Diantara Rinai Dosa

4.2K 289 4
                                    

Akhirnya Faruq sudah dirawat di ruang rawat anak- anak. Kondisinya lebih baik, hanya masih tampak lemas dan sedikit rewel.

Sore itu, ruangan tempat Faruq dirawat, begitu ramai karena kehadiran teman- teman kerja Arinda. Celotehan- celotehan Desi membuat suasana sedikit gaduh. Tapi membuat Arinda merasa senang.

Arinda sedang memangku Faruq yang sedang minum ASI melalui botol dotnya.
Mata kecilnya mengerjap- ngerjap melihat wajah bundanya.

"Oh, iya." Desi teringat sesuatu. Ia mengambil amplop dari tasnya." Ini, jangan ditolak ya. Buat Faruq," Desi menyerahkan amplop berisi uang ke tangan Arinda.

Arinda bengong.

" Jangan lihat jumlahnya, tapi lihat dari ketulusan kami untuk sedikit membantu pengobatan Faruq. Walau ada kartu kesehatan, tetap aja ada yang tetap harus dibayar, kan?" ujar Desi.

Dengan ragu-ragu menerima amplop dari Desi.

"Kenapa?" Desi merasa ada sesuatu yang kurang beres dengan ekspresi Arinda.

"Mmmm, bukannya pak Umar sudah kasih ke aku. Uang dari kalian?"Arinda menatap Desi dan teman- temannya.

Desi dan yang lainnya pun saling melempar pandangan, heran.

" Ih, gak ada. Mungkin itu uang pribadi dari pak Umar. Kita kan, baru tadi siang kumpulin uangnya untuk bantu kamu." Jelas Desi.

"Oh, begitu ya."

--------------

Sehabis magrib mak Siti dan ibunya Arinda datang dengan membawa makanan dan juga baju ganti untuk Arinda.

Tak lama mereka sampai di ruangan Faruq, Umar dan mami datang. Mak Siti tampak senang dengan kedatangan mereka. Lalu memperkenalkan mereka kepada ibunya Arinda.

Faruq sedang tertidur. Mami Umar mencium pelan pipi Faruq. Lalu tiga wanita itu terlibat obrolan. Arinda baru saja datang setelah berganti pakaian dan shalat. Ia terkejut dengan kedatangan Umar dan maminya.

Mami Umar memang orang yang mudah akrab dengan orang lain. Terlihat ia begitu lepas saat berbincang- bincang dengan mak dan ibu Arinda.

Umar melirik sebentar ke Arinda yang tampak cuek dengan kehadirannya. Entah, sepertinya Arinda sedikit kesal.

Ponsel Umar berdering, lalu ia pun cepat- cepat mengangkat telepon dan berjalan ke luar ruangan. Ia berdiri di depan ruangan Faruq sambil berbicara dengan seseorang melalui ponselnya.
Arinda ikut ke luar. Menunggu Umar sampai selesai berbicara.

Umar akhirnya menutup teleponnya, dan sedikit kaget dengan kehadiran Arinda di belakangnya. Ia membalikkan tubuhnya, berhadapan beberapa meter dengan Arinda.

"Ada apa?" Umar seperti tahu bahwa wanita itu ingin berbicara sesuatu padanya.

" Kenapa harus berbohong?"

"Maksud mu?" Umar menautkan alisnya.

"Uang yang waktu itu anda kasih. Kenapa harus mengatas namakan teman- teman?" Tatapan Arinda sedikit tajam."Tadi sore, mereka memberi saya uang. Mereka bilang, baru hari ini mereka mengumpulkan uang untuk membantu Faruq. "

Umar menarik nafas, lalu menghempaskannya dengan cepat.

"Masalah seperti ini gak usah dibesar-besarkan." Sahut Umar.

Arinda tampak kesal.

"Tapi kenapa harus berbohong?"

"Karna, yang saya tau.Jenis perempuan seperti kamu, kalau saya bilang langsung  itu dari saya pribadi. Kamu pasti akan menolaknya." Jelas Umar.

Diantara Rinai Dosa (Sudah terbit) Where stories live. Discover now