Diantara Rinai Dosa

4K 257 5
                                    

Disepertiga malam yang syahdu, dihiasi langit yang bertabur bintang dan sepenggal rembulan yang tertutup awan tipis. Sesekali terdengar suara jangkrik diantara rerumputan yang basah terhujani embun dan angin yang berhembus menyentuh dedaunan. Umar yang sedang tenggelam dalam perasaan nelangsa, berusaha menguatkan diri dengan mengadukan segala dukanya kepada Sang Pemilik hati.

Memperpanjang doa dalam setiap sujudnya. Berharap ia bisa menerima kenyataan dengan hati yang lapang.

Dan di tempat yang berbeda. Arinda pun menangis di atas sajadahnya. Bersimpuh dihadapan Sang Pencipta memohon kelapangan hati, agar dapat ikhlas menerima segala takdirnya.

Andai saja, waktu itu bisa diputar kembali. Ingin mengulangi pilihan hidupnya.

--------------

Selesai shalat subuh, Arinda ke luar dari kamar. Pandangannya tertumbuk pada meja tamu, di sana ada kotak yang berbalut kertas bergambar boneka beruang.

Pikirannya langsing melayang kepada Umar. Ia mengambil kotak persegi yang lumayan besar itu, menerka- nerka isi di dalamnya.

"Itu dari Umar." Suara mak mengejutkan Arinda. Ia menoleh ke mak Siti yang baru ke luar dari kamarnya.

"Umar?" Arinda pura- pura terkejut.

"Iya, semalem pas kamu sama Faruq di kamar. Dia ke sini, nganter hadiah untuk Faruq katanya."

"Ohhh," Arinda membulatkan bibirnya.

"Mak mau ke dapur dulu, ya." Pamit mak Siti. Arinda mengangguk saja.

Rupanya mak Siti tak mau menceritakan kejadian semalam. Mungkin takut membebani pikirin Arinda yang sudah memilih Harri. Padahal kenyataannya, Arinda tahu kejadian semalam.
Sudahlah, biar saja saling berpura- pura tak tahu.

Arinda merobek pelan- pelan hadiah dari Umar. Hadiah mainan, berupa mobil- mobilan dan juga buku mini berbahan kain yang berisi gambar hewan.
Arinda tersenyum, tapi kemudian menjadi sedih kembali karena mengingat Umar.

---------------

Arinda memarkirkan motornya. Melepas helmnya dan menggantungnya di pengait motor. Berharap ia bisa menjaga hatinya karena pasti akan bertemu Umar sepanjang bekerja.

Mobil Umar masuk ke halaman parkir. Arinda yang menyadari kedatangan Umar buru-buru ingin meninggalkan parkiran. Tapi sial, Umar sudah ke luar dari mobilnya.

Pria itu mengenakan kaca mata hitam, berjalan dengan santai, membawa ponsel dan tas berisi laptop.

Arinda melangkah. Umar melintas di dekatnya. Aroma mint segar menyeruak saat pria itu berjarak tak jaih darinya.

"Hai, Arinda. Assalamualaikum." Sapanya cool.

"Wa-walaikumsalam, pak." Arinda justru gelagapan.

"Saya duluan, ya." Ia memperpanjang langkah kakinya, melenggang dengan santai. Seperti tak pernah terjadi apa pun.

Arinda yang gugup bercampur bingung hanya bisa menatap kepergian bosnya itu dengan seribu tanda tanya.' Kenapa dia bisa setenang itu? Sedangkan aku, seperti orang tolol.' ucapnya dalam hati.

------------

Sekitar jam 11.00, Arinda dan teman- temannya rapat. Mereka semua duduk bersama dengan meja besar dan panjang berada di tengah. Meja itu dipenuhi tumpukan kertas, beberapa laptop, bolpoin, juga botol air mineral.

Umar sedang serius membahas pekerjaan mereka. Tentang pelayanan perjalanan umroh dan juga perjalanan antar provinsi.

Semua tampak seksama mendengarkan penjabaran Umar yang berdiri di depan.
Sementara, Arinda tenggelam dalam lamunan. Matanya masih menyiratkan kesedihan, dan sisa- sisa tangisan itu masih tampak terlukis di kedua matanya.

Diantara Rinai Dosa (Sudah terbit) Where stories live. Discover now