Delapanbelas

2.7K 113 10
                                    

Yang pasti atau yang menarik hati?
-Dear, Mantan 2

\\//

Ardita melirik kalender kecil yang digantung di samping pintu kamar nya, sisa 2 hari lagi dia di Jakarta. Dan selebih nya harus kembali ke Bandung. Rasanya seperti beban, entah kenapa kepulangan nya ke Bandung bukan yang Ardita harapkan saat ini.

Dia hanya ingin sedikit lagi waktu, setidaknya meskipun tidak tahu siapa Adhyastha. Dia mempunyai beberapa petunjuk.

"Ardita?" Suara itu membuat lamunan nya buyar, dia membuka pintu kamar nya dan menampakan wanita paruh baya.

"Ada apa, Bun?"

"Wisuda Galih kapan, sayang?" Harus pertanyaan itu yang Ardita dengar setelah pikiran nya yang begitu berat.

"Minggu depan, kenapa Bunda?" Ardita menjawab tanpa menoleh, dia mendudukan diri nya di tempat tidur.

"Gapapa, Bunda cuma mau mastiin. Sambil persiapan, kan setelah wisuda kalian-"

"Kita tunda, Bunda."

"Kenapa? Kamu ada masalah sama Galih?"

"Aku hanya perlu sedikit waktu, penundaan ini keputusan Galih. Dan, aku baru bilang ke Bunda sama Ayla. Aku belum berani untuk sampein ke Ayah." Lirih nya.

"Galih yang memutuskan?" Tanya nya mengulang seperti tidak terima.

"Ini bukan salah Galih, bun. Aku yang sedikit bermasalah dan Galih kasih aku ruang untuk memikirkan ke depan nya. Bunda tenang aja, aku ga akan ngecewain siapa pun." Ardita menjeda ucapan nya, "Soal pertemuan kita nanti, jangan dibatalkan. Barang kali, nanti bisa membuat aku semakin yakin dan ga ragu lagi sama Galih."

"Kamu ada masalah? Cerita sama Bunda."

"Maaf, Bunda. Aku cuma pengen ini masalah kita berdua, dan sedikit lebih dewasa menyelesaikan tanpa campur tangan siapa pun."

"Gapapa kok, Bunda paham. Yaudah, jangan lupa ke bawah ya. Sarapan nya sudah siap." Cathrin mengusap pelan puncak kepala Ardita, dia berjalan dengan meninggalkan senyum seolah Ardita harus bercerita kepada nya. Tapi, Ardita tidak ingin mengecewakan siapa pun di sini. Cukup Arkan yang tahu setelah Ardeta, dan tidak ada lagi.

Dengan perasaan yang kurang baik, Ardita menghela nafas nya. Meminum segelas air yang biasa disiapkan setiap pagi, lalu mengaca diri sambil merapihkan rambutnya yang sedikit berantakan. Ardita memutuskan turun ke bawah, sebelum ada panggilan keberkian kali nya. Dia rasa tidak perlu memperlihatkan kegelisahan nya kepada keluarga nya.

Kini hanya ada suara perang antara sendok dengan piring, setelah menyapa pagi di antara mereka belum ada yang memulai pembicaraan.

"Gimana?" Suara itu sukses membuat Ardita tekejut, hingga sedikit tersedak saat melahap nasi goreng yang ada di hadapan nya.

"Kenapa, yah?" Itu suara Ardeta, meskipun pertanyaan itu tidak langsung tertuju kepada nya tapi Ardita yakin kalau sebentar lagi Ardita yang akan kena.

"Bagaimana kamu sama, Abyan?"

"Baik-baik aja, Ayah. Mungkin rencana selanjutnya nanti menyusul, kalau kita sudah lulus kuliah." Jawaban itu, Ardita berharap ada lagi. Agar Andra tidak bertanya kepada nya.

Dear, Mantan 2Where stories live. Discover now