Duapuluhsembilan

2.1K 106 2
                                    

Dunia seperti berhenti,
Tidak ada cerita lagi setiap hari.
Tapi entah, apalagi yang hilang dari hati?
-Dear, Mantan 2

\\//

Kantung mata nya semakin terlihat, belum lagi seperti tidak ada lagi semangat di dalam diri nya. Gema, kini masih duduk di ruang tunggu semalaman. Menunggu kabar Arnold, yang kini belum juga ia dapatkan.

"De, ada apa ini?" Helena baru saja datang tadi pagi, setelah kabar itu baru Gema berikan pukul 3 dini hari. Bukan ingin menutupinya sendiri, Gema belum kuat menyampaikan kabar yang membuat nya seolah tidak punya hastrat hidup lagi.

"Bang Arnold, Ma. Abang, ade telat kejar abang, ade telat.." Sebutan Abang memang seharusnya selalu Gema sebutkan, namun memang mereka tidak lagi menyebutkan itu sebelum benar-benar lemah dan menganggap bahwa mereka lah keluarga satu-satunya.

Berbeda dengan Adeliana, sejak kabar itu diberikan Adel langsung pergi ke Rumah sakit sendirian. Karena, Rhicard masih berada di luar kota saat itu.

Adel bisa mendengar saat Gema menelpon Arnold malam itu, dimana Arnold menyuruh untuk mengurusi Arnold jika sudah parah. Lalu, apakah itu tanda bahwa Arnold sudah lelah dan apa yang Adel lakukan selama ini salah?

Semua terpukul dengan berita ini, semestinya ada yang lebih terpukul lagi. Namun, saat tiba di ambulance Arnold sempat sadarkan diri sebentar.

"Tidak untuk Ardita." Kalimat itu yang Arnold ucapkan sebelum dia koma.

Gema yakin, niat Arnold tidak ingin menggagalkan pernikahan Ardita dengan Galih. Tempatnya sudah bukan bersama Ardita lagi, dan Arnold tidak boleh berjuang lagi. Ini sudah resiko dan takdir nya mungkin.

-----------

"Kamu diem aja kenapa?" Tegur Cathrin, saat melihat Ardita tidak seperti biasa nya.

"Gapapa."

"Ni handphone lo." Ardeta duduk di samping Ardita sembari memberikan ponsel Ardita.

"Kok di kamu, Ay?" Tanya Bunda.

"Ardita itu masih terlalu kecil buat pake handphone, harusnya dia jangan menikah dulu."

"Bilang aja sirik di langkahin Kayla." Celetuk Arkan, yang datang dari tangga.

"Buat aku menikah itu perlu dewasa, karna segala sesuatu nya gabisa dijalanin pake hati aja. Tapi, pake logika. Biar ga kaya anak kecil, dikit-dikit ada firasat langsung gajelas." Ardita masih diam saat Ardeta mengatakan kalimat itu dengan lancar.

"Kalian kenapa sih?"

"Gapapa kok." Ardita tersenyum ke arah Cathrin.

Ardita sempat berpikir mungkin perasaan itu hanya menyelinap di waktu malam, namun hingga detik ini pun rasa itu terus mengusik.

"Ayla si gapapa, kalau sebelah gatau deh ya."

Cathrin menatap Ardeta, menegaskan bahwa Ardeta sebaiknya tidak banyak bicara kali ini.

Sebelumnya memang tidak pernah ada permasalahan seperti ini antara mereka berdua, Ardeta mungkin sudah lelah dengan sikap Ardita yang kadang sulit dikendalikan. Kembaran nya satu ini terlalu mementingkan perasaan dibanding logika yang sesuai dengan keadaan.

Dear, Mantan 2Where stories live. Discover now