1. Surga Tampak Lebih Dekat

53.6K 4.5K 575
                                    

"Allah pertemukan jodoh hamba-Nya dengan berbagai cara, termasuk cara yang teramat sederhana. Sesederhana air laut kembali bertemu dengan bumi melalui hujan."

🍃🍃🍃

Mungkin kata "Syabil bodoh!" adalah kata yang tepat untuk dilontarkan kepadaku. Hari ini ada kuis di kelas tapi aku malah telat. Karena saking niatnya buat mengerjakan soal kuis, aku belajar semalam suntuk dan endingnya aku tertidur setelah sholat subuh.

Menjadi mahasiswa tingkat tiga semester lima adalah mahasiswa dengan predikat sok sibuk. Selain praktek lapangan yang padat juga laporan-laporan sekaligus penyusunan proposal penelitian memaksa harus bekerja extradouble.

Setelah pre-klinik selama hampir satu bulan, aku kembali ke kampus untuk melaksanakan ujian. Sayangnya, hari ini benar-benar sial. Ada satu orang yang seharusnya membangunkanku, tapi entah kenapa orang itu malah membiarkanku telat bangun. Rasanya kalau ketemu nanti, aku bakal berurusan panjang dengannya.

Aku menaiki tangga kampus ditemani dengan panjatan doa, semoga masih ada waktu untuk mengikuti kuis. Lebih tepatnya, semoga saja Pak dosen yang terkenal killer itu mau mengizinkan aku mengikuti kuis.

Ketika sampai di depan pintu kelas, kakiku gemetar. Benar-benar ujian sebelum ujian. Kenapa drama mahasiswa selalu seperti ini?

Berhadapan dengan dosen killer harus siap-siap mental dan perasaan. Telat-distensi-nilai D. Salah-distensi- nilai D. Melawan-distensi-nilai E dan ujung-ujungnya ikut SP.

Apapun usaha mahasiswa untuk memperjuangkan keadilan sebagai mahluk tertindas, tidak pernah berhasil. Selalu saja coretan bolpoint merah menyertai acara yudisium.

"Bismillahirohmanirrohim!"

Aku membulatkan tekad, mencoba itu lebih baik,kan, daripada menyerah duluan?

Perlahan aku memutar knop pintu dan membukanya dengan debaran jantung yang membuatku sedikit sesak. Ketika pintu benar-benar terbuka, mataku langsung menyapu seluruh kelas. Semua menunduk dan fokus mengerjakan ujian, kemudian pandanganku beralih ke meja dosen. Di sana duduk makhluk yang paling sering menjadi topik ghibah mahasiswi-mahasiswi kampus.

Namanya Pak Adam, pria berusia 33 tahun. Memiliki wajah tegas, sorot mata tajam dan tubuh yang tinggi. Oh, ya lupa, bibir yang tipis bersemu kemerahan. Komponen lengkap yang pantas dipredikatkan sebagai dosen paling ganteng seantero kampus. Namun, dia juga pantas dipredikatkan sebagai dosen paling killer yang tak segan memberi nilai E pada mahasiswa yang bermasalah dengannya.

Dan, pagi ini mungkin akan menjadi indikasiku untuk mendapat nilai E darinya.

"Assalamualaikum..."

Semua orang yang berada di kelas menjawab salam lirih, kecuali Pak Adam yang menjawab dengan nada yang tegas tanpa mengalihkan fokusnya pada layar laptop yang menyala di meja.

Perlahan aku mendekat, "Permisi, Pak."

"Syabil Ainun Mardhiyyah?" tanyanya dengan lirikan maut yang khas.

Aku mengigit bibir bawahku, kemudian mengangguk dengan ragu-ragu.

Dia melirik jam yang melingkar ditangan kanannya, kemudian berdiri menghadapku. "Kamu masih mau ikut kuis?"

Demi Allah, aku langsung membelalakkan mata saking terkejutnya dia bertanya seperti itu. Bahkan, teman sekelas yang sedang fokus ujian pun ikut mendongakkan kepala. Mungkin mereka sama terkejutnya denganku.

Biasanya dia akan langsung menyuruh keluar tanpa kata-kata. Hanya satu telunjuk disertai dengan wajah innoncentnya. Tapi, Masyaallah, mungkin sekarang dia sudah mendapat hidayah. Alhamdulillah.

[DSS 4] Diary SyabilWhere stories live. Discover now