum bisa aku ikhlaskan atau lupakan yaitu Putriku Nana. Mungkin aku bisa tenang jika suatu saat ia bisa mendapatkan Ibu seperti diriku yang bisa ia peluk, yang bisa ia tempati meminta dengan manja." Kata Hanifa dengan serius namun dengan ceria tanpa kesedihan.

"Apakah dengan melakukan itu kak Hanifa bisa menyentuh sesuatu?" Tanya Raihan yang begitu serius mendengarkan perkataan Hanifa.

"Salah satunya seperti itu, disaat kamu sudah bisa mengendalikan perasaanmu pasti kamu bisa melakukan apapun tapi disaat kamu masih dikendalikan oleh perasaan jangan harap kamu bisa melakukan apa yang ingin kamu capai." Jawab Hanifa.

"Kalau aku mengikhlaskan Fina apakah ada jaminan bagiku untuk bisa merasa bahagia kak? Apakah Fina juga akan betul-betul bahagia tanpaku?" Tanya Raihan yang mulai luluh.

"Bahagiamu kamu yang ciptakan, bahagia Fina juga yang ciptakan Fina sendiri, tak ada alasan kita tidak bahagia karena dia juga tidak bahagia yang ada itu kita bahagia karena melihatnya juga bahagia!" Jawab Hanifa.

"Apakah masih bisa untukku mengucapkan kata sayang dan terima kasih kepada Fina sebelum aku mengucapkan selamat tinggal?" Raihan tampak sedih harus mencoba mengikhalskan perasaannya.

"Kamu masih bisa, datanglah ke Fina yakinkan dirimu untuk bisa didengarkan olehnya, tetaplah berbisik padanya hingga ia bisa mendengar suaramu. Kamu bisa selama keyakinanmu masih ada bersama dirimu." Hanifa meyakinkan Raihan.

Meskipun merasa sedih takut berpisah selamanya dengan Fina namun Raihan telah memutuskan untuk mencoba ikhlas dan terus meyakinkan diri agar bisa berucap kata kepada Fina. Ia sangat ingin mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja, ia juga ingin mengatakan rasa sayangnya kepada Fina dan ia juga ingin jika Fina tetap bahagia meskipun tanpa dirinya.

1 Kisah 4 Cinta 2 Dunia [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang