Diantara Rinai Dosa

Start from the beginning
                                    

Jalanan masih sedikit sepi, tetapi berkat ulah mobil itu ada beberapa kendaraan yang ada di belakangnya ikut berhenti dengan tiba-tiba sehingga suasana menjadi sedikit gaduh.

Dari mobil itu ke luar seorang lelaki berwajah rupawan. Buru-buru ia membantu dua wanita yang hampir ia tabrak itu, memunguti beberapa sayuran dan ikan yang berserakan dan masih dalam kondisi bagus. Sementara barang belanjaan yang terbongkar  dari kemasan dan rusak, maka diabaikan saja.

Lelaki bernama Umar itu meminta maaf dan kemudian membawa dua wanita itu ke trotoar. Lalu ia masuk kembali ke mobilnya yang kemudian ia parkirkan di pinggir jalan.

Ia hampiri dua wanita yang masih tampak kaget dengan kejadian yang baru saja mereka alami.

"Maaf ya, bu." Umar meminta maaf ."Ada yang luka?" Umar menatap dua wanita itu bergantian, melihat ke kaki mereka kalau ada yang terluka di baguan kaki.

"Iya enda apa-apa. Tidak ada." sahut wanita yang berbadan gemuk.

"Saya ganti ya, belanjaannya.?"

"Ehhhh, enda usah."

"Enggak pa-pa,bu. Soalnya ini salah saya belanjaan ibu jadi rusak."

"Tapi..."

"Saya belikan ya " bujuk Umar.

Wanita gemuk itu melirik kearah temannya yang diam saja sejak tadi, berdiri dengan wajah yang sedikut pucat, tampaknya masuh syok.

"Enda usah."

"Biar saya ganti,bu. Sebagai tanggung jawab, kareba sudah membuat belanjaan ibu rusak."

"Tapi..."

"Sebut saja, biar saya beli ke dalam pasar. Saya biasa kok belanja di pasar."

"Ya sudah, biar ditemani mbak Galuh ya. Saya tunggu  di sini." Wanita itu memberi kode dengan melirik ke arah wanita yang berdiri di sampingnya untuk kembali ke pasar yang tak jauh dari mereka.

"Ibu, tunggu di dalam mobil saya saja."

Wanita itu setuju, Umar membuka pintu mobil bagian belakang, dan mepersilahkan wanita gemuk itu duduk di jok mobilnya. Lalu pergi ke dalam pasar bersama wanita bertubuh kurus bernama mbak Galuh itu.

Wanita yang ditinggal di dalam mobil Umar, beristighfar dengan suara pelan. Ia masih syok dengan insiden tadi.

------------------

Faruq terbangun dan menangis cukup keras. Arinda bergegas masuk ke kamarnya membiarkan Lisa sendirian di ruang tamu.

"Heiiii, anak bunda sudah bangun." Arinda mengendong Faruq, mencoba menenangkannya. Ia merasa tubuh putra kecilnya terasa hangat.

Lisa menoleh ke jendela yang berada tepat di belakang sofa yang ia duduki. Sebuah mobil berhenti di halaman rumah. Dan ia seakan tak percaya dengan apa yang ia lihat, pria yang tempo hari membantunya saat motornya kehabisan bensin, keluar dari  dalam mobil.

"Oh my God!" pekiknya.

Umar membukakan pintu mobilnya untik Mak Siti dan mbak Galuh. Lalu ia mengeluarkan belanjaan dari bagasi.

Lisa dengan langkah riang berjalan ke arah mereka. Ia ikut memvantu membawakan belanjaan mak Siti.

"Taruh di sini saja!" mak Siti menunjuk ke lantai teras dekat dengan kursi.
Umar pun menaruhnya di tempat yang mak Siti katakan.

"Hai, aku Lisa. Yang waktu itu kamu kasih bensin karena motor ku mogok.Masih ingat?" Lisa tersenyum kepada Umar, berharap lelaki itu ingat tentang peristiwa waktu itu.

"Ohhhhh, ya ya, ingat." angguk Umar.

"Kenal?" mak Siti memanata Lisa. Gadis semampai itu mengangguk.

"Namanya Umar, mak." ucap Lisa."Iya kan?" Lisa menoleh ke Umar, memastikan kebenaran namanya.

"Iya betul, nama saya Umar."

"Mak juga kensl sama Umar?"

"Oh, jadi gini. Tadi aku hampir mencelakai ibu kamu." jawab Umar.

Mak Siti menyuruh mbak Galuh membawa masuk belanjaan. Mbak Galuh pun lansung melaksanakannya.

"Ha???" Lisa sedikit kaget dan memandangi mak Siti."Celaka kenapa, mak gak kenapa-napa?"

"Alhamdulillah enda pa-pa. Nyaris saja..." mak tersenyum.

"Nyaris aku tabrak. Maaf ya, aku terlalu laju membawa mobil dan  menyetir sambil menelpon." sesal Umar.

"Sudah tidak pa-pa.Ayo duduk nak Umar!" mak mempersilahkan Umar duduk di kursi plastik merah.

Umar pun duduk, diikuti mak dan Lisa yang memilih duduk di seberang Umar. Lisa memandangi Umar lagi. Mak menepuk lengan gadis itu, ia tahu Lisa sepertinya terpesona oleh Umar.

"Eh, enda boleh lihat yang bukan muhrimnya lama-kama." mak berbisik.

Lisa tersipu, ia kemudian melenpar senyum ke mak Siti.

"Iya mak, maaf."

"Buatin minum!" perintah mak.

"Oh iya," Lisa hendak berdiri.

"Enggak usah, aku harus pergi." kata Umar membuat Lisabtak jadi beranjak dari kursi.

"Ehhhh kok buru-buru?" mak menatap Umar.

"Iya, saya ada janji sama seseorang."

"Yahhhh...bentar banget,sih." ucap Lisa.

Umar hanya tersenyum kearah Lisa.

"Ya sudah, nanti lain waktu nak Umar bisa kemari lagi." ujar mak."Oh ya. Lisa ini bukan anak mak, tapi dia sahabat dari keponakan mak. Suka main ke sini." jelas mak Siti.

"Oh, saya pikir, Lisa anaknya ibu."

"Mak....panggil Mak saja." jata mak Siti.

"Oh ya, mak...."

Saat hendak berdiri dari kursi, tiba-tiba ia terkejut dengan kehadiran Arinda yang muncul di teras dengan wajah panik.

"Mak...Lisa, i-itu....Faruq kejang!"

"Astaghfirullah...!" mak kaget.

"Bawa ke rumah sakit aja." saran Lisa.

"Ayo kita lihat dulu!" mak Siti masuk ke dalam rumah disusul Arinda.

"Emmmm, bentar ya, Umar." Lisa berlari ke dalam rumah juga, meninggalkan Umar yang juga kebingungan karena melihat Arinda barusan, ia mendengar suara Arinda yang panik.

Lisa ke luar dan meminta tolong ke pada Umar untuk mengantar mereka ke rumah sakit.

"Oh, oke." Umar menyanggupi.

"Makasih ya." ucap Lisa.

Arinda muncul dengan menggendong Faruq di tangannya. Umar yang bingung pun mempersilahkan Arinda masuk ke mobil. Lisa dan mak Siti pun ikut.

Bola mata Faruq menatap ke atas, wajahnya pucat dan tubuhnya kaku. Suhu tubuhnya tinggi. Arinda terisak, ia masih belum menyadari bahwa Umar yang sedang menyupir di depannya.

Umar menyetir dengan pikiran yang dipenuhi tanda tanya. Ia melirik Arinda dari kaca depan yang menggantung di hadapannya.
Mobil terus melaju menuju rumah sakit.

--------------------

Diantara Rinai Dosa (Sudah terbit) Where stories live. Discover now