OBSCURE (2)

11.7K 932 242
                                    

"Naik!" Sebuah motor sport besar berhenti tepat di hadapanku. Ah hari ini memang cukup menarik. Siapa sangka, ada lelaki tampan yang menungguiku di gerbang kampus. Dia keren sekali. Kalau saja aku cukup percaya diri, aku akan dengan santainya naik dan mungkin memeluk dia dari belakang. Ah Rio, Kau benar-benar di luar jangkauan. Makanya pake tolkemsol dong.

"Gue gak ada bilang iya tadi."

"Buru!"

"Lo siapa suruh2 gue njir." Aku menolak berulang kali. Kenapa? Karena dia ini, dengan diam saja sudah jadi populer di Kampus. Apa kata orang, kalau perempuan seperti aku duduk di boncengan itu?

"Lagi ada demo di simpang 4."

"Ha?" Aku harus percaya atau bagaimana ini. Aku hanya diam saja. Berharap bang Indra muncul agar aku dengan santai bisa menolak Rio. Siapa yang tidak takut demonstrasinya mahasiswa?

"Hei.." Rio lalu tersenyum simpul. Entah kenapa, senyumannya mungkin mengandung obat penenang.

"Ayo naik.." lanjut Rio dengan nada yang lebih rendah. He knows how to comfort me.

Aku dengan ragu-ragu meraih helm hitam yang dijulurkan oleh Rio. Aku memakai helm itu dengan perlahan, lalu berjalan ke arah sebelah kiri motor Rio juga dengan perlahan. Rio dengan sabar menungguiku.

Aku lalu berhenti satu langkah sebelum naik ke motor Rio.

"Rio?" Aku berbicara dengan nada yang bergetar.

"Iya?"

"Gak papa?"

"Tenang aja, kita lewat belakang. Lewat belakang gak banyak orang kok." Apa kepekaan bang Indra menular ke Rio? Oh tidak, aku takut. Takut semakin tidak punya alasan untuk tidak menyukai dia.

"Apasih."

"Yakan biasanya lo sama Indra, sekarang sama gue. Lo takut kan disangkain player?"

"APASIH? GAJELAS." Mohon maaf, tapi saya harus menarik kata-kata saya tentang Rio yang tertular kepekaan bang Indra. Aku dengan kesal lalu naik ke motor Rio.

Aku mungkin bersusah payah menolak. Tapi tidak bisa kupungkiri, aku bahagia. Ini pertama kali, aku sedekat ini dengan orang yang entah sejak kapan aku sukai.

Rio Vrazhda. Kau tidak melakukan banyak hal, aku sudah bahagia.

Kami tidak berbicara sama sekali. Dia tahu betul arah rumahku. Iyalah satu komplek bangke.

Rio berhenti tempat di depan gerbang rumahku. Dia dengan sabar menungguiku membuka helm. Dibantuin kali akang biar romantis.

"Ada orang di rumah?" Tanya Rio.

"Kak Ara harusnya di rumah."

"Masuk dulu gih!" Suruh Rio. Seperti biasa, dengan gayanya yang bossy.

"Emang kalau gak ada?" Tanyaku sebelum masuk ke dalam rumah.

"Ya berarti gak ada." Yahhh kirainnn...

Aku dengan agak cepat berjalan membuka gerbang, lalu masuk mencari kak Ara.

"Ada kak Ara."

"Okay."

Rio lalu pergi begitu saja tanpa sempat mendengar ucapan terima kasih.

Berulang kali aku memastikan, kalau aku tidak sedang bermimpi. Banyak sekali kejutan. Aku bahagia sekali.

Selama hidupku, aku belum pernah berteman dengan laki-laki. Di mataku, semua laki-laki itu sangat jauh. Laki-laki yang pernah dekat denganku itu hanya Ayahku saja. Itupun dulu sekali, dulu yang entah kapan. Walaupun ayahku seperti itu, aku tidak menganggap semua laki-laki itu sama bejatnya. Aku hanya merasa, semua laki-laki itu benar-benar di luar jangkauanku. Seperti Ayah yang sangat jauh, seperti ibu yang sudah bercerai dengan ayah, dan seperti kak Ara yang sampai saat ini belum menikah.

MIRACLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang