4 = Es jeruk

259 13 2
                                    

"Kantin, kuy," ajak Vanessa setelah bel istirahat berbunyi. Ia pun bangkit dari kursinya dan menepuk-nepuk rok. Lalu meraih tangan Felly dan bersiap berjalan keluar kelas menuju kantin.

"Gue gak diajak?" tanya David sambil melipat tangan di depan dada dan duduk di atas meja.

Vanessa tak menggubris ucapan David dan memilih berlalu dengan berjalan bersama Dania dan Felly. Ardy dan Farel sendiri masih duduk di kursinya.

"Lo kantin kagak, Ar?"tanya Farel kepada Ardy. "Kantin." jawab Ardy singkat.

"Gue ikut." ucap David yang kemudian merangkul pundak Farel. "Ayo, Ar." ajaknya pada Ardy. Ardy mengangguk dan berjalan bersama kedua lelaki itu.

"Dav, lo kenapa sih, sama Vanessa? Gue liat dari pertama ketemu, kalian gak akur. Udah saling kenal atau gimana, sih?" cerocos Farel. David mengangkat bahunya. "Gak penting,"

"Mulai, deh. Lo itu gak pernah berubah ya, dari dulu. Ngeselin,"

"Siapa bilang gue gak pernah berubah? Gue udah berubah, kok,"

"Berubah apanya?"

"Jadi lebih ganteng." David tersenyum sembari mengangkat sebelah alisnya. Farel memasang ekspresi wajah yang ingin muntah. Sedangkan Ardy yang terdiam sedari tadi pun angkat bicara. "Najis."

David terkekeh. Sahabat-sahabat kecilnya masih sama. Tak ada yang berubah. Mungkin hanya satu yang berubah. Wajah dari kedua sahabatnya itu. David akui, mereka tampak lebih tampan dan dewasa dibandingkan ketika David melihat mereka terakhir kali saat kenaikan kelas delapan SMP.

Tapi, ada sesuatu yang mengganjal di hati David. Tentang Ardy. Ada yang berubah dari dirinya. Perasaan David tidak enak. Namun, ia segera membuang jauh-jauh pikiran jeleknya dan bersikap biasa saja, seolah-olah tak akan terjadi apa pun.

                        ******

Vanessa, Dania, dan Felly berjalan beriringan menuju kantin sembari sesekali tertawa membahas suatu hal.

"Eh, iya. Tadi lo diajak ke mana sama David, Van?" tanya Felly kemudian. Wajah Vanessa yang semula terlihat ceria berubah masam ketika mendengar Felly menyebut nama cowok sialan itu.

"Gak usah bahas dia, dong. Enek gue,"

"Yee, sensian amat sih, mbak. Btw, kok lo udah kenal si David? Gimana ceritanya?"

"Jadi gini loh, Fel. Kemaren kita pergi ke mall. Nah pas mau pulang, si Vanessa ditabrak sama David. Belanjaan dia jadi jatuh gitu, kan. Si David bukannya bantuin Vanessa, eh dia malah diem aja. Siapa yang gak kesel coba. Terus David pergi gitu aja tanpa bilang apa pun," Dania pun menceritakan kronologis pertemuan antara Vanessa dengan David. Vanessa sendiri malas membahas hal itu. 

Setelah mendengar penjelasan dari Dania, Felly mengangguk-anggukan kepalanya sambil ber-oh ria.

Sesampainya di kantin, mereka segera mencari tempat duduk. Setelah dapat, mereka pun memesan makanan.

Tak berselang lama, datanglah Ardy, Farel, dan David. Mereka segera mengambil tempat duduk di depan Vanessa dan Felly. Dania sendiri sedang memesan makanan untuknya dan Vanessa serta Felly.

Melihat David duduk di seberangnya, Vanessa mengalihkan pandangannya ke arah Felly. Ini anak ngapain duduk di depan gue, sih. Udah tau gue enek liat dia, malah duduk depan gue lagi, batin Vanessa dalam hati.

For You [COMPLETE]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon