Aluna

7.8K 346 13
                                    

Semangat untuk sembuh kembali muncul. Aku sempat menyerah ketika Papa merobek surat persetujuan untuk operasi yang diberikan oleh dokter Senha. Sejak saat itu, rasanya aku ingin menyerah. Kupikir kematian mungkin jalan yang terbaik agar aku tidak lagi merasakan sakit. Namun, sekarang aku ingin sembuh. Alasannya tentu saja adalah dia. Dia orang yang aku cintai dan berarti di dalam hidupku, Pak Baekhyun.

Aku menatap beberapa butir obat yang ada di tangan. Semoga dengan obat ini aku bisa bertahan hidup sambil menunggu Papa menyetujui operasiku.

Seminggu yang lalu aku menerima surat izin operasi lagi dari dokter Senha. Surat itu kutaruh di atas meja kerja Papa karena tidak berani memberikan secara langsung.

Bayangan Papa ketika menamparku waktu itu kembali melintas di ingatan. Rasa sakitnya seolah masih bisa kurasakan sampai sekarang. Tanpa sadar aku menutup mata etat-erat. Napas pun terasa berat. Aku takut Papa akan menamparku lagi.

Aku menarik napas panjang lalu mengembuskannya perlahan agar kembali tenang. Semoga Papa tahu dan membaca surat itu karena hanya itulah satu-satunya harapanku.

Samar-samar terdengar suara wanita sedang memanggil namaku dari bawah. Aku pun segera keluar untuk memeriksanya.

"Mamah?" Aku segera melemparkan diri dalam pelukan wanita yang sudah lama kurindukan kehadirannya. Entah sudah berapa hari aku tidak bertemu dengan Mama. Rasanya sungguh sangat lama.

"Mama ke mana saja? Aeris kangen sekali sama Mama." Air mata jatuh tanpa bisa kucegah. Aku senang akhirnya bisa bertemu kembali dengan Mama. Namun, aku juga marah dan sedikit kecewa. Kenapa Mama baru menemuiku sekarang?

Mama melepaskanku dari pelukannya. Tangan hangatnya menangkup kedua pipiku lantas menghapus air mataku.

Mama terlihat sangat kacau. Rambutnya berantakan, pakaian kusut, wajahnya pun terlihat begitu lelah. Aku tidak tega melihatnya. Air mataku pun jatuh semakin deras.

"Bagaimana kabar anak Mama?" Mama mengecup kedua pipiku dengan penuh sayang.

"A-Aeris baik-baik saja." Mama tersenyum lega mendengar jawabanku.

Hatiku teriris melihat senyumnya.

Aeris sedang tidak baik-baik saja, Ma. Aeris sakit dan butuh Mama untuk tetap di samping Aeris.

"Bagaimama kabar Mama? Apa Mama datang untuk menjemput Aeris?" Aku ingin memberitahu Mama tentang penyakitku agar bisa segera dioperasi.

Mama menggeleng cepat. "Maafkan Mama Aeris. Mama belum bisa membawamu untuk saat ini karena Mama tidak berdaya melawan Papamu."

"Kenapa, Ma? Apa Mama tidak sayang lagi sama Aeris?" Dadaku rasanya sungguh sesak. Apa yang Papa lakukan pada Mama hingga membuat Mama seperti ini? Tidak cukupkah Papa melukai hati Mama dengan berselingkuh.

Mama berulang kali melihat jam yang melingkari pergelangan tangannya. Dia terlihat begitu cemas. "Mama tidak punya banyak waktu Aeris. Papamu sebentar lagi pasti kembali. Mama sedang berusaha mengumpulkan uang. Jika uang Mama sudah cukup, Mama berjanji akan merebut hak asuhmu dari Papamu."

Aku menggeleng, tidak menyetujui ucapan mama. "Aeris ingin ikut Mama. Aeris tidak ingin di sini. Papa ja ...." Aku tidak berani melanjutkan kata-kataku. Aku tidak mungkin memberitahu Mama jika beberapa hari yang lalu Papa menamparku.

"Apa yang dilakukan Papamu, Sayang? Kenapa tubuhmu semakin kurus?" Mama menatapku khawatir.

Aku membasahi bibir bagian bawah. Haruskah aku memberitahu Mama tentang penyakitku? Sementara Mama sedang berusaha mengumpulkan uang untuk merebut hak asuhku dari Papa. Jika aku memaksa untuk ikut dengan Mama sekarang, aku malah semakin menambah beban di hidup Mama.

My Lovely TeacherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang