10 - Crying Girl

426 24 0
                                    


Anne berjalan dengan Erica bersama-sama. Awalnya Anne sudah berkata dalam hati bahwa dia tak boleh marah pada Erica, namun pagi itu sifat Anne agak judes pada Erica.

"Oops i got ninety nine problems singing bye, bye, bye, hold up if you wanna go and take a ride with me, better hit me baby one more time." Dendang Erica di sepanjang jalan.

Anne melakukan kebiasaannya. Menatap dari balik poni hitam melalui sudut mata tajamnya. Kepala Anne terasa akan meledak walaupun itu masih pagi. Bukannya ingin sombong, memang nyanyian Erica tak seperti cicak yang terjepit di sela pintu, namun jika masih pagi seperti ini, tunggu dulu main iri hati akan memperbaiki keadaan.

Anne pun mengeluarkan sesuatu dari sakunya. Apa lagi kalau bukan earphone putihnya? Anne memasang earphone putih itu di telinganya. Hatinya lega ketika nyanyian sadis Erica tak lagi terdengar di telinganya.

Langkah mereka menuntun kedua insan itu ke sekolah. Kini mereka telah tiba di gerbang. Anne menjeling. Mulut Erica tak bergerak menyanyi lagi. Anne pun memutuskan untuk membuka earphonenya.

"Mana Ray ya?" Gumam Erica namun masih dapat didengar oleh Anne.

Tatapan Anne lebih sadis lagi. Anne sudah sama seperti patung yang diam. Entah ada rasa apa namun Anne lebih memilih untuk melangkah meninggalkan Erica di belakangnya.

"Anne tunggu." Seru Erica ketika Anne melangkah meninggalkannya.

Anne hanya berhenti tanpa menoleh. Setelah Erica sejajar dengannya, barulah Anne melanjutkan langkahnya. Kepala Erica sedang celingak-celinguk mencari keberadaan lelaki yang tengah menghuni pikirannya.

"Aha, itu dia." Seru Erica pelan ketika melihat Ray, Daniel, dan Samuel di ujung koridor.

"Anne kau duluan saja ke kelas ya." Bujuk Erica pada Anne yang saat itu juga langsung meluncur ke arah Ray. Anne belum berbelok menuju kelas. Dia memutuskan untuk diam di tempat dan melihat apa yang terjadi di ujung lorong.

Pagi itu, jam menunjukkan masih pukul enam tiga puluh menit. Tak banyak siswa yang berlalu lalang. Toh, masih satu setengah jam lagi baru bel berbunyi. Tanpa Anne sadari tatapannya begitu dingin dalam menyaksikan apa yang terjadi di ujung lorong. Ray tampak suka tertawa ketika mendapat perhatian dari Erica. Entah apa yang gadis itu lakukan namun di ujung lorong sana, tampak begitu seru. Tak hanya Ray, Daniel dan Samuel juga ikut tertawa.

Anne kaget ketika mata Daniel tak sengaja melihatnya. Dengan cepat Anne mencari alasan jika saja Erica bertanya mengapa dia bisa berada di situ.

"Hai Anne, selamat pagi. Sini main dengan kita." Ajak Daniel dengan sumringah dan tampan pada Anne. Spontan ketiga teman di samping Daniel menoleh menatap Anne. Dan baru saja bibir Erica akan terbuka, Anne sudah cepat-cepat mendahului berbicara.

"Erica, jangan lupa ada perkumpulan tim pesorak di aula jam 7." Alibi Anne.

"Oke Anne." Balas Erica dengan senyum. Kebingungannya lenyap mendengar apa yang Anne katakan. Erica mengira bahwa Anne kembali untuk mengingatkannya.

Anne langsung berbelok menuju arah kelas tanpa menunggu hal-hal lain terjadi. Agak aneh, namun kadang teman-teman Anne bisa memaklumi hal itu.

Anne mengelus-elus dadanya ketika tiba di ruang kelas. Namun baru saja Anne mencoba menghilangkan kegugupanya, terdengar suara tangis gadis yang sangat pelan. Suara itu bahkan hampir tak terdengar, namun karena keadaan di kelas Anne kosong, maka Anne bisa mendengar suara tangisan pelan tersebut.

Anne berdiri lalu merenggut ranselnya dari bangku. Anne merasa penasaran akan suara tangis tersebut. Anne pun memulai pencariannya dari kelas-kelas.

Semakin Anne menuju keatas, suara tangisan mulai jelas terdengar. Suara tangisan ini tak terdengar seperti tangisan biasa. Tangisan ini lebih terdengar menyakitkan. Tangisan ini seperti ditahan dan tak diijinkan keluar.

Anne berhenti di depan pintu yang menghubungkan lantai paling atas sekolah dengan rooftop. Tangisan kini sangat jelas. Dengan berani Anne memutar gagang pintu. Tampak di pojok, seorang gadis tengah menangis.

Anne lantas tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Seorang Baige Cooper sedang tersedu-sedu di pojok sana. Hati Anne tersentuh mendengar tangisannya yang begitu menyakitkan. Anne pun merogoh sesuatu dalam tasnya. Sebuah bungkus tisu dikeluarkan Anne dari dalam sana.

Anne menghela napas dan menghembuskannya pelan untuk mengumpulkan keberanian. Rupanya Baige belum mendengarnya. Anne pun mulai mendekat. Tak ada kata yang diucapkan Anne. Tangannya yang memegang tisu kemudian tersodor pada Baige.

Baige terkejut ketika menyadari kehadiran Anne. Dengan cepat air matanya dihapus. Dengan cepat Baige berdiri dan merapikan seragamnya.

"Tak usah jeda kesedihanmu. Aku hanya akan memberikanmu tisu. Bukan menanyakan alasan kenapa kau menangis." Ucap Anne ketika melihat Baige yang berusaha terlihat tegar.

Baige agak terkejut mendengar kata-kata Anne. Seketika hatinya ingin menangis lagi namun berhasil dia kuatkan. Tangan Anne masih tersodor sampai Baige mengambil tisunya.

"Lanjutkan saja jika kau mau, aku takkan menghalangimu. Aku hanya akan menghalangi mereka mendengar." Tutur Anne lembut pada Baige. Dan setelah mengucapkan itu, Anne pun berbalik menuju ke pintu.

Baru saja Anne akan memutar gagang, tiba-tiba saja suara seseorang menghentikannya. Siapa lagi jika bukan Baige.

"Tunggu." Seru Baige dari belakang.

Anne menghentikan kegiatannya lalu menoleh. Baige setengah berlari kecil dari sana untuk menghampirinya. "Terima kasih." Ujar gadis itu.

Sesaat keadaan hening. Tak ada topik yang muncul bagi mereka. Anne pun berinisiatif agar pergi dan meninggalkan Baige dengan waktunya sendiri.

"Aku pergi dulu. Kau butuh waktu sendiri. Dan perkenalkan, namaku Anne." Ujar Anne.

"Iya, makasih." Balas Baige dan diiringi anggukan dari Anne.

Anne menuruni tangga menuju ruang kelasnya. Sudah mulai ramai namun, teman-teman dekat Anne seperti Rosse, Marry, dan Dellilah belum kelihatan.

Anne berdiri di ambang pintu kelas. Namun, niatnya untuk menuju tempat duduknya terhentikan ketika seseorang mengejutkannya dari belakang.

"Selamat pagi temanku." Seru Marry tepat di telinga Anne sambil memeluk.

Anne mendengus lalu menghembuskan napas mencoba mengatur detak jangtungnya. Bukan, bukan detak jantung jatuh cinta, melainkan detak jantung karena kaget.

"Ya ampun Marry, kalau jantungku copot, bagaimana?" Tanya Anne agak kesal.

"Hehehe, ya tinggal di pasang lagi deh." Jawab Marry bercanda yang membuat Anne geleng-geleng kepala. Anne lalu melirik jam tangannya. Jam menunjukkan sebentar lagi akan belajar.

"Duduk yuk, sebentar lagi pelajarannya mulai." Ajak Anne pada Marry.

"Yuk." Jawab Marry setuju sambil mengangguk-angguk. Marry pun mengambil tempat duduk di bangkunya, hal yang sama dengan yang dilakukan Anne. Dan kedua gadis itu lalu mulai fokus pada kegiatan mereka masing-masing, menciptakan situasi hening.

Selang beberapa menit hening yang tercipta antara dua sahabat itu, bel pun berbunyi menandakan bahwa pelajaran hari ini akan segera dimulai. Kemudian tak lama pun seorang guru masuk ke kelas kemudian belajar pun dimulai.

Adrianne [COMPLETED]Where stories live. Discover now