22 = Penyesalan Tasya

123 7 0
                                    

Happy reading!

                          ******

"Ih lo ngapain sih, ambil kursi terus duduk di deket gue?!" bentak Vanessa pada David. Untung saja, saat itu kelas Vanessa dalam situasi jamkos. Hal itu tentu membuat murid-murid yang ada di kelasnya gembira dan berlarian ke sana kemari lalu sibuk dengan kegiatannya masing-masing.

Sama halnya seperti David. Laki-laki itu sibuk dengan pacar barunya sekarang.

"Ya emang salah mau duduk deket pacar baru, hm?" ucap David dengan santai. Kini ia merogoh sebuah cokelat yang ia simpan di kantong celananya. Dan kemudian ia berikan kepada Vanessa.

"Tumben banget lo ngasih gue cokelat. Gak ada angin gak ada hujan," ujar Vanessa yang menerima cokelat tersebut dengan senyam-senyum. Vanessa menyimpan cokelat itu di tasnya, sebagai persediaan untuk di rumah.

"Jangan-jangan lo ada maunya ya?" tanya Vanessa mengintimidasi.

"Hmm, gue mau ajak lo jalan-jalan besok malem. Mau gak?"

"Gimana ya? Gue harus belajar, supaya makin pinter dan bisa ngalahin si nenek sihir itu,"

"Tasya maksud lo?"

Vanessa mengangguk mengiyakan tebakan David yang memang benar itu.

David menghela napas kemudian mengelus puncak kepala Vanessa dengan pelan.

"Yaudah kalau gitu, lo belajar aja. Jalan-jalannya lain kali aja, deh. Kalau ada soal atau materi yang enggak lo ngerti, lo bisa tanya gue. Gue siap selalu buat lo, Van," ujar David dengan senyumannya yang khas.

Ini gue boleh baper gak sih?! David kok tiba-tiba gini?! batin Vanessa dalam hatinya.

"Inget Van, pasang hastag antibaperbaperdengandavidclub di hati lo," gumam Vanessa dengan suara yang pelan.

"Hm, lo bilang apa barusan?" tanya David yang ternyata bisa mendengar suara Vanessa yang pelan. Vanessa terperanjat dan sedetik kemudian memasang raut wajah yang tenang, "Oh enggak, gue gak bilang apa-apa barusan,"

"Bener?"

Vanessa mengangguk. Kemudian, David beranjak dari duduknya. Sebelum ia pergi keluar kelas untuk membeli minum, laki-laki itu menyempatkan untuk menepuk-nepuk puncak kepala Vanessa.

"Belajar yang rajin, ya, pacarku," ucap David dengan tersenyum.

Vanessa menepis tangan David yang berada di atas kepalanya. "Apaan sih, udah lo pergi aja sono,"

"Yeu, galak banget si. Yaudah gue keluar dulu. Jangan kangen ya,"

"Idih, ogah!"

                                    ******

Melihat Vanessa yang berduaan dengan David, membuat hati Ardy terasa diremas-remas. Ia sekuat mungkin untuk mengabaikan rasa sakit yang ada di hatinya melihat cewek yang sudah disukainya sejak dulu, kini berduaan dengan pacar barunya. Dan lebih sakit lagi, yang menjadi pacar gadis itu adalah sahabatnya sendiri.

"Gue tau perasaan lo, Ar. Lo harus nerima kenyataan ini sekarang. Vanessa, udah jadi milik David,"

Itu bukan suara dari hati Ardy, melainkan suara Dania yang entah sejak kapan duduk di sebelahnya. Ardy menoleh dan tersenyum pada Dania.

"Iya, Dan. Gue harus ngelepasin perasaan gue ini buat Vanessa. Walaupun rasanya berat dan susah, tapi gue harus. Gue udah kalah dari David. Jadi, gue lebih baik buang perasaan gue buat Vanessa, karena perasaan ini udah percuma, lebih pantas buat dibuang," ucap Ardy panjang lebar. Suara laki-laki itu bergetar. Ia sudah lama menyukai Vanessa, namun ia tak berani mengungkapkan perasaannya selama ini pada gadis tersebut.

For You [COMPLETE]Where stories live. Discover now